Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dirjen Bea dan Cukai berpolemik hukum dengan Rudy Salim di kepolisian.
Pegawai Bea dan Cukai tidak menindak sesuai dengan aturan mobil mewah yang masuk tanpa izin.
Reformasi birokrasi gagal mendongkrak profesionalisme dalam bekerja.
SEKARANG menjadi waktu yang tepat bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan ke publik bahwa reformasi birokrasi yang dicanangkan sejak 2006 gagal total. Alih-alih menciptakan sistem birokrasi efektif, berkualitas, dan bebas korupsi, yang terjadi malah sebaliknya: pelbagai skandal yang menyeret pejabat Kementerian Keuangan terjadi silih berganti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbongkarnya harta tak wajar Rafael Alun Trisambodo, bekas Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Pajak Jakarta Selatan II, menjadi episode berulang bahwa korupsi tidak bisa terkikis walaupun pegawai mendapat gaji besar. Setelah melaporkan harta resmi senilai Rp 56 miliar, dia kedapatan menyimpan duit yang tak jelas sumbernya senilai Rp 37 miliar di safe deposit box.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyusul kemudian, Eko Darmanto, Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta, dicopot dari jabatannya karena memiliki kekayaan tak wajar dan terbukti memalsukan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Terseret perkara serupa, Andhi Pramono, Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, juga menjalani pemeriksaan.
Buruknya akuntabilitas dan transparansi sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi tamparan keras bagi Kementerian Keuangan. Sejak awal diluncurkan, Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendapat prioritas utama dalam program reformasi birokrasi. Pilihan tepat, karena pada masa itu kepercayaan publik kepada dua institusi tersebut amat rendah.
Namun harapan baik bahwa program itu akan meningkatkan kualitas pelayanan publik, akuntabilitas, dan transparansi aparatur sipil negara Kementerian Keuangan tak juga terwujud. Gaji tinggi yang diberikan negara tak kunjung berhasil mendongkrak profesionalisme dalam bekerja dan menahan godaan melakukan korupsi.
Sengketa hukum yang sedang terjadi antara Direktorat Jenderal Bea-Cukai dan Rudy Salim, pemilik showroom mobil mewah Prestige Motorcars, bisa menjadi contoh tidak profesionalnya pegawai Kementerian Keuangan dalam bekerja. Rudy mendatangkan sembilan mobil mewah dengan mekanisme dispensasi impor sementara pada 2019. Ia tak kunjung mengembalikan mobil-mobil itu meski sudah lewat tenggat. Meski tak sesuai dengan prosedur, Rudy—lewat orang kepercayaannya—melaporkan Direktorat Jenderal Bea-Cukai ke polisi dengan tuduhan penyalahgunaan kewenangan.
Langkah hukum itu tentu saja berlebihan. Namun semestinya itu bisa dicegah jika pegawai Bea dan Cukai taat aturan dalam menjalankan tugas. Sanksi tegas yang seharusnya mereka jatuhkan tidak dilaksanakan. Penjatuhan denda disampaikan secara jinak melalui katebelece secara berulang.
Baca liputannya:
- Crazy Rich versus Bea Cukai
- Trik Penyelundupan Mobil Mewah
- Mengapa Crazy Rich Rudy Salim Tak Mau Bayar Denda?
Tak cuma Rudi, majalah ini menemukan kejadian serupa di tempat lain. Ada kasus petugas Bea dan Cukai tak menindak tegas perusahaan rokok. Ada pula kasus penerima fasilitas jalur hijau memasukkan mobil mewah antik bermerek Mercedes-Benz tapi dideklarasikan sebagai mesin perakit di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Padahal tindakan tersebut sudah jelas melanggar aturan kepabeanan.
Pelbagai kekacauan dua institusi yang menjadi sumber penerimaan negara terbesar ini perlu segera dibereskan Sri Mulyani Indrawati. Dia perlu menjatuhkan sanksi berat bagi mereka yang bersalah dan memformat ulang sistem pengawasan yang selama ini tidak berjalan. Setelah itu, jangan lupa meminta maaf kepada masyarakat karena gagalnya reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo