Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Koordinator Kemaritiman kembali mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan, yang melarang jual-beli benih lobster.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Kemaritiman, Agung Kuswandono, mengatakan regulasi tersebut berseberangan dengan kepentingan nelayan. "Ikan dan lobster harus dikembangkan. Aturan yang ada harus sinkron dengan tujuan itu," katanya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selasa lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta Kementerian Kelautan merevisi larangan yang tercantum dalam Pasal 7 peraturan tersebut. Alasannya, jual-beli anakan lobster berbobot di bawah 200 gram seharusnya diperbolehkan dengan batasan tertentu.
Isu ini pun menambah panjang daftar silang pendapat antara Luhut dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sebelumnya, kedua menteri bersilang pendapat soal lelang kapal pencuri ikan yang tertangkap dan sudah mendapatkan keputusan hukum tetap dari pengadilan. Melalui laman Twitter, Susi mengungkapkan kekesalannya lantaran skema lelang memungkinkan kapal pencuri ikan kembali beroperasi. Namun Luhut menilai kapal-kapal tersebut harus dilelang-dengan pengawasan ekstra-untuk pemasukan negara.
Agung menyebutkan lembaganya menginginkan aturan Kementerian Kelautan selaras dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Dalam aturan tersebut tidak ada larangan budi daya benih ikan dan biota laut. Menurut dia, jika ada pelanggaran, seperti benih lobster yang diekspor, harus ditindak. "Jika ada pelanggaran, ya, ditindak. Tapi dari awal, regulasi yang mengganjal harus diperbaiki," ucapnya.
Menurut Agung, revisi aturan ini sejalan dengan rencana pembangunan sarana budi daya lobster di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yakni di Pelabuhan Ratu dan Cisolok. "Selain Kementerian Kelautan, pemerintah Kabupaten Sukabumi juga sudah diminta melanjutkan proyek itu," tuturnya.
Staf Khusus Menteri Koordinator Kemaritiman, Atmadji Sumarkidjo, mengatakan proyek budi daya itu masih dalam tahap perencanaan pembangunan fisik. Menurut dia, rapat di kantor Menteri Koordinator Kemaritiman pada Selasa lalu, yang juga dihadiri perwakilan kelompok nelayan Sukabumi, berisi penyampaian opini. "Pasti akan ada rapat lagi. Pendapat stakeholder harus didengarkan semua."
Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Coco Kokarkin Soetrisno, mengatakan akan menolak permintaan revisi aturan tersebut. Menurut dia, Kementerian Kelautan serta Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) sudah menjabarkan latar belakang penetapan larangan tersebut.
Selain untuk mencegah kepunahan benih, kata Coco, penangkapan benih lobster dilarang karena teknik budi daya di dalam negeri belum mumpuni. Walhasil, penangkapan benih lobster cenderung berujung pada ekspor atau ekspor ilegal (penyelundupan) ke negara tertentu. "Dari 6 juta potensi benur lobster per tahun, yang diserap untuk budi daya paling hanya 200 ribu ekor," tuturnya.
Lewat video yang diunggah ke YouTube, Menteri Susi meminta lobster dipanen setelah nilainya tinggi, yakni setelah melewati berat 200 gram. Merujuk pada data BKIPM, larangan penangkapan benih lobster bisa mendongkrak nilai ekspor lobster dewasa, dari Rp 133 miliar pada 2017 menjadi Rp 734,1 miliar setahun kemudian.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Perikanan, Yugi Prayanto, menyebutkan larangan yang diberlakukan Kementerian Kelautan menutup peluang lapangan kerja nelayan, khususnya untuk pembesaran lobster. "Pemerintah menghabiskan duit untuk pengawasan. Seharusnya dikembangkan teknologi pembesaran lobster dari benih tangkapan." YOHANES PASKALIS PAE DALE | FAJAR PEBRIANTO | CAESAE AKBAR
Gebrakan yang Dipersoalkan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo