Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jokowi mengandalkan BUMN karya sebagai pelaksana proyek infrastruktur.
Skema penugasan membebani keuangan BUMN karya.
Utang BUMN karya pada akhirnya menjadi beban pemerintah.
SEJAK awal menjabat, Presiden Joko Widodo meletakkan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu agenda utamanya. Untuk mewujudkan ambisi itu, Jokowi mengandalkan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang usaha konstruksi sebagai pelaksana. Kelompok BUMN ini dikenal dengan sebutan yang agak berbau Orde Baru: BUMN karya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Strategi ini memang efektif, terutama dari segi kecepatan eksekusinya. Begitu terbit perintah, pembangunan berbagai proyek besar bisa langsung dimulai. Pemerintah juga bisa memotong proses birokrasi penganggaran yang rumit. Tak ada pula proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat. Proyek infrastruktur berubah menjadi urusan bisnis dan aksi korporasi BUMN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebetulnya tak semua proyek infrastruktur bisa serta-merta beralih rupa menjadi aksi bisnis korporasi hanya karena ada perintah dari atas. Sebab, BUMN sebagai entitas bisnis seharusnya menimbang pula kelayakan proyek dari berbagai segi agar tidak terjerumus ke dalam kesulitan, dari kelayakan secara komersial, sumber pembiayaan, penguasaan teknologi, hingga urusan operasional seperti pengelolaan arus kas.
Di sinilah muncul persoalan serius. Perintah membangun proyek infrastruktur, atau bahasa halusnya penugasan kepada BUMN, merupakan keputusan politik dari level tertinggi yang praktis tak terbantahkan. Pemerintah punya kendali mutlak untuk memaksa. Menteri Badan Usaha Milik Negara setiap saat dapat mengganti direksi BUMN yang tak bersedia atau gagal menjalankan tugas. Pengelola BUMN hanya punya satu pilihan: menjalankan perintah, walaupun kompetensi perusahaannya sebetulnya belum memadai atau dari banyak aspek proyek itu tidak memenuhi standar kelayakan kegiatan bisnis.
Walhasil, dalam delapan tahun terakhir, masalah itu terus terakumulasi. Pelan tapi pasti BUMN karya mulai terbelit berbagai masalah teknis ataupun finansial. Banyak proyek besar yang terus molor penyelesaiannya. Beban berat yang paling kasatmata adalah menumpuknya utang BUMN karya dengan sangat cepat. Berdasarkan laporan keuangan per akhir semester III 2022, total kewajiban empat BUMN karya terbesar (Waskita karya, Wijaya Karya, Adhi Karya, dan Pembangunan Perumahan) sekitar Rp 125 triliun, naik hingga 12 kali lipat selama masa pemerintahan Jokowi.
Akhir Februari lalu, timbunan utang ini mulai muncul sebagai persoalan yang menarik perhatian pasar finansial global. Pemantiknya, Waskita Karya tak sanggup melunasi obligasi senilai Rp 2,3 triliun yang jatuh tempo pada 23 Februari 2023 tepat waktu. Setelah mendapatkan persetujuan pemegang obligasi, Waskita menunda pelunasan kewajiban itu hingga 16 Juni 2023.
Kegagalan Waskita memenuhi kewajiban membuat otoritas bursa menghentikan perdagangan sahamnya sementara. Ketika perdagangan dibuka lagi pada Jumat, 3 Maret lalu, harga saham Waskita terus merosot hingga berkali-kali menyentuh batas bawah dan memicu penghentian perdagangan secara otomatis. Akhir pekan lalu, saat kembali terkena suspensi otomatis, harga saham Waskita hanya Rp 230 per lembar, terendah sepanjang sejarah. Sekadar perbandingan, pada 2018, harga satu lembar saham Waskita pernah mencapai Rp 1.648.
Kesulitan yang tengah menimpa Waskita barulah peringatan dini yang semestinya mendapat respons serius. Timbunan utang BUMN karya lain juga berpotensi menjadi problem besar. Jika tak ada pertanda pemerintah berniat mengatasi soal ini, keyakinan investor kepada Indonesia bisa melemah. Lantaran kesulitan itu menimpa perusahaan milik negara, pemerintah pasti ikut terseret menanggung beban ini. Apalagi persoalan utang ini mulai merebak ketika pasar finansial global kembali bergejolak karena bunga global akan terus naik. Modal kembali kabur dari negara berkembang ke negara maju.
Di tengah menurunnya sentimen pasar global terhadap Indonesia, solusi yang lebih menyeluruh untuk mengatasi utang BUMN karya terasa mendesak. Pemerintah tak perlu malu mengubah strategi. Sudah terbukti, memaksa BUMN mengerjakan proyek infrastruktur tanpa pertimbangan bisnis dan finansial yang matang pasti menimbulkan masalah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo