Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah diminta segera mengambil kebijakan afirmatif kepada masyarakat yang masuk kelompok kelas ekonomi 60 persen terbawah.
Menyitir laporan terbaru BPS, ketimpangan di Indonesia meningkat, dilihat dari rasio Gini pada Maret 2023 yang sebesar 0,388.
Kebijakan upah minimum dinilai tidak hanya akan membantu pekerja dengan upah rendah, tapi juga akan menguntungkan pekerja dengan upah lebih tinggi melalui perbaikan struktur upah.
JAKARTA - Pemerintah diminta segera mengambil kebijakan afirmatif kepada masyarakat yang masuk kelompok kelas ekonomi 60 persen terbawah. Musababnya, kesenjangan di Indonesia sudah masuk kategori mengkhawatirkan jika dilihat dari sisi pendapatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk perekonomian dengan kesenjangan tinggi yang akut seperti Indonesia, tidak cukup kita melakukan kebijakan afirmatif hanya ke 40 persen kelas terbawah. Dan dalam realitas kebijakan seperti bansos, sebagian besar hanya terfokus di 20 persen kelas terbawah. Ini tidak memadai," ujar Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies, Yusuf Wibisono, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyitir laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan di Indonesia meningkat dilihat dari rasio Gini pada Maret lalu yang sebesar 0,388. Angka tersebut naik 0,007 poin dibanding rasio Gini pada September 2022 yang sebesar 0,381. Jika menggunakan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 18,04 persen atau masih pada kategori ketimpangan rendah.
Meski demikian, menurut Yusuf, kalau dilihat dari indikator lain yang berbasis pendapatan penduduk, kesenjangan di Indonesia sangat lebar. Misalnya dengan melihat jumlah tabungan masyarakat di perbankan. Pertumbuhan simpanan untuk kelompok dengan nominal di atas Rp 5 miliar mencapai 9,6 persen secara tahunan pada Maret 2023. Sedangkan pertumbuhan simpanan di perbankan untuk kelompok dengan saldo di bawah Rp 100 juta sebesar 3,6 persen pada Maret 2023.
"Hal ini mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi pasca-pandemi memiliki tendensi menciptakan kesenjangan yang semakin lebar: si kaya semakin kaya, si miskin semakin miskin," ujar Yusuf. Untuk menekan ketimpangan itu, ia mengatakan kuncinya adalah mengangkat masyarakat sebanyak mungkin menjadi kelas menengah dan memperkuat pemasukannya dengan kebijakan upah minimum.
Permukiman padat pinggiran kali dengan latar belakang gedung bertingkat di kawasan Kebon Kacang, Jakarta, 30 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Selama ini, kata dia, kebijakan upah minimum lebih banyak dipandang sebagai kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan menolong pekerja bergaji rendah. Menurut Yusuf, pandangan tersebut keliru. Sebab, ia merasa kebijakan upah minimum adalah kebijakan redistribusi yang akan mengokohkan kelas menengah sekaligus menurunkan kesenjangan.
Kebijakan upah minimum dinilai tidak hanya akan membantu pekerja dengan upah rendah, tapi juga akan menguntungkan pekerja dengan upah lebih tinggi melalui perbaikan struktur upah. "Ketika upah minimum mengalami stagnasi, pekerja kelas menengah juga mengalami stagnasi upah," tutur dia.
Karena itu, ia yakin upah minimum yang layak akan memiliki dampak makroekonomi dan redistribusi yang besar karena berfokus kepada mayoritas penduduk: pekerja kelas bawah dan pekerja kelas menengah—60 persen dari kelas terbawah. Kebijakan lain yang bisa didorong untuk meningkatkan 60 persen kelas terbawah, tutur dia, adalah menggeser strategi pertumbuhan berbasis ekspor ke strategi pertumbuhan berbasis permintaan domestik.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, sepakat perkara upah mesti masuk dalam pertimbangan kebijakan untuk mengurangi ketimpangan. Hal tersebut dinilai krusial di samping meningkatkan kemampuan penduduk yang belum masuk ke angkatan kerja ataupun yang sudah menjadi angkatan kerja. Musababnya, keahlian sangat berkorelasi dalam peningkatan upah.
"Perlindungan pekerja juga menjadi penting dalam bentuk asuransi kesehatan dan asuransi ketenagakerjaan karena asuransi inilah yang kemudian menjadi penyangga ketika pekerja menghadapi goncangan dalam perekonomian yang berpotensi mempengaruhi pendapatan mereka," ujar Yusuf.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, mengatakan selama ini masih banyak persoalan upah yang membuatnya yakin bahwa ketimpangan semakin lebar. Misalnya, masih ada buruh yang tidak dibayar sesuai dengan ketentuan upah minimum dan ada pula pekerja yang diupah dengan skema kontrak.
Padahal, kata Elly, pada saat yang sama, para pekerja itu juga masih tertekan oleh dampak pandemi. Tak sedikit buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja ketika pandemi kini beralih ke sektor informal yang upahnya tidak terjamin. Belum lagi kenaikan upah minimum tahun ini juga diikuti kenaikan harga barang-barang pokok dan transportasi.
Aktivitas warga Kampung Bandan yang tinggal di permukiman padat di pinggir rel kereta di Jakarta, 17 Juli 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Karena itu, ia tak heran ketimpangan kian lebar saat ini. Ke depan, ia mengatakan, konfederasinya masih akan memperjuangkan upah para pekerja. "Walau hasilnya tidak signifikan karena aturan pemerintah yang menahan upah agar tidak naik tinggi-tinggi," ujar Elly. "Kami juga belum bisa menentukan usulan kenaikan upah pada 2024 karena menunggu formula-formulanya."
Berpendapat berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan kesenjangan bisa ditekan apabila pemerintah dapat meningkatkan perannya dalam melakukan redistribusi pendapatan ataupun kesejahteraan. Contohnya, pemerintah dapat menegakkan kepatuhan pajak, terutama bagi masyarakat kelas menengah dan atas. "Pendapatan ini kemudian didistribusikan melalui bantuan sosial kepada masyarakat bawah sehingga kesejahteraan masyarakat kelas bawah dapat meningkat," tuturnya.
Selain itu, kata dia, pemerintah dapat berfokus menarik investasi dari sektor-sektor yang bisa menciptakan lapangan kerja, sembari tetap menjaga daya beli seluruh lapisan masyarakat. Dalam jangka panjang, Josua mengatakan pemerintah perlu menekankan prioritas pada penyediaan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat menengah-bawah sebagai bentuk lain untuk meredistribusi pendapatan dari kelas atas ke kelas bawah.
Ihwal rencana menekan ketimpangan, pelaksana tugas Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, mengatakan pemerintah berkomitmen menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu caranya, tutur dia, adalah pembangunan ibu kota negara yang memiliki tujuan pemerataan pembangunan di Indonesia.
Di samping itu, ia mengatakan pemerintah terus mempercepat pembangunan pos lintas batas serta sarana-prasarana penunjang di perbatasan. Bersamaan dengan itu, ia melanjutkan, percepatan pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru di sekitar PLBN juga dilakukan. "Kawasan perbatasan negara akan terus diperhatikan dan dibangun karena menjadi beranda terdepan dan etalase bangsa. Sistem pengelolaan kawasan perbatasan yang lebih terintegrasi akan disiapkan sehingga kawasan di sekitar PLBN dapat dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru," tutur dia.
Selain menekan angka ketimpangan, Ferry mengatakan, saat ini pemerintah terus berkomitmen dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui program-program pemberdayaan ekonomi dan peningkatan produktivitas yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Misalnya melalui program Padat Karya Tunai, Kartu Prakerja, KUR, Reformasi Agraria, dan transfer aset.
"Kami juga terus mengarahkan dan memobilisasi kontribusi pihak non-pemerintah (perusahaan BUMN/swasta) untuk aktif mendukung penanggulangan kemiskinan serta program-program pemberdayaan, seperti CSR di radius 5 kilometer dari perusahaan berada, sehingga dapat mengakselerasi percepatan penghapusan kemiskinan di daerah tersebut," tutur dia.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo