Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kami Pasang Mata Mencari Peluang Bisnis Wisata

Pelaku usaha berupaya melakukan pelbagai cara untuk bertahan dan kembali menjalankan roda bisnis seperti sedia kala.

28 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anton Novenius Sumarli. Dok Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Banyak perusahaan travelling melebarkan asuransi perjalanan menjadi asuransi mobil dan kesehatan.

  • Konsumen sekarang lebih memilih private tour ketimbang melancong beramai-ramai.

  • Kewajban swab antigen turut mempengaruhi penjualan.

JAKARTA – Kinerja industri pariwisata terpukul sepanjang masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pelaku usaha berupaya melakukan pelbagai cara agar bertahan dan kembali menjalankan roda bisnis seperti sedia kala. Tak terkecuali perusahaan agen perjalanan dan penjualan tiket, Travelux Travel Services. Pandemi membuat perusahaan tak hanya mengencangkan ikat pinggang, tapi juga berinovasi agar eksistensinya tak tergusur pandemi. “Untuk dapat bertahan, kami benar-benar pasang mata dan telinga melihat setiap kesempatan yang ada,” ujar Chief Executive Officer Travelux Travel Services, Anton Novenius Sumarli, saat dihubungi melalui sambungan telepon, akhir pekan lalu. Berikut ini petikannya wawancaranya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seberapa besar dampak pandemi pada kinerja perusahaan tahun ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Periode paling sulit adalah pada masa awal pandemi, sekitar April-Juni. Bukan profit, pertumbuhan, atau penjualan yang didapat, justru kami bertubi-tubi menerima permintaan pembatalan tiket dan tur. Kami merugi seperti layaknya teman-teman travel agent lainnya dan harus mengeluarkan saving untuk tetap beroperasi. Waktu itu penerimaan jatuh sampai 90 persen. Beberapa teman yang tabungannya kurang kuat mulai bangkrut. Kami mencoba beradaptasi dengan menerapkan efisiensi, khususnya dari sisi tenaga kerja. Ada unpaid leave, pemotongan gaji karyawan, bahkan PHK.

Adakah adaptasi lain yang dilakukan?

Kami melebarkan sayap penjualan asuransi, dari tadinya asuransi perjalanan menjadi asuransi mobil, rumah, dan kesehatan. Kami sudah memiliki mitra sebelumnya, seperti dengan Sompo Insurance, Zurich. Jadi strategi ini lumayan membantu. Teman-teman di asosiasi banyak yang membuka usaha lain, seperti kuliner. Intinya, “palugada”.

Kapan permintaan mulai kembali meningkat?

Pada Agustus dan September, kami mulai rebound untuk permintaan perjalanan domestik. Dengan sinergi pemerintah juga destinasi-destinasi domestik yang utama mulai dibuka. Sedikit demi sedikit kepercayaan masyarakat bahwa travelling aman dengan protokol kesehatan yang baik mulai terbangun. Sampai sekarang sudah membaik. Tapi, kalau dibanding capaian tahun lalu, ini baru sekitar 40 persennya.

Lalu bagaimana strategi berkompetisi dengan agen perjalanan berbasis platform?

Kami menyadari banyak konsumen yang beralih ke sana. Apalagi ada banyak promosi. Mereka lebih pilih beli eceran: tiket sendiri dan hotel sendiri. Ini memang jadi tantangan buat kami. Namun, kembali lagi, kami mempertahankan kekuatan dari sisi pelayanan konsumen. Kami mengedepankan strategi sebagai konsultan perjalanan. Kami memberikan penjelasan, pendampingan, dan sosialisasi, sehingga konsumen merasa yakin dan nyaman kembali melakukan perjalanan. Begitu pula dengan memberikan tip dan edukasi bagaimana protokol kesehatan yang aman untuk bepergian. Kami juga menyiapkan starter kit saat travelling. Isinya: hand sanitizer, disinfektan, vitamin, masker, lengkap, untuk memastikan mereka nyaman dan aman.

Apa destinasi wisata yang menjadi favorit saat ini?

Untuk domestik masih didominasi oleh Bali, Labuan Bajo, Lombok, lalu Yogyakarta. Untuk mancanegara belum banyak pilihan karena baru beberapa destinasi yang buka, seperti Turki, lalu Dubai, Mesir, Maroko. Tapi yang jadi favorit saat ini Turki. Banyak konsumen kangen dengan musim dingin sehingga permintaan ke sana meningkat.

Apakah ada perubahan pola perilaku dan preferensi konsumen setelah pandemi?

Ada. Misalnya dulu konsumen kalau travelling beramai-ramai, sekarang sebaliknya, mereka lebih memilih private tour. Lalu destinasinya juga mereka pilih ke tempat yang cenderung tidak terlalu ramai. Mereka lebih peduli juga pada pemilihan hotel, makanan, sampai pemandu dan sopir. Untuk memastikan konsumen aman, kami mewajibkan swab antigen untuk pemandu dan sopir.

Benarkah kewajiban swab antigen mempengaruhi penjualan?

Sangat mempengaruhi. Apalagi kemarin dilakukan cukup mendadak. Walhasil, konsumen yang belum menganggarkan alokasi bujet akhirnya memilih untuk membatalkan perjalanan. Pada dasarnya kami mendukung. Tapi kami berharap pemberitahuannya lebih terprogram dan terencana. Tidak mendadak.

Lalu seperti apa proyeksi kinerja industri pariwisata pada 2021?

Kami optimistis akan membaik. Industri pariwisata memiliki prospek yang luar biasa. Setelah lama di rumah, orang pasti tidak ada yang tidak butuh liburan.

 GHOIDA RAHMAH


Kami Pasang Mata Mencari Peluang Bisnis Wisata

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus