Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perhubungan Kota Semarang tengah mengkaji rencana pembangunan kereta ringan (light rail transit/LRT) untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. "Kami mencontoh penerapan LRT di Jakarta,” kata Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Semarang Ambar Prasetyo, seperti dikutip Koran Tempo edisi Jumat, 8 Desember 2017.
Menurut Ambar, pemerintah Semarang sudah melakukan studi kelayakan tahap awal, tapi masih perlu kajian lanjutan. Dia mencontohkan, kajian yang diperlukan antara lain mengenai skema pengelolaan bisnis sistem transportasi massal tersebut.
Simak: KAI Andalkan Pinjaman Biayai Kereta Ringan Jakarta Bekasi
Ambar mengatakan pembangunan LRT tidak mungkin hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Semarang. Dengan demikian, kata dia, pemerintah harus menggandeng investor. "Kami berharap pada 2018 sudah bisa dimulai. Tapi masih menunggu studi lanjutan karena anggaran untuk pembangunan LRT tidak sedikit," ujarnya.
Ambar menilai LRT memiliki sejumlah keunggulan untuk melayani kebutuhan transportasi publik. Salah satunya dalam hal performa dan keamanan yang lebih baik dibanding angkutan umum lain, seperti bus dan kereta komuter. “Seperti kereta, LRT menjamin kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan," ucapnya. Selain untuk angkutan umum, LRT akan dikembangkan guna mendukung industri pariwisata.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang Supriyadi menyetujui rencana pembangunan sistem transportasi LRT untuk membantu mengatasi kemacetan di wilayah itu. Namun dia menegaskan proyek ini memerlukan kajian mendalam karena tidak mungkin hanya mengandalkan APBD Kota Semarang.
"Dinas Perhubungan juga tidak boleh mengesampingkan pengembangan moda transportasi massal yang sudah ada, seperti bus rapid transit Trans Semarang agar koridornya terus ditambah,” tuturnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan penataan sistem transportasi, seperti kereta ringan, harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak boleh sepotong-sepotong agar tidak menimbulkan persoalan baru pada kemudian hari. "Angkutan kota yang ada juga harus ditata. Kami sarankan dijadikan saja angkutan feeder (pengumpan) untuk melayani permukiman-permukiman yang belum terjangkau angkutan umum," katanya.
FERY F. | ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini