Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Arti Backlog Rumah yang Disebut Fahri Hamzah Naik 15 Juta Tahun Ini

Wakil Menteri Perumahan Fahri Hamzah bilang backlog rumah tahun ini meningkat menjadi 15 juta. Apa artinya?

24 April 2025 | 18.10 WIB

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyampaikan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah kebutuhan rumah tangga terhadap hunian.

Menurut Fahri, tahun ini backlog rumah tidak lagi di angka 9,9 juta atau 12 juta seperti yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik. “Jumlah backlog baru adalah sekitar 15 juta antrean, untuk kepemilikan rumah baru. Backlog renovasi RTLH (rumah tidak layak huni) sama, sekitar 26 juta,” kata Fahri dalam  acara Silaturahmi Nasional Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) di Jakarta Pusat, Senin, 21 April 2025.

Berdasarkan informasi yang diterima oleh kementerian, jumlah backlog atau kekurangan rumah bagi masyarakat kini telah mencapai angka sekitar 15 juta unit, meningkat tajam dari angka sebelumnya yang berkisar antara 9,9 juta hingga 12 juta unit.

Backlog ini merujuk pada antrean masyarakat yang belum memiliki rumah sendiri, dan angkanya terus bertambah seiring pertumbuhan jumlah keluarga di Indonesia. Selain backlog kepemilikan rumah, pemerintah juga menghadapi tantangan dalam menangani renovasi rumah tidak layak huni (RTLH), yang jumlahnya saat ini berada di kisaran 26 juta unit, menurut data yang disampaikan dalam kegiatan Silaturahmi Nasional Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) di Jakarta Pusat.

Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa kenaikan angka backlog ini selaras dengan dinamika demografis terbaru di Indonesia. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 289,5 juta jiwa, dengan jumlah keluarga yang tercatat sebanyak 91,3 juta. Jumlah ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan data tahun sebelumnya yang menunjukkan jumlah keluarga berada pada kisaran 74 hingga 78 juta. Kenaikan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah rumah tangga baru, yang berimplikasi langsung pada meningkatnya kebutuhan akan hunian.

Salah satu faktor utama yang memengaruhi meningkatnya jumlah keluarga adalah perubahan dalam struktur keluarga itu sendiri. Rata-rata anggota dalam satu keluarga kini hanya berjumlah tiga orang, berbeda dari sebelumnya yang umumnya terdiri atas lima orang. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk membentuk keluarga inti yang lebih kecil, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya angka pernikahan dan terbentuknya rumah tangga baru. Namun, seiring dengan terbentuknya keluarga-keluarga baru ini, sebagian besar di antaranya mengalami kesulitan dalam mengakses kepemilikan rumah.

Fahri menegaskan, “Tapi begitu menikah, mereka menyaksikan kenyataan bahwa mereka sulit memiliki rumah.” Ia menambahkan bahwa hal ini secara langsung menyebabkan peningkatan backlog perumahan. Menurutnya, “Jumlah keluarga bertambah, jumlah rumah tidak bertambah secara kuat.”

Secara umum, backlog perumahan dapat diartikan sebagai kondisi ketimpangan antara jumlah rumah yang tersedia dengan kebutuhan rumah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Namun demikian, definisi mengenai backlog ini belum sepenuhnya seragam di antara instansi pemerintah terkait. Terdapat perbedaan pendekatan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam memaknai konsep backlog tersebut.

BPS mendefinisikan backlog dari sudut pandang kepemilikan rumah, sehingga apabila sebuah keluarga tinggal di rumah yang layak huni tetapi berstatus sewa, maka tetap dianggap sebagai bagian dari backlog. Sebaliknya, Kementerian PUPR mengambil pendekatan berdasarkan kelayakan hunian. Dalam pandangan kementerian ini, selama sebuah keluarga tinggal di rumah yang memenuhi syarat kelayakan, meskipun tidak dimiliki secara pribadi, maka tidak termasuk dalam kategori backlog.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Riri Rahayu dan Aulina Sabrina Saragih berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: AHY: Pemerintah Targetkan Hapus 9,9 Juta Backlog Perumahan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus