Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menuju Akhir Tom & Jerry

Bakrie menggunakan US$ 50 juta untuk mengunci Bumi Plc. Pengurangan jumlah suara bisa menjadi petaka.

17 Februari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NATHANIEL Philip Victor James Rothschild seperti mencemooh Grup Bakrie. Baron finansial asal London yang berdomisili di Swiss ini menuding mitra yang kini menjadi seterunya itu sejatinya sedang bermanuver untuk menguasai Bumi Plc seraya menyatakan ingin hengkang dari perusahaan batu bara yang bermarkas di London, Inggris, tersebut.

"Betapa putus asanya Grup Bakrie serta sekutunya untuk tetap mengendalikan Bumi Plc," kata Nathaniel Rothschild via juru bicaranya, Ian Middleton, Kamis pekan lalu. Sebaliknya, Nat—begitu ia disapa— merasa yakin bisa menekuk lawannya dalam rapat umum pemegang saham, Kamis pekan ini.

Manuver yang dimaksud Nat adalah ini: Rabu pekan lalu, direksi Bumi Plc mengumumkan telah menandatangani kesepakatan menerima proposal Bakrie untuk meninggalkan perusahaan sekaligus menguasai 100 persen PT Bumi Resources, perusahaan tambang batu bara terbesar di dunia. Jajaran direksi Bumi Plc saat ini memang dikuasai kubu Bakrie. Di sana, antara lain, ada sekondan Bakrie, Samin Tan, yang duduk sebagai chairman, serta CEO Nick von Schirnding.

Proposal Bakrie berupa tran­saksi tukar guling saham Bumi Plc dan Bumi Resources. Bakrie melepas semua sahamnya di Bumi Plc 23,8 persen. Sebaliknya Bumi Plc melepas sahamnya di Bumi Resources 10,3 persen. Total saham Bumi Plc di Bumi Resources adalah 29,28 persen. Sisa 18,9 persen saham akan dibayar tunai US$ 278 juta, lima hari setelah semua berkas perjanjian diteken kedua belah pihak. Tapi proposal membeli 85 persen saham PT Berau Coal Energy Tbk dari Bumi Plc tak disinggung dalam pengumuman itu.

Sebagai tanda jadi, Bakrie harus menyetor deposit US$ 50 juta kepada Bumi Plc paling lambat Jumat pekan lalu. Penekenan perjanjian dengan Bakrie, menurut Von Schirnding, adalah langkah awal memajukan perusahaan. "Inti dari transaksi ini secara finansial akan memberikan jumlah signifikan kepada para pemegang saham Bumi Plc," ujarnya.

Saham Bumi Plc dimiliki perusahaan Samin, Bakrie, dan Nat. Selain itu, ada saham kepunyaan publik. Sedangkan 70,7 persen saham Bumi Resources dikuasai Bakrie.

1 1 1

Pengumuman Bumi Plc mendahului rapat umum pemegang saham, yang memang belum dijadwalkan. Manajemen yakin bisa memperoleh dukungan suara dari para pemegang saham. "Karena mereka adalah pemegang saham, bukan wakil pemegang saham," tutur analis MNC Securi­ties, Reza Nugraha, kepada Viva B. Kusnandar dari Tempo, Kamis pekan lalu. "Rothschild cuma punya 11 persen." Manuver itu memukul Nat, yang ingin mencopot 12 dari 14 anggota direksi, termasuk Samin, melalui rapat umum pemegang saham yang akan digelar pada Kamis pekan ini di Honourable Artillery Company, Armoury House, di City Road, London.

Proposal Nat untuk pergantian direksi diajukan pada awal Januari lalu. Investor kakap berusia 41 tahun ini menilai direksi tak cakap dan menjadi boneka Bakrie. Nat hanya akan mempertahankan dua orang andalannya, yaitu Sir Graham Hearne dan Stephen Saphiro. Ini bagian dari operasinya menggagalkan proposal Bakrie. Belakangan Hearne dan Saphiro balik badan dan mengancam mundur jika Nat mendepak 12 teman mereka.

Juru bicara Bumi Plc, Ed Simpkins, mengingatkan para pemegang saham, usul Nat untuk mengganti direksi akan membuat transaksi pemisahan Bakrie senilai US$ 580 juta gagal. "Padahal transaksi itu satu-satunya cara realistis untuk memulihkan aset perusahaan," katanya.

Toh, Nat berkukuh minta Samin dilengserkan. "Mempertahankan Samin sama dengan mempertahankan sekutu Bakrie," ujar Ian Middleton, Senin pekan lalu. Pemegang saham diyakinkan bahwa Samin dan Bakrie adalah dua sisi dari sebuah koin. Tekanan terhadap teman dekat keluarga Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie itu dijawab dengan penandatanganan persetujuan proposal Bakrie dua hari kemudian.

Proposal itu diajukan pada Desember tahun lalu setelah muncul data dari sumber anonim tentang penyelewengan uang di Bumi Resources dan Berau. Bakrie menuduh Nat menyadap data itu dari laptop petinggi kedua perusahaan batu bara tadi. Investigasi atas kasus itu pun digelar. Hubungan Bakrie-Nat yang tadinya mesra berubah bak Tom dan Jerry, tak lama setelah mereka berkongsi di Vallar Plc, nama lama Bumi Plc, sejak medio 2010.

Perseteruan mereka membuat Nat dan sejumlah orang Bakrie terpental dari kursi direksi. Harga saham Bumi Plc dan Bumi Resources pun terjun bebas tahun lalu. Saham Bumi Resources mencapai titik nadir Rp 550 per saham pada 27 November 2012. Harga saham Bumi Plc juga turun menjadi 147 pence pada 26 September. Namun, sehari setelah kesepakatan Bumi Plc-Bakrie diteken, harga saham Bumi Resources melonjak 26,39 persen menjadi Rp 910 per lembar. Sebaliknya harga saham Bumi Plc anjlok 52,8 pence (11,87 persen) menjadi 392 pence.

1 1 1

Kesediaan Bakrie menyediakan US$ 50 juta bukan tanpa syarat. Mereka minta Bumi Plc mempertahankan jajaran direksi hingga transaksi kelar. Artinya, Bakrie ingin proposal Nat ditolak. "Ini bukan syarat main-main. Kalau dilanggar, kami akan mengambil langkah hukum," kata juru bicara Bakrie, Christopher Fong, Rabu pekan lalu. Uang deposit juga bakal dikembalikan kalau kesepakatan mandek sampai 30 Mei 2013, kecuali Bakrie merenegosiasi perjanjian.

Bila Bumi Plc wanprestasi, Bakrie akan mengambil paksa sisa sahamnya di Bumi Plc melalui Otoritas Jasa Keuangan. "Mereka harus membayar US$ 8 miliar kepada Bakrie." Jika itu terjadi, Bumi Plc harus menguras kocek US$ 4 miliar (sekitar Rp 38,5 triliun) untuk sisa 70 persen saham di Bumi Resources yang beredar di pasar plus tambahan US$ 4 miliar untuk membayar utang Bumi Resources.

Kubu Nat menyebut syarat itu menunjukkan niat Bakrie menguasai Bumi Plc via sekutunya dengan mengorbankan pemegang saham minoritas. "Kenapa mereka harus peduli siapa yang mengontrol Bumi Plc setelah mereka pergi?" kata Ian Middleton. Ia lalu mengingatkan putusan Take Over Panel London pada 20 Desember tahun lalu bahwa Bakrie hanya memiliki suara tak lebih dari 29,99 persen dalam rapat pemegang saham.

Sanksi ini dijatuhkan karena Bakrie dan Bukit Mutiara diam-diam terafiliasi ketika membeli saham Vallar. Akibatnya, hak suara Bakrie dan Bukit Mutiara, yang diwa­kili Recapital Asset Management, dikurangi. "Kami harap putusan tersebut tak berdampak pada penawaran kami kepada Bumi Plc," ujar Fong. Bukit Mutiara adalah anak usaha Recapital milik Rosan P. Roeslani. Rosan menjabat Direktur Utama Berau sebelum akhirnya mengundurkan diri.

Namun para pengamat sangsi akan kemampuan Bakrie melunasi transaksi secara tunai. Analis Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan tak ada jaminan pula Bakrie bisa membayar sisa transaksi secara kontan. "Ada kemungkinan dana kurang cukup. Bakrie bisa saja menyiapkan strategi lain," ujarnya.

Walau aset seluruh usaha Bakrie masih bernilai US$ 228 juta setelah dikurangi uang panjar US$ 50 juta, melepas aset membutuhkan waktu lama. Apalagi total utang Bakrie dan Bumi Resources yang harus dilu­nasi US$ 3,79 miliar atau sekitar Rp 36,38 triliun.

Fong tak menjawab ketika ditanya dari mana bosnya akan memperoleh uang untuk melunasi transaksi. Ia juga bungkam sewaktu dimintai konfirmasi soal kabar bahwa sejumlah media, jalan tol, dan properti milik Bakrie bakal dilego.

Jobpie Sugiharto, Gustidha Budiartie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus