Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Roti Aoka dan Okko diduga mengandung bahan sodium dehydroacetate.
Pengawet sodium dehydroacetate tak diizinkan oleh BPOM.
Roti tahan lama menggerus pasar usaha kecil-menengah.
AFTAHUDDIN masih menyimpan beberapa bungkus roti Aoka dan roti Okko. Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Kalimantan Selatan itu tak habis pikir, bagaimana bisa roti yang telah beberapa bulan melewati tanggal kedaluwarsa itu tidak berjamur sama sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Tempo, Aftahuddin, yang juga Ketua Paguyuban Roti dan Mie Ayam Borneo atau Parimbo, mengirimkan sejumlah foto. Salah satunya roti yang tanggal kedaluwarsanya 8 Oktober 2023 atau sembilan bulan lalu. “Penampilannya masih bagus, tidak muncul bintik hitam tanda jamur,” katanya pada Jumat, 19 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aftahuddin menerima laporan dari anggota Parimbo ihwal peredaran roti tersebut di sejumlah pasar tradisional Kalimantan Selatan beberapa tahun lalu. Menurut sejumlah koleganya, roti Aoka beredar di Kalimantan Selatan sejak 2017. “Kian masif pada saat pandemi Covid-19,” ujarnya. Jejaring pengusaha skala kecil-menengah pembuat roti di Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan daerah lain juga menyampaikan informasi kepada Aftahuddin tentang beredarnya roti tahan lama itu di beberapa daerah di Indonesia bagian timur.
Rasa penasaran mendorong paguyuban tersebut mengupayakan uji laboratorium atas roti-roti itu. Menurut Aftahuddin, mereka mengirimkan sampel roti ke laboratorium milik PT SGS Indonesia—bagian dari SGS Group, perusahaan multinasional yang menyediakan jasa laboratorium verifikasi, pengujian, inspeksi, dan sertifikasi.
Pengendara sepeda motor memasuki pabrik Okko Bakery di Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang untuk sementara berhenti produksi, 17 Juli 2024. Tempo/Prima Mulia
Hasil pengujian membuat Aftahuddin dan teman-temannya kaget karena ternyata sampel roti Aoka disebut mengandung sodium dehydroacetate (dalam bentuk asam dehidroasetat) sebanyak 235 miligram per kilogram. Demikian pula sampel roti Okko yang mengandung zat serupa sebanyak 345 miligram per kilogram.
Tak cukup dengan hasil tes itu, Aftahuddin dan para anggota paguyuban menguji dua jenis roti lain sebagai pembanding. Dua merek yang menjadi sampel adalah My Roti dan Sari Roti. Hasil uji laboratorium tidak mendeteksi kandungan sodium dehydroacetate dalam bentuk apa pun pada kedua merek tersebut.
Sodium dehydroacetate yang juga sering disebut natrium dehydroacetate adalah salah satu zat aditif yang digunakan sebagai bahan pengawet. Guru besar bidang ilmu dan teknologi pangan IPB University, Bogor, Jawa Barat, Sugiyono, mengatakan senyawa kimia ini mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat mengawetkan produk. Sodium dehydroacetate, dia menjelaskan, memiliki efek pengawetan lebih kuat ketimbang bahan lain yang sudah diizinkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Meski begitu, “Beberapa negara membatasi penggunaannya pada makanan,” tuturnya pada Kamis, 18 Juli 2024.
Hal senada dikatakan pelaksana tugas Deputi Pengawasan Pangan BPOM, Emma Setyawati. Menurut dia, sampai saat ini lembaganya belum mengizinkan penggunaan sodium dehydroacetate pada produk makanan meskipun beberapa negara lain memperbolehkan zat itu dipakai sebagai bahan pengawet makanan dalam kadar tertentu.
Ihwal kandungan sodium dehydroacetate dalam dua merek roti yang beredar di pasar, Emma mengaku telah menindaklanjuti laporan tersebut. Menurut dia, BPOM telah menguji keberadaan senyawa asam dehidroasetat yang diduga berfungsi dalam proses pengawetan dua roti itu. “Kami sudah melakukan (tes) hasilnya baik-baik saja. Itu dihasilkan dari laboratorium kami sendiri,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 17 Juli 2024.
Tempo meminta tanggapan dari PT Indonesia Bakery Family selaku produsen roti Aoka dan PT Abadi Rasa Food, pembuat roti Okko. Menurut Head of Legal Indonesia Bakery Family Kemas Ahmad Yani, perseroan tidak menggunakan zat tersebut dalam produknya. “Produk kami ada 16 macam, sudah mendapat izin edar dari BPOM,” katanya pada Rabu, 17 Juli 2024.
Menurut Kemas, BPOM rutin melakukan pemeriksaan mendadak ke pabriknya. Terakhir, inspeksi berlangsung pada Senin, 1 Juli 2024. "Kalau ada, otomatis sudah ketahuan,” ucapnya. Kemas mengatakan BPOM memberi catatan soal fasilitas. Adapun bahan baku dan formula produk dinyatakan aman. “Enggak mungkin BPOM bisa meloloskan itu.” Tim Indonesia Bakery Family, Kemas menambahkan, sudah berangkat ke Singapura dan Cina untuk melakukan uji laboratorium pembanding.
Produk roti Aoka yang dijual di warung perumahan di Bogor, Jawa Barat, 19 Juli 2024. Tempo/Ratih Purnama
Pengelola pabrik roti Okko, Jimmy, juga menyatakan tidak memakai sodium dehydroacetate sebagai bahan pengawet. Namun ia tidak bisa menjamin 100 persen karena bisa saja zat itu berasal dari bahan baku seperti selai, mentega, atau minyak goreng. “BPOM mengambil sampel roti kami di pasar dan bahan baku kami yang akan diproduksi.”
Jimmy bercerita, BPOM melakukan inspeksi pada Selasa, 2 Juli 2024. "Mereka datangnya mendadak, pagi-pagi. Saya lagi enggak ada di tempat, karyawan kaget,” ucapnya. Dalam pemeriksaan tersebut, Jimmy menjelaskan, BPOM mengambil sampel racikan untuk diuji. “Itu hal biasa yang dilakukan dalam rangka pengawasan.” Dia pun mengatakan inspeksi BPOM berhubungan dengan pemeriksaan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.
Ihwal tes laboratorium, kepada Tempo manajemen SGS Indonesia menyatakan mereka melayani jasa pengujian natrium dehydroacetate dan natrium asetat dalam produk makanan. Jenis pengujian tersebut masing-masing dilakukan dengan metode standar AOAC 983.16 dan LFOD-TST-SOP-8477 (Ref. EN 17294:2019). “Tes-tes ini relatif cepat dilakukan,” demikian keterangan manajemen SGS Indonesia pada Kamis, 18 Juli 2024.
Dalam keterangan tersebut, manajemen SGS Indonesia menjelaskan bahwa mereka adalah penyedia layanan independen yang dikontrak oleh klien untuk melakukan pengujian, inspeksi, dan sertifikasi khusus berdasarkan kebutuhan. Hasil uji diberikan langsung kepada pihak yang meminta dan dilindungi oleh perjanjian kerahasiaan. Karena itu, ketika informasi hasil uji beredar, SGS menyatakan, “Nama kami telah digunakan tanpa izin kami oleh sumber yang tidak dikenal untuk merilis informasi laporan pengujian rahasia.”
•••
AWALNYA, para anggota Paguyuban Roti dan Mie Ayam Borneo di Kalimantan Selatan sama sekali tak curiga terhadap produk roti yang punya daya awet lebih dari tiga bulan. Menurut Ketua Parimbo Aftahuddin, mereka justru hendak meniru resepnya. Ia menginginkan produsen roti skala kecil-menengah di Kalimantan Selatan bisa membuat produk dengan tingkat keawetan yang sama.
Karena itu pula Aftahuddin dan sejumlah pengusaha roti lain asal Kalimantan terbang ke Cina beberapa bulan lalu. Di Negeri Panda, mereka diterima seorang kolega yang juga produsen roti. Di sana, Aftahuddin dan kawan-kawan mengungkapkan keinginan belajar membuat roti yang bisa mempunyai daya tahan lama. Ia juga menginformasikan produk roti yang ditemuinya di Indonesia yang bisa awet sampai berbulan-bulan, sementara roti buatan produsen di Banjarmasin dan sekitarnya hanya dapat bertahan maksimal sepekan. Lebih dari itu, bintik hitam jamur sudah berkerumun. “Ceritanya mau studi banding,” katanya.
Roti yang sudah kedaluwarsa dan tidak berjamur. Istimewa
Tapi, mendengar cerita Aftahuddin, sang produsen roti asal Cina malah mengerutkan dahi. Menurut pengusaha itu, roti yang bisa awet tiga bulan, enam bulan, atau bahkan lebih lama tidak wajar. “Tidak masuk akal,” tuturnya seperti ditirukan Aftahuddin. Sang kolega malah menyarankan para anggota Parimbo mengadakan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan pengawet dalam produk roti tahan lama tersebut.
Karena itu pula, setiba di Indonesia, Aftahuddin dan para anggota Parimbo mengupayakan uji laboratorium terhadap beberapa bungkus “roti awet”. Mereka mengirim sampel roti itu ke laboratorium PT SGS Indonesia.
Langkah Parimbo berlanjut. Dari Cina, beberapa anggota paguyuban terbang ke Jepang. “Kami berangkat dengan modal masing-masing,” Aftahuddin bercerita. Di Negeri Sakura, mereka juga bertemu dan berdiskusi dengan beberapa produsen roti. Salah satu pertanyaan Parimbo menyangkut cara membuat roti awet hingga berbulan-bulan.
Sama seperti produsen di Cina, pembuat roti asal Jepang geleng-geleng kepala. Melihat reaksi tersebut, Aftahuddin menyergah. “Pakai sodium dehydroacetate, boleh?” dia bertanya. Sontak para produsen roti Jepang berseru, “No, no, no.” Aftahuddin mengatakan para produsen roti di sana juga menyebutkan penggunaan senyawa itu berbahaya dan tak diizinkan regulator.
Roti yang sudah kedaluwarsa dan tidak berjamur. Istimewa
Toh, di Tanah Air, peredaran roti dengan daya tahan di luar kewajaran itu makin merajalela. Menurut pelacakan Parimbo, di Kalimantan Selatan ada 20 peti kemas berisi roti-roti tersebut yang masuk saban bulan. Mereka heran karena roti dengan kemasan bagus ini malah masuk ke pasar tradisional, bukan ke minimarket atau toko retail modern.
Ini yang membuat produsen roti lokal berteriak. Pangsa pasar mereka ambyar. Apalagi, Aftahuddin menambahkan, konsumen utama roti ini adalah anak-anak dan nelayan yang membutuhkan bekal banyak saat melaut. Anak-anak dan nelayan kini memilih roti yang bisa tahan berbulan-bulan. “Apa enggak habis pengusaha kecil di Kalimantan Selatan? Bisa bangkrut mereka,” ujarnya. Kondisi itu yang mendorong Parimbo bergerak ke sana-kemari.
Bukan hanya pengusaha Kalimantan Selatan yang resah. Di Bandung, wilayah tempat produksi roti Aoka dan Okko, produsen roti rumahan tak kalah gundah. Sebab, produk-produk pabrikan tersebut masuk ke sentra pembuatan roti rumahan seperti di Gang Babakan Rahayu, Kecamatan Bojongloa Kaler. Menurut Sutarno alias Nano, pengurus paguyuban produsen roti Babakan Rahayu, setiap hari ada truk berhenti di mulut gang, memasok roti Aoka ke kampung itu.
Cerita yang sama terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Roti murah nan tahan berbulan-bulan ini membanjiri pasar tradisional. Salah satunya pasar kue subuh Pasar Senen, Jakarta. Seorang pengusaha roti, Trisno, bercerita bagaimana pasar pengusaha kecil-menengah tergerus oleh roti yang tahan lama tersebut. Menurut dia, teknologi, sanitasi yang bagus, proses yang higienis, dan pengemasan yang baik pun tak akan membuat daya tahan roti mencapai lebih dari enam bulan. “Teknologinya mahal, tapi ia jual roti sangat murah.”
Tapi Trisno punya cara sendiri untuk melawan serbuan roti-roti itu. Ia dan teman-temannya menggalakkan kampanye makan roti segar, yakni atau roti yang baru keluar dari pemanggang, bukan yang sudah berbulan-bulan diproduksi. “Masih ada peminat roti fresh.” Trisno mengungkapkan, pabriknya berproduksi setiap hari. Dia pun mesti pintar-pintar menakar permintaan pasar agar dagangannya tak bersisa dan habis pada hari yang sama. Sejauh ini, produk roti pengusaha binaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu memasok sejumlah kantor pemerintah.
Ihwal daya tahan produk, produsen roti Okko punya jawaban. Menurut Jimmy, pengelola pabrik Abadi Rasa Food, rotinya bisa tahan hingga 90 hari karena proses produksi yang higienis. Dia menyatakan ruangan produksi pabriknya dibuat dengan standar internasional. “Steril seperti ruang operasi rumah sakit,” tuturnya. Kuncinya, Jimmy menambahkan, ada di pengemasan. “Kemasan juga harus tahan tekanan hingga 80 kilogram, enggak boleh bocor angin atau pecah.”
Karena itu, ketika produknya dipersoalkan, Jimmy bereaksi. “Ini sangat merugikan kami, mungkin ini persaingan bisnis yang tidak sehat, melakukan berbagai cara untuk menjatuhkan sesama produsen roti.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Caesar Akbar dari Jakarta dan Anwar Siswadi dari Bandung berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Syak Wasangka Roti Tahan Lama".