Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIGI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas jamu cair obat pegal linu akar dewa selama setahun berujung pada penggerebekan di Desa Gandukepuh, Kecamatan Sidorejo, Ponorogo, Jawa Timur, awal Februari lalu. Pabrik itu diduga kuat memproduksi jamu yang mengandung bahan kimia obat jenis parasetamol dan dexamethasone.
"Kami sudah mengantongi bukti yang kuat," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Lucky S. Slamet di ruang kerjanya Kamis pekan lalu. Razia terhadap jamu kimia, menurut dia, kerap digelar setiap tahun. BPOM juga mengeluarkan peringatan kepada masyarakat mengenai merek-merek jamu kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Toh, peredaran jamu haram itu tetap lestari.
Antoni Tarigan, peneliti senior Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, punya jawaban mengapa peringatan BPOM seperti menjaring angin. Badan pengawas obat pemerintah itu, menurut dia, jarang menyentuh peredaran bahan baku farmasi, yang menjadi bahan baku jamu kimia. Merazia produsen jamu memang tak salah. "Tapi seharusnya juga menyentuh pedagang besar farmasi yang memasok produsen jamu," ucapnya Kamis pekan lalu.
Bahan baku farmasi adalah unsur utama jamu kimia. Bahan inilah yang memberi efek cepat sembuh alias cespleng bagi konsumen. Menelusuri bahan baku farmasi di pasar gelap, menurut Antoni, bukan pekerjaan sulit. BPOM memiliki sistem Data Dinamika Logistik Obat, yang mencatat lalu lintas bahan baku farmasi sejak masuk pelabuhan hingga diproduksi menjadi obat farmasi. "Maka bisa dilacak penyimpangannya."
Bahan baku farmasi beredar di pasar gelap farmasi. Konsumennya industri farmasi serta produsen jamu dan obat tradisional. Seorang perajin jamu membisikkan cara mudah mendapatkannya, yakni mendompleng belanja industri farmasi. Ambil contoh kebutuhan parasetamol industri farmasi 100 kilogram, lalu produsen jamu atau distributor nakal menitip sehingga total belanjaan bisa 1.000 kilogram. "Selisihnya lari ke produsen jamu," katanya. Transaksinya, pembayaran tunai di depan.
Hendri, penjual eceran obat yang sering mangkal di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, punya cara lain untuk memperoleh bahan kimia obat. Ia mengklaim bisa mendapatkan bahan baku farmasi seolah-olah legal dengan cara memesan menggunakan resep dari apoteker atau dokter. "Bisa saya buatkan resepnya," ujarnya kepada Tempo awal Januari lalu.
Produsen jamu di Jakarta juga kerap memesan bahan kimia obat dari Cilacap dan Purwokerto, Jawa Tengah. Distributor di kedua kota kecil itu melayani produsen jamu kimia skala kecil dan menengah di seantero Cilacap, Cirebon, Ponorogo, sampai Banyuwangi. Harga di pasar gelap lebih mahal ketimbang di industri farmasi. Fluktuasi harga dipengaruhi nilai dolar Amerika Serikat terhadap rupiah.
Ada modus lain berdagang bahan baku, yakni berkedok industri farmasi agar bebas mengimpor bahan kimia. Ini dilakoni PT Oryza Pharma Indonesia di Cikande, Serang, Banten. Oryza didirikan oleh manajemen pabrik jamu Herbalindo Sukses Makmur milik pengusaha jamu tersohor, Thee Mariana Kurniawan. "Oryza hanya kedok, tidak pernah berproduksi," kata Beno Cornelis, mantan karyawan Herbalindo.
Tempo tak melihat kesibukan di pabrik Oryza, yang luasnya setengah hektare, pada Selasa pekan lalu. Di sana hanya ada sembilan pegawai. Mariana menolak diwawancarai ketika dihubungi Jumat pekan lalu. "Saya tak mau berkomentar," ucap wanita itu, lalu menutup telepon.
Lucky telah mengendus permainan Mariana, pemilik tiga perusahaan farmasi dan pemegang izin berdagang bahan baku farmasi. Dia diduga mengimpor bahan kimia obat melalui pelabuhan tikus. "Sudah kami segel dan tak ada lagi surat keterangan impor untuk mereka." Namun Lucky tak mau jika institusinya disebut kecolongan.
Seorang distributor bahan kimia obat mengatakan Mariana sebetulnya juga mengimpor bahan farmasi dari Singapura lewat pelabuhan resmi. Cara serupa dilakukan dua produsen jamu pesaing Mariana. Modus-modus ini tentu harus diwaspadai pula oleh BPOM.
Akbar Tri Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo