Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Ketegangan yang terjadi antara Cina dan Taiwan berpotensi menggerus kinerja perdagangan Indonesia. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkapkan, dampak ketegangan kedua negara tersebut bisa lebih buruk jika dibandingkan dengan konflik antara Ukraina dan Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Konflik Taiwan ini menjadi semacam proxy war kepentingan yang lebih luas antara Amerika Serikat dan Cina, sementara dua negara raksasa itu merupakan tujuan ekspor tradisional Indonesia, masing-masing 21 persen dan 11 persen,” ujarnya, kemarin, 15 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan demikian, 32 persen atau sepertiga ekspor Indonesia berpotensi terancam, sehingga berpotensi menurunkan surplus neraca dagang. Tak hanya itu, secara geografis posisi Taiwan lebih dekat dengan Indonesia, sehingga secara kawasan dampaknya lebih signifikan. “Persepsi investasi di kawasan Asia akan dipengaruhi kelanjutan konflik Cina dan Taiwan,” kata Bhima.
Berikutnya, langkah Cina memberikan sanksi kepada Taiwan juga akan menambah panjang daftar negara yang melakukan proteksi ekspor pangan. Sebelumnya, sudah ada 30 negara yang melakukan pelarangan ekspor pangan dengan beragam alasan, antara lain India, Argentina, dan Serbia. “Ini seharusnya menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan penetrasi ekspor makanan jadi, buah-buahan, dan sayuran ke Taiwan.”
Di sisi lain, kata Bhima, secara risiko jika Cina dan Taiwan merealisasi perang dagangnya, dampak yang akan terasa adalah seretnya pasokan komponen semikonduktor yang dominan digunakan oleh industri otomotif dalam negeri. “Walhasil, kinerja penjualan mobil di Indonesia bisa tertekan,” ucapnya. Sektor industri lainnya yang akan ikut terkena dampak gangguan rantai pasok adalah elektronik dan peralatan rumah tangga hingga industri logam dasar.
Solusinya, Indonesia dinilai perlu mencari negara tujuan ekspor alternatif yang potensial serta jauh dari risiko konflik. “Untuk ini, diperlukan kerja sama ekstra dari atase perdagangan, KBRI di negara tersebut, untuk melakukan promosi sekaligus menjalankan market intelligence,” kata Bhima.
Bongkar muat baja billet di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 3 Juni 2021. Tempo/Tony Hartawan
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, mengiyakan, jika ketegangan kedua negara mengalami eskalasi hingga terjadi perang, negara-negara di kawasan Laut Cina Selatan bakal terlibat. Hal ini akan berdampak pada keamanan dan kelancaran perdagangan internasional. Termasuk terganggunya kinerja ekspor dan impor Indonesia. “Gangguan yang terjadi berupa gangguan lalu lintas perdagangan karena turunnya permintaan,” ujar Piter.
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Setianto, mengatakan ketegangan politik antara Cina dan Taiwan perlu diwaspadai. “Sebab, Cina merupakan mitra dagang utama kita, demikian juga ekspor kita ke Taiwan cenderung sedang meningkat,” ucapnya.
Ekspor Indonesia ke Cina meliputi bahan bakar mineral, besi baja, serta lemak dan minyak hewan nabati. Sedangkan impor utama Indonesia dari Cina didominasi oleh mesin-mesin mekanik, peralatan listrik, besi, dan baja. Adapun komoditas ekspor ke Taiwan utamanya adalah besi dan baja, bahan bakar mineral, serta bijih kerak dan abu logam. Sementara itu, impor Indonesia dari Taiwan mayoritas berupa mesin mekanik, peralatan listrik, serta plastik dan turunannya.
Secara nominal, nilai ekspor Indonesia ke Cina tahun lalu mencapai US$ 53,77 miliar dan untuk periode Januari-Juli 2022 sebesar US$ 34,13 miliar. Impor Indonesia dari Cina tercatat US$ 56,53 miliar sepanjang 2021 dan untuk periode Januari-Juli 2022 sebesar US$ 38,27 miliar. Dengan demikian, pada 2021 neraca dagang Indonesia defisit terhadap Cina sebesar US$ 2,46 miliar dan untuk periode Januari-Juli 2022 sebesar US$ 4,14 miliar.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke Taiwan mencapai US$ 6,96 miliar pada 2021 dan US$ 0,99 miliar pada Januari-Juli 2022. Nilai impor Indonesia dari Taiwan pada tahun lalu sebesar US$ 4,35 miliar dan untuk periode Januari-Juli 2022 sebesar US$ 2,72 miliar. Walhasil, pada 2021 neraca dagang Indonesia surplus terhadap Taiwan sebesar US$ 2,61 miliar, tapi pada periode Januari-Juli 2022 terjadi defisit US$ 1,73 miliar.
GHOIDA RAHMAH | JELITA MURNI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo