Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IHSG
Data Inflasi Perbesar Peluang Penguatan IHSG
JAKARTA - Rilis kinerja keuangan sebagian emiten pada kuartal III serta hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (FOMC Meeting) pada tengah pekan lalu menjadi penyebab laju indeks harga saham gabungan cenderung tertekan sepanjang pekan lalu. Analis Reliance Securities, Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah, berpendapat kedua faktor tersebut membuat investor mengatur kembali portofolio sahamnya.
Menurut Lanjar, meskipun menunjukkan perbaikan, kinerja keuangan emiten kuartal III masih jauh dari harapan. Kinerja mayoritas emiten yang masih mencatatkan penurunan laba menyiratkan pesan bahwa tren pertumbuhan negatif belum akan berakhir. "Laporan keuangan emiten belum sesuai harapan," kata dia.
Apalagi, secara mengejutkan, The Fed masih membuka peluang kenaikan suku bunga AS (Fed Rate) pada tahun ini. Sikap The Fed yang kembali memunculkan ketidakpastian tersebut akhirnya mendorong investor mengambil langkah aman dengan melepas kepemilikan saham.
Namun Lanjar yakin IHSG sesungguhnya masih bergerak konsolidasi. Sebab, dukungan kenaikan teknikal (technical rebound) beberapa harga saham emiten membuat indeks justru sangat berpeluang kembali melaju. "Koreksi yang cukup dalam sepekan terakhir bakal memunculkan technical rebound."
Dia menyarankan agar investor memperhatikan saham-saham yang masih berpotensi melanjutkan technical rebound, seperti AALI dan INDF. Menurut Lanjar, ketimbang terjebak pada rumor rebalancing investor asing pada saham HMSP, investor sebaiknya menambah portofolio pada saham-saham yang memasuki tren kenaikan harga jangka pendek.
Terlebih, deflasi yang diperkirakan terjadi pada Oktober menambah peluang penguatan indeks. Pada hari pertama November, IHSG ada kemungkinan berada pada rentang level 4.425-4.550. MEGEL JEKSON | PDAT
RUPIAH
Rupiah Tunggu Rilis Data Inflasi
JAKARTA - Hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat yang masih mempertimbangkan kenaikan suku bunga AS (Fed Rate) dalam pertemuan berikutnya mendorong nilai tukar rupiah bergerak dinamis sepanjang pekan lalu. Kepala Riset Treasury Bank BNI, Susi Rianti, mengatakan ketidakpastian kebijakan moneter The Fed masih menjadi sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan rupiah.
Sebab, The Fed, yang terus melakukan valuasi atas kinerja ekonomi Negeri Abang Sam, belum bisa memastikan waktu yang paling tepat untuk menaikkan Fed Rate sejak sembilan tahun terakhir. "Di tengah laju inflasi yang enggan bergerak, sulit menilai ekonomi AS saat ini. Kondisinya tidak buruk-buruk amat, atau bagus-bagus amat," kata dia.
Beberapa data mingguan terakhir ekonomi AS juga masih menunjukkan keraguan. Produk domestik bruto kuartal III yang tumbuh melambat menjadi 1,5 persen serta klaim pengangguran yang naik menjadi 260 ribu orang membuat banyak pihak semakin kesulitan menerka keputusan The Fed soal Fed Rate.
Menurut Susi, di dalam negeri, polemik pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sempat mengganggu persepsi pasar terhadap rupiah. Investor, yang cemas akan pengesahan RAPBN bakal terhambat, khawatir jadwal penyerapan anggaran tahun depan juga akan terpengaruh. "Meskipun akhirnya RAPBN bakal disetujui, polemik demikian tetap mengirimkan sinyal negatif bagi pasar."
Pada awal bulan ini, prediksi akan rendahnya laju inflasi dalam negeri periode Oktober memberi peluang terjadinya penguatan rupiah. Pasalnya, pada saat respons atas memburuknya pertumbuhan ekonomi AS masih kuat, deflasi Oktober akan menambah alasan investor untuk mengakumulasi aset-aset berdenominasi rupiah. Nilai tukar rupiah hari ini diperkirakan berada pada kisaran 13.600-13.700 per dolar AS. MEGEL JEKSON | PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo