Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jalan Terjal Digitalisasi UMKM

Upaya digitalisasi jutaan UMKM masih terganjal persoalan finansial, kemampuan SDM, serta keandalan produk.

4 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang baju batik memotret baju yang akan di jual secara daring di Cipadu, Kota Tangerang, Banten. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Upaya migrasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menuju ekosistem e-commerce belum semulus rencana pemerintah. Mereka masih terganjal persoalan finansial, kemampuan sumber daya manusia (SDM), hingga keandalan produk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, mengatakan pengusaha kecil pada akhirnya harus beralih ke skema jual-beli dalam jaringan (daring) karena perkembangan teknologi dan perilaku konsumen. "Sayangnya, belum semua UMKM menyanggupi investasi untuk digitalisasi bisnisnya," ucapnya kepada Tempo, kemarin, 3 Januari 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya menargetkan digitalisasi 30 juta UMKM di Indonesia pada 2024. Jika tercapai, target itu dianggap setara dengan peluang pembukaan 2 juta lapangan kerja baru dan transaksi pembelian produk dalam negeri yang menembus Rp 500 triliun per tahun. Peralihan itu pun disebut-sebut bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi secara makro, mengingat 64,2 juta UMKM nasional berkontribusi hingga lebih dari 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menurut Edy, hingga awal 2023, baru 30 persen dari total UMKM yang sudah merambah ke ekosistem digital. Belum tercatat sebagai pelaku e-commerce, sebagian besar pengusaha mikro masih bermitra dengan penyedia lokapasar yang sudah ada. "Belum murni menjadi pemain digital karena banyak juga masih ngos-ngosan dengan profit kecil, meski sudah berjualan secara daring."

Pekerja memotret produknya di bengkel kerja pembuatan tas kulit yang dipasarkan secara daring, di kawasan Kalibata, Jakarta, 17 Oktober 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebut pendanaan dan kemampuan SDM sebagai penghambat utama digitalisasi UMKM. Selain kedua rintangan tersebut, pengusaha masih harus berkutat dengan strategi pemasaran. Berbeda dengan perdagangan konvensional, persaingan di lokapasar lebih ketat karena jenis barang yang homogen atau mirip.

"Kalaupun masuk ke pasar daring, sulit bertahan jika produk jualannya mirip-mirip dengan UMKM lain," tuturnya.  

Jika masih cekak dalam pembiayaan, dia menyarankan pola usaha campuran atau hybrid bagi pelaku UMKM yang sedang menerapkan digitalisasi. Meski tren belanja daring terus berkembang, sebagian konsumen sudah kembali mencari barang eceran secara fisik. Pulihnya pasar luring pasca-pandemi menjadi peluang bisnis hybrid di kalangan UMKM. "Tetap ada pangsa untuk peretail luring, misalnya pada produk pakaian dan elektronik yang ingin dicoba langsung oleh sebagian konsumen."

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, pun mengungkit soal hadangan dari produsen barang yang langsung masuk ke lokapasar tanpa perantara. Bila langsung dijual secara online, harga barang yang disediakan produsen cenderung lebih murah daripada produk jualan UMKM.

"Karena jadi perpanjangan distributor, harga UMKM tak bisa semurah versi produsen," ucap Bhima. "Mereka pun semakin sulit bersaing dengan pemain e-commerce besar yang bermitra dengan produsen."

Bulan lalu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memastikan regulator bakal membatasi masuknya pemain e-commerce asing ke Indonesia. Demi kekuatan produk dalam negeri, dia sempat mengusulkan revisi sejumlah kebijakan, salah satunya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Salah satu poin yang bisa diubah, menurut dia, menyangkut batas harga wajar produk impor.

"Bukan mau melarang mereka (pelaku e-commerce asing) berjualan di sini. Kita ingin ada aturan main yang sama," kata Teten.  

Karpet Merah Digitalisasi UMKM

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga, memastikan forumnya selalu terbuka terhadap masuknya pemain baru. Lewat gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI), kata dia, terdapat 12,6 juta UMKM yang merambah ke ekosistem digital. Para pengusaha kecil ini tak otomatis terdaftar dalam idEA yang kini beranggotakan 220 entitas e-commerce. Namun setidaknya sudah banyak kemitraan yang terjalin antar-UMKM dan pelaku lokapasar.

"Selama belanja online berkembang, peluang mereka (UMKM) untuk menjadi pemain e-commerce selalu terbuka," ucap dia kepada Tempo.

YOHANES PASKALIS | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus