Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menargetkan pembangunan 4 juta jaringan gas hingga 2024.
Proyek jaringan gas rumah tangga 2009-2021 membutuhkan anggaran Rp 6,8 triliun.
Jaringan gas rumah tangga diklaim lebih hemat dibanding elpiji.
BAGI warga Kampung Kue, sentra usaha mikro, kecil, dan menengah di Jalan Rungkut Lor II, Surabaya, jaringan gas rumah tangga adalah penyelamat. Kelangsungan bisnis 68 produsen kue di kawasan tersebut amat bergantung pada aliran gas dalam pipa yang mengalir ke rumah masing-masing. Bagi mereka, gas dari jaringan pipa tersebut lebih murah daripada elpiji dalam tabung, termasuk yang bersubsidi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Choirul Mahfudah, penggagas Kampung Kue, jaringan gas ini bisa menekan ongkos produksi sampai 20 persen. Dia membandingkan hal ini dengan sebelumnya, saat para pembuat kue memakai elpiji bersubsidi dalam tabung 3 kilogram. “Sejak dipasangi jaringan gas, kami meninggalkan tabung elpiji,” katanya kepada Tempo pada Kamis, 6 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain hemat, Choirul menambahkan, pemakaian jaringan gas lebih praktis ketimbang tabung eceran. Sebab, dia tak perlu repot wira-wiri ke toko buat membeli gas dalam tabung. Saban bulan rata-rata Choirul membayar biaya gas Rp 500 ribu. “Menurut saya lebih murah, karena untuk usaha,” ujarnya.
Harga gas bumi yang dialirkan dari lapangan produksi minyak dan gas ke sambungan pipa menuju rumah tangga pelanggan memang lebih murah ketimbang elpiji alias gas alam cair, yang selama ini harus diimpor. Karena itu, setiap tahun pemerintah mendorong pembangunan jaringan gas rumah tangga di kota dan kabupaten. Di Kampung Kue, PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN membangun jaringan pipa pada 2017-2019.
Warga menunjukkan gas meter dan pipa jaringan gas bumi rumah tangga di rumahnya Dusun Bumen, Karangrejo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 19 September 2022. ANTARA/Anis Efizudin
Menurut Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama, target pembangunan jaringan gas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 mencapai 4 juta sambungan rumah tangga. "Di luar target tersebut, PGN tetap membuka peluang pengembangan jaringan gas dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha ataupun kerja sama dengan badan usaha lain," ucapnya pada Jumat, 7 Oktober lalu.
Karena jaringan gas rumah tangga dianggap bisa menghemat anggaran negara untuk subsidi elpiji, pemerintah menggalakkan pembangunannya. Sedianya program jaringan gas rumah tangga berdampingan dengan kompor listrik atau kompor induksi yang dijalankan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Namun pemerintah dan PLN membatalkannya pada Selasa, 27 September lalu, karena rencana ini membuat kegaduhan.
Sehari setelah pembatalan itu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala Mansury membeberkan rencana pembangunan sekitar 300 ribu jaringan gas rumah tangga hingga akhir tahun ini. Menurut Pahala, begitu program konversi kompor induksi batal, mau tidak mau pembangunan jaringan gas berjalan sendiri untuk menggantikan penggunaan elpiji bersubsidi. “Seharusnya berjalan bersama-sama karena pengguna kompor elpiji banyak sekali,” tuturnya.
Sejak dimulai pada 2009, pembangunan jaringan gas dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hingga akhir tahun lalu sudah mencapai 662.431 sambungan di 58 kabupaten/kota di 17 provinsi. Tahun ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan pembangunan 40.777 sambungan gas rumah tangga di 12 kota/kabupaten.
Pada 9 September lalu, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM meresmikan 4.153 sambungan gas rumah tangga untuk empat kelurahan di Kota Probolinggo, Jawa Timur. Gasnya berasal dari wilayah kerja minyak dan gas Madura Strait. Di Probolinggo, jaringan ini adalah yang ketiga. Di kota itu sudah ada 14.321 sambungan gas rumah tangga yang dibiayai APBN 2018, 2021, dan 2022.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Laode Sulaeman menyebutkan capaian target pembangunan jaringan gas rumah tangga tahun ini baru 79,49 persen.
Capaian pembangunan jaringan gas rumah tanga dalam 12 tahun terakhir bisa dibilang masih jauh dari target 4 juta sambungan. Pada 2009, jumlah pembangunan sebanyak 6.211 sambungan. Setahun kemudian, jaringan bertambah menjadi 16.055 sambungan.
Pada 2016, terjadi kemajuan signifikan, saat pemerintah berhasil membangun 88.931 jaringan gas di enam kota. Sedangkan pada 2018-2021, jumlah sambungan sudah mencapai 426.385 rumah tangga. Nilai investasi pembangunan jaringan gas rumah tangga 2009-2021 sebesar Rp 6,8 triliun.
Menurut Laode, pemerintah menargetkan pembangunan 266.070 sambungan pada 2020. Namun target ini tak tercapai karena anggarannya dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19. Dia mengakui dalam 13 tahun terakhir pembangunan jaringan gas belum mencapai angka 1 juta. Namun dia optimistis, berdasarkan rencana strategis lima tahunan, capaian ini masih bisa dilanjutkan untuk mengejar target 4 juta sambungan pada 2024.
Selama program ini berjalan, Laode melihat ada beberapa persoalan, di antaranya memastikan sumber gas sampai ke jaringan pipa di hulu dan memastikan ada-tidaknya jaringan pipa PGN di kota tujuan di hilir. Program pemerintah, menurut dia, bakal terus berjalan terus jika masih ada anggaran.
Agar tak terlalu bergantung pada APBN, pemerintah menerapkan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Rencana ini pun tak mudah karena, Laode menambahkan, meski sudah dicanangkan pada 2020, implementasi model KPBU baru bisa berjalan pada 2025. Sebab, kajian skema KPBU bersama Kementerian Keuangan dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia masih berjalan. Program percontohannya akan digelar di Kota Batam dan Palembang. "Sekarang masih dalam penyempurnaan regulasi, akan selesai pada 2024," kata Laode.
Setelah skema KPBU berjalan, pemerintah akan menggelar lelang untuk pihak swasta, yang kemudian bakal mendapat kemudahan pengurusan izin. PGN pun akan membuka peluang bagi swasta untuk terlibat dalam pembangunan jaringan gas rumah tangga yang mereka garap.
AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo