Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Aturan Berubah, DJP Tegaskan Tak Ada Pajak Penghasilan Baru untuk Karyawan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan tidak ada pajak penghasilan baru untuk karyawan. Perubahan aturan hanya untuk memudahkan penghitungan.

8 Januari 2024 | 21.52 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) meninjau pelaporan SPT di KPP Pratama Tebet di Jakarta, Jumat, 29 Maret 2019. Karena akhir bulan jatuh pada hari Ahad, seluruh wajib pajak orang pribadi masih bisa melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya hingga tanggal 1 April 2019 tanpa dikenai denda. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) meninjau pelaporan SPT di KPP Pratama Tebet di Jakarta, Jumat, 29 Maret 2019. Karena akhir bulan jatuh pada hari Ahad, seluruh wajib pajak orang pribadi masih bisa melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya hingga tanggal 1 April 2019 tanpa dikenai denda. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan tidak ada penerapan pajak penghasilan baru untuk karyawan. Aturan pemotongan pajak penghasilan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, hanyalah perubahan metode untuk memudahkan penghitungan pemotongan pajak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beleid ini menetapkan penggunaan tarif efektif rata-rata (TER) untuk menghitung pemotongan PPh 21. Perubahan metode mulai berlaku pada Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Terkait tarif efektif rata-rata itu sebetulnya bukan barang baru. Ini bukan barang baru dan bukan juga pajak baru," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, di kantor pusat DJP, Jakarta, pada Senin, 8 Januari 2024.

Ia menjelaskan, TER selama ini telah digunakan. Namun TER yang diatur dalam PP 58/2023 memberikan gambaran yang lebih jelas untuk memudahkan wajib pajak dalam penghitungan PPh 21.

Menurut Dwi, pemerintah mengubah metode itu karena menyadari masih banyak perusahaan yang bingung dengan penghitungan PPh 21. Ada banyak komponen dalam gaji karyawan sebagai basis pemotongan pajak. Seperti biaya jabatan, tunjangan pensiun, penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan sebagainya.

Selama ini, pemberi kerja harus menghitung biaya tersebut setiap bulan untuk memotong pajak penghasilan dari gaji karyawannya. Oleh sebab itu, DJP menyederhanakan dengan penerapan tarif efektif rata-rata.

Melalui aturan ini, pemberi kerja hanya perlu menghitung penghasilan bruto dan TER dalam menentukan potongan PPh21 pada Januari hingga November. Adapun pada Desember, pemberi kerja menghitung PPh berdasarkan aturan lama di Pasal 17 Ayat 1 Huruf A Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dengan penerapan tarif efektif rata-rata, pemberi kerja tinggal melihat tabel yang terdiri dari tiga kategori, yaitu A, B, dan C.

Kategori A merupakan wajib pajak tidak kawin tanpa tanggungan, tidak kawin dengan tanggungan satu orang, dan kawin tapi tanpa tanggungan. Kategori B adalah wajib pajak dengan status tidak kawin tapi tanggungan dua sampai tiga orang, dan kawin dengan tanggungan satu sampai dua orang. Sementara kategori C adalah wajib pajak dengan status kawin dengna jumlah tanggungan tiga orang. 

"Nanti tinggal cek. Misalnya, penghasilan saya Rp 10 juta, belum kawain (K/0), berarti saya masuk kategori A," ujar Dwi.

Kementerian Keuangan, menurut Dwi, tengah menyiapkan alat bantu untuk memudahkan penghitungan PPh 21. Alat bantu ini nantinya bisa diakses melalui DJPOnline dan ditargetkan meluncur pada pertengahan bulan ini.

Amelia Rahima Sari

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus