BILA AS nantinya memasang benteng proteksi, ASEAN dengan kekuatan 250 juta jiwa rupanya belum akan mampu mendobraknya. Para menteri perekonomian ASEAN, dalam pertemuan mereka di Bangkok dua pekan lalu, sadar bahwa ASEAN masih terlalu gampang terluka bila berkonfrontasi melawan AS. Maka, bila Presiden Reagan tak memveto undang-undang rancangan Jenkins, ASEAN terpaksa menciutkan ekspor tekstilnya ke AS kalau tak mau kehilangan keseimbangan neraca perdagangannya lebih banyak. AS adalah pengimpor 90% karet alam ASEAN, 72% timah, 17% teh, 14% gula, dan 10% minyak bumi. Belum lagi kayu, kopi, dan berbagai komoditi hasil kerajinan lain. Namun, para pengusaha tekstil se-ASEAN yang bergabung dalam Aftex (ASEAN Federation of Textile Industries) belum patah semangat. Mereka berkumpul di Kuala Lumpur, Sabtu dan Minggu lalu, untuk menggalang persatuan lebih kompak. Sebenarnya, tak semua anggota ASEAN yang terancam. Malaysia, misalnya, awal tahun ini mendapatkan tambahan kuota untuk beberapa jenis tekstilnya, meskipun ada juga beberapa jenis yang akan terkena tarif tinggi. Muangthai dan Filipina juga akan dikenai tarif tinggi hanya untuk sebagian jenis tekstilnya. Hanya tekstil Indonesia seluruhnya yang akan diperlakukan AS seperti yang dari negara-negara lebih maju, misalnya dari Jepang dan Korea Selatan. Kendati hanya Indonesia satu-satunya anggota ASEAN yang akan kena gunting hebat, Aftex tak akan tinggal diam. Meski cuma sekadar menggigit, November ini mereka hendak ke RRC. Mau mencoba kemungkinan menggantikan kapas impor dari AS dengan kapas RRC. Tapi apalah arti langkah itu, bila akhirnya produksi mereka akan sulit dipasarkan? Bagaimanapun, AS tetap dipandang sebagai pasar yang menarik. Jejak Jepang dan Korea Selatan, menurut Menteri Industri dan Perdagangan Malaysia, Tengku Razaleigh, yang juga mengetuai menteri-menteri perekonomian ASEAN, perlu ditiru. Mereka bisa maju, antara lain, dengan menggunakan teknologi lebih tinggi, seperti microprocessor. Soal saham, pendidikan teknologi, dan pencarian pemasaran bersama, bila dilakukan Aftex secara kompak, mungkin mereka bisa mengejar negeri-negeri maju itu. Seberapa jauh anjuran itu akan dilaksanakan Aftex, tampaknya, masih perlu waktu lama juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini