Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manggi Habir
Pernyataan Presiden Joko Widodo pekan lalu bahwa Indonesia berencana bergabung menjadi anggota zona perdagangan bebas, Trans-Pacific Partnership (TPP), yang dipimpin Amerika Serikat, cukup ramai menuai respons pro dan kontra. Tahun ini, ketika Indonesia menjadi anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang memudahkan alur dagang, investasi, dan para pekerja antarnegara ASEAN, banyak kalangan mengeluh bahwa kita belum siap. Sedangkan bergabung dengan TPP akan membuka gerbang ekonomi kita jauh lebih lebar. Langkah ini hanya akan berjalan bila ada dukungan politik, birokrasi, bisnis, dan publik, terutama para pelaku ekonomi.
Dukungan sangat penting saat setiap anggota harus melakukan perubahan agar memenuhi persyaratan TPP. Banyak perubahan cukup mendasar diperlukan, dan hasilnya akan butuh waktu. Jangan sampai kekhawatiran yang berkembang dibiarkan. Kalau manfaat TPP tidak terlihat, gerbang ekonomi kita justru dapat lebih merapat tutup.
Sebelumnya, Presiden menerbitkan serangkaian paket kebijakan untuk memulihkan kelesuan ekonomi. Penyederhanaan proses birokrasi, percepatan pengambilan keputusan, dan beragam insentif pajak ini sudah lama ditunggu. Jika konsisten diterapkan, kebijakan itu tentu akan memudahkan kegiatan usaha. Walaupun hasilnya belum terasa, peringkat kemudahan berusaha untuk Indonesia pekan lalu sudah naik 11 tingkat ke urutan 120. Dengan waktu, semua ini diharapkan membantu meningkatkan pertumbuhan, yang tahun ini diperkirakan hanya mencapai 4,9 persen.
Jadi apa yang dimaksud dengan zona perdagangan bebas TPP? Pokok penting dalam dokumen 30 bab TPP bertujuan meningkatkan perdagangan antarnegara dengan menurunkan dan menghilangkan hambatan kuota dan tarif perdagangan. Kedua, mereka berniat menerapkan perlakuan yang sama terhadap pelaku usaha, seperti antara perusahaan milik negara dan swasta serta investor asing dan lokal. Ketiga, membuka akses pasar yang memperbolehkan pihak asing mengikuti tender proyek pemerintah, dan jika merasa diperlakukan tidak sama, mereka bisa menggugat pemerintah. Terakhir, keharusan dunia usaha mengikuti standar global untuk, antara lain, bidang tenaga kerja, perlindungan lingkungan, dan hak kekayaan intelektual.
Tapi apa risiko dan manfaat bagi negara yang ingin bergabung dengan TPP? Tentunya regulasi perlu ditinjau kembali. Jika ada yang bertentangan, harus disesuaikan. Dunia usaha juga perlu mengubah arah dan operasinya agar dapat lebih bersaing dalam pasar yang kian terbuka. Peluang makin lebar, tapi persaingan juga lebih ketat.
Proses perubahan tidak pernah mudah. Akan ada yang mampu melakukan transisi, tapi ada juga yang terpaksa gulung tikar. Bahkan, di Amerika Serikat, para pekerja sudah memprotes TPP karena akan terjadi ekspor pekerjaan di sektor manufaktur ke negara-negara berkembang Asia yang tingkat upahnya lebih rendah. Ada juga kekhawatiran produk impor dari Asia akan lebih mahal lantaran harus memenuhi standar lebih tinggi.
Dalam situasi ini, konsumen biasanya diuntungkan oleh tambahan pilihan barang dan jasa dengan kualitas dan harga lebih baik. Tapi perlu dicatat bahwa pembelanjaan konsumen bergantung pada pendapatannya dari hasil kerja. Dan di sini letak tantangannya. Sejauh mana bergabung dengan TPP akan membawa tambahan aliran investasi dan lapangan kerja serta kesempatan untuk berkembang? Sejauh mana kesiapan infrastruktur, keterampilan, dan produktivitas tenaga kerja kita untuk menjadi bagian dari mata rantai produksi di kawasan Asia-Pasifik? Ini yang perlu dibahas oleh pemerintah bersama semua pihak terkait. Timbang baik-baik dan mitigasi semua risiko yang mungkin terjadi, sebelum memutuskan ikut tanda tangan atau tidak untuk masuk TPP.
Kontributor Tempo
KURS
Rp per US$
Pekan lalu 13.621
13.619
Penutupan 29 Oktober 2015
IHSG
Pekan lalu 4.653
4.472
Penutupan 29 Oktober 2015
INFLASI
Bulan sebelumnya 7,18%
6,83%
Sept 2015 YoY
BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%
CADANGAN DEVISA
31 Agustus 2015 US$105,4 bn
US$ billion 101,7
30 Sept, 2015
PERTUMBUHAN PDB
2014 5,0%
5,1%
Target Pemerintah 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo