Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha dan Pengolahan Daging Indonesia (APPDI) Teguh Boediyana menagih kuota impor daging sapi reguler sebanyak 100 ribu ton yang masih tertahan di pemerintah. Ia mengatakan, kepastian kuota impor ini menentukan keberlanjutan usaha perdagingan dari hulu ke hilir. “Kami ingin dalam kondisi begini, ekonomi bergerak lebih cepat. Karena daging beririsan dengan sektor-sektor ekonomi lain dalam kerangka hilirisasi, terutama kuliner,” ujar Teguh kepada Tempo, Kamis, 20 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teguh mengatakan, pelaku usaha biasanya merancang perencanaan usaha dalam jangka satu tahun. Tapi rencana itu buyar karena pemerintah hingga kini belum memberi kepastian kuota impor. Pengusaha, ujar dia, tidak dapat digantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika kuota impor daging sapi sebanyak 100 ribu ton tak kunjung terbit, Teguh khawatir akan berdampak ke operasional usaha yang berkurang. Dengan begitu, para pelaku usaha berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Risiko ini, menurut dia, dapat diantisipasi dengan memberi kepastian kuota impor lebih cepat. “Daging bukan komoditas an sich, melainkan faktor penggerak ekonomi di berbagai level. Ke depan efeknya luar biasa,” ujar Teguh.
Sejumlah asosiasi sebelumnya telah bersurat ke Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Peasetyo Adi pada 14 Maret 2025. Mereka yakni Asosiasi Pengusaha dan Pengolahan Daging Indonesia (APPDI), Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI), Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI), dan National Meat Processor Association-Indonesia (Nampa).
Mereka meminta pengembalian kuota impor daging sapi dapat segera direalisasikan. Alasannya, pemangkasan kuota impor dari 180 ribu ton menjadi 80 ribu ton telah mengakibatkan ketidakpastian usaha. Dengan alokasi hanya 40 persen, pelaku usaha tak dapat memenuhi kebutuhan memasok konsumen sepanjang 2025.
Jika mendapat kepastian penambahan izin impor daging sapi reguler pada bulan ini, pelaku usaha akan mengoptimalkan proses realisasi periode Maret hingga Mei 2025. Sebab, mereka telah mendapat kepastian penambahan kuantitas untuk memenuhi kebutuhan konsumen sampai akhir 2025.
Tapi jika tak ada kepastian tentang penambahan daging sapi itu, pelaku usaha akan membagi realisasi importasi sampai dengan Desember 2025. Hal ini dilakukan untuk memastikan perusahaan tetap dapat memasok kebutuhan konsumen sampai akhir tahun. Pasokan itu pun hanya 40 persen dari kebutuhan konsumen.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi sebelumnya mengatakan, kuota impor daging sapi sebanyak 100 ribu itu akan kembali ke pelaku usaha setelah realisasi impor mencapai 50 persen. “Swasta kan pegang 80 ribu ton. Kami minta mereka realisasi secepat mungkin, 30 sampai 40 persen agar masuk. Begitu sekitar 50 persen, kami pertimbangkan 100 ribu ton supaya dibuka,” ujar eks Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia ini kepada Tempo, Kamis, 13 Maret 2025.
Arief mengatakan, pemerintah sengaja tak membuka seluruh kuota impor sebanyak 180 ribu ton itu sekaligus untuk mengendalikan impor daging sapi. Di rapat koordinasi terbatas (rakortas) bidang pangan, ujar dia, kuota itu akan diberikan berdasarkan peninjauan realisasi impor. “Sekarang kami review terus. Kalau sudah dekat 50 persen, artinya sudah 40 ribu ton masuk, kami rilis yang berikutnya,” ujar pejabat yang belum lama meletakkan jabatannya sebagai Kepala Dewan Pengawas Perum Bulog ini.