PERTAMINA telah mendahului Dirjen Pajak dalam upaya "menaikkan harga." Terhitung 1 Januari lalu, 270 dari 300 jenis minyak pelumas harganya naik antara 6% dan 10,1% dari harga lama. Berita kenaikan ini masih diwarnai oleh konfirmasi Menteri Pertambangan Ginandjar Kartasasmita, yang membenarkan bahwa di sini banyak beredar minyak pelumas palsu. Tapi yang harganya naik tentu yang asli. Jenis Rored HDA 90/140, misalnya, naik 9,9% dari Rp 354.000 menjadi Rp 389.200 per drum. Begitu pula jenis Rored HD 90/140, naik 10,1% dari Rp 317.700 ke Rp 349.600 per drum. Jenis-jenis lain yang juga naik antara 10% dan 10,2% adalah Meditran S-40, Donax TM, Mobil DTE Heavy, Rotella TX-40, dan Rored HD yang dikemas dalam dus. Sedangkan untuk Mesran B-40, Turalik 52, Mobil Grease MP, Mobil ATF 220. Turbo T-68, dan Mobil ATF 220, kenaikannya masih di bawah 10%. Tapi yang paling rendah adalah pelumas Mobil ATF, yang hanya naik 6,1%. Kahumas Pertamina yang baru, M.A. Rais, menyatakan bahwa kenaikan itu terjadi karena menguatnya mata uang dolar, dari Rp 1.647 per satu dolar AS, 20 bulan lalu, kini menjadi Rp 1.734 per satu dolar. Itu berarti, dolar Amerika menguat 5,3% atas nilai rupiah. Dan selama itu pula, harga Mesran tak pernah mengalami kenaikan -- setelah pada tahun 1987 naik 130%. Padahal, demikian keterangan Pertamina peranan valuta asing dalam struktur harga pelumas mencapai 48,17%. Lagi pula belakangan ini terjadi kenaikan bahan baku eks impor dari 3% sampai 10%. Bandingkan, harga pelumas jenis Mesran Super 20W/50 yang sekarang Rp 7.645 per kaleng -- masih lebih murah dibandingkan dengan pelumas sejenis buatan Singapura, yang harganya 12,8 dolar Sin., atau sekitar Rp 11.290. Begitu juga Rored HD Series produksi Pertamina yang Rp 7.150, lebih murah ketimbang buatan Singapura yang Rp 11.469. Penyesuaian harga juga terjadi pada methanol -- bahan baku lem yang banyak digunakan oleh industri kayu lapis -- naik sekitar 11,7%, dari 170 dolar AS per ton menjadi 190 dolar AS. Ini pun masih murah -- dengan alasan untuk mendukung ekspor nonmigas -- jika dibanding harga internasional yang 213 dolar AS per ton. Yang "paling berkipas" karena penyesuaian ini adalah Garuda Indonesia. Sesuai dengan misi pemerintah yang bertujuan mendongkrak pendapatan devisa dari industri pariwisata, harga avtur untuk penerbangan luar negeri diturunkan. Untuk pembelian kontrak sampai dengan 500 ribu liter per bulan, harganya turun dari 22 sen dolar menjadi 18,20 sen dolar per liter. Scdangkan untuk pembelian dari 500 ribu sampai 7 juta liter per bulan, diturunkan 3,80 sen menjadi 16,20 sen dolar per liter. Lebih murah lagi kalau mengontrak di atas tujuh juta liter, menjadi hanya 14,20 sen dolar per liter (turun 2,80 sen). Jadi, kendati pelumas naik, tidak ada masalah, "sebab yang utama itu avtur, sedangkan pelumas tidak besar pengaruhnya," kata Sunarjo, Direktur Niaga Garuda. Tapi pengusaha bis kota pastilah tidak sependapat dengan Sunarjo. Contohnya Perum PPD. "Bagi kami, pengaruh naiknya harga pelumas cukup besar," kata Erlan Prasetyo, Direktur Teknik PPD. Biasanya biaya pelumas sebulan hanya Rp 200 juta, kini terpaksa ditambah Rp 20 juta. "Mau tidak mau, untuk mengimbanginya, kami harus menekan biaya di sektor lain," ucap Erlan. Sebab, kalaupun bisa dikompensasi dengan kenaikan tarif, tidak bisa dilakukan sekaligus. Nada yang sama dikemukakan oleh Soeharso, Kepala Perusahaan Jawatan Kereta Api. Menurut dia, naiknya pelumas harus diikuti oleh naiknya karcis. Tapi ini pun tergantung pemerintah. Kalau karcis tidak naik, laba tahun ini, yang dianggarkan Rp 10 milyar, terpaksa mengerut. BK, Syafiq Basri, Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini