Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Peluang resesi ada di depan mata dan sulit terhindarkan dalam waktu dekat.
Triwulan ketiga menjadi momentum untuk kembali bangkit.
Pemulihan pasca-pembukaan kembali ekonomi diragukan bergulir dengan cepat.
JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, mengatakan penanganan aspek kesehatan selama pandemi menjadi kunci agar pemulihan ekonomi bisa terus berlanjut. “Kalau mau ekonomi kembali, pandemi harus selesai dulu,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Chatib, setelah pemerintah memproyeksikan kinerja pertumbuhan pada triwulan kedua hampir pasti negatif, triwulan ketiga menjadi momentum untuk kembali bangkit agar tak tergelincir ke dalam jurang resesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulai bergulirnya kembali aktivitas ekonomi, menurut Chatib, jelas membawa dampak positif. “Namun, persoalannya, apakah protokol kesehatan yang diberlakukan cukup atau tidak untuk membuat pertumbuhan kita positif,” kata Chatib.
Ia mengatakan penerapan protokol kesehatan membuat aktivitas ekonomi tidak berada dalam kapasitas maksimal. Bioskop, restoran, dan mal, misalnya, harus membatasi jumlah pengunjung untuk mematuhi ketentuan social distancing. Hal tersebut berdampak pada skala ekonomi, yang selama ini menjadi faktor penting untuk menentukan apakah suatu usaha akan bertahan atau tidak.
“Penumpang industri penerbangan juga tidak mungkin bisa mencapai 100 persen karena ada aturan jarak minimal antar-penumpang,” kata dia. Padahal maskapai tetap harus membayar biaya tetap secara penuh, seperti bensin dan sewa parkir pesawat.
Chatib melanjutkan, saat ini pelaku usaha membutuhkan penghitungan skala ekonomi pada tingkat tertentu agar tetap mendapatkan keuntungan. “Sebagai gambaran kasar, maskapai itu butuh load lebih dari 60 persen agar bisa terus bertahan dan tidak merugi.” Skala ekonomi tersebut dapat berbeda-beda untuk setiap usaha dan turut bergantung pada upaya efisiensi yang dilakukan.
Pola pemulihan ekonomi ke depan perlu menjadi perhatian sebagai tolok ukur keberhasilan kebijakan pembukaan ekonomi. “Apakah setelah ini perbaikan akan terus terjadi (V-shaped), atau flat (L-shaped), atau ada pembalikan namun membutuhkan waktu yang lama (U-shaped),” ucap Chatib.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini, menyerukan pentingnya keseriusan penanganan wabah dan penguatan disiplin protokol kesehatan sebelum membuka kembali aktivitas ekonomi. “Perbaiki dulu aspek kesehatannya,” tutur Rachbini. Ia melanjutkan, bila pertambahan jumlah kasus positif terus berlangsung seperti saat ini, sulit bagi pemerintah untuk mendorong ekonomi. “Kalau pemerintah berkeras mendorong dan membuka aktivitas, akan membuat ekonomi jauh lebih buruk lagi,” kata dia.
Didik menambahkan, peluang resesi berada di depan mata dan sulit terhindarkan dalam waktu singkat. “Kami memperkirakan triwulan tiga masih akan minus, tak jauh berbeda kondisinya dengan triwulan dua, sehingga secara teknis terjadi resesi.”
Pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran, Arief Anshory Yusuf, mengatakan, walau aktivitas perekonomian mulai dibuka, tingkat keyakinan masyarakat belum sepenuhnya pulih. “Buktinya mayoritas masyarakat, dengan atau tidak PSBB, masih membatasi keluar rumah karena tidak dapat dimungkiri ketakutan atau paranoid akan wabah yang belum hilang itu masih ada,” ujar dia.
Hal itu menyebabkan pemulihan pasca-pembukaan kembali ekonomi diragukan bergulir dengan cepat. “Kecuali pemerintah berhasil membuat masyarakat percaya angka kasus Covid-19 akan turun,” ujar Arief.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II akan berkisar pada minus 5,1 persen hingga minus 3,5 persen, dengan titik tengah minus 4,3 persen, atau jauh lebih dalam dari prediksi titik tengah sebelumnya, yaitu minus 3,8 persen.
“Maka itu, kami sangat mengejar pemulihan di triwulan III, karena triwulan II bisa dikatakan sangat berat,” kata dia. Meski berupaya menggenjot berbagai indikator perekonomian, dari belanja pemerintah, konsumsi masyarakat, hingga investasi, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan terus mengawasi kedisiplinan penerapan protokol kesehatan.
“Kami sepakat bahwa kecepatan membuka ekonomi tidak boleh mengkompromikan masalah kesehatan,” ujart Sri. Abai terhadap aspek kesehatan akan membuat ekonomi kembali tergelincir.
GHOIDA RAHMAH
Aspek Kesehatan Kunci Pemulihan ekonomi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo