Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beragam jamu dalam kemasan bergambar wanita cantik dengan ekspresi menggoda itu dijajakan di lapak milik Poniman, sebut saja begitu, di tepi Jalan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di sebuah kemasan bahkan ada gambar wanita disandingkan dengan "kuda yang sedang meringkik". Jamu itu mengklaim berkhasiat meningkatkan kemampuan dan daya tahan syahwat kaum pria. Harganya Rp 10-15 ribu per bungkus.
Poniman mengaku konsumen mulai membeli dan menenggak jamu itu selewat pukul sembilan malam. Kalau sedang ramai, 10-15 bungkus jamu terjual dalam semalam. Jika lagi sepi, "Paling tiga bungkus," katanya, Senin malam pekan lalu.
Untuk meyakinkan calon pembeli, pria 28 tahun itu berpromosi dengan gaya testimoni. Poniman mengaku sudah mencoba berbagai merek jamu tersebut sebelum berhubungan intim dengan istrinya. Efeknya terasa sekitar setengah jam setelah menenggak jamu. Ereksinya lebih keras dan tahan lama. Lelaki bertubuh kecil ini percaya bahwa produk jamu yang dijualnya tidak mengandung bahan kimia obat sehingga aman dikonsumsi.
Jamu kuat seperti itu tak hanya gampang dijumpai dan dibeli di lapak-lapak di pinggir jalan, tapi juga bisa dipesan secara online. Cukup banyak situs di dunia maya menjual jamu yang menyebut berbahan herbal itu. "Jamu ini 100 persen aman dan tanpa efek samping," begitu iming-iming yang ditawarkan kepada konsumen.
Benarkah jamu tersebut aman? Berdasarkan pengujian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sekitar tiga persen obat tradisional alias jamu yang beredar di pasar terbukti mengandung bahan kimia obat. Jenis jamu yang dicampur bahan kimia obat itu beragam, dari jamu pelangsing, asam urat, rematik, hingga jamu vitalitas pria. Pada jamu pelangsing, campuran bahan kimia obat yang ditemukan adalah sibrutamin. Jamu asam urat-rematik dicampur parasetamol atau fenilbutason. Adapun jamu vitalitas pria dioplos dengan sildenafil sitrat atau tadalafil.
Berdasarkan pengujian itu, BPOM rutin mengeluarkan peringatan bagi publik. Selain mengingatkan risiko dari konsumsi jamu semacam itu, badan pengawas obat pemerintah tersebut menegaskan bahwa jamu tak boleh dicampur bahan kimia obat.
Pengujian secara independen yang dilakukan Tempo di laboratorium PT Sucofindo, Jakarta, dua pekan lalu, menguatkan dugaan banyaknya produk jamu yang dicampur bahan kimia obat. Ada tiga jenis jamu yang diuji, yakni jamu vitalitas pria, pelangsing, dan pegal linu-asam urat.
Jamu bermerek Cobra, yang diklaim sebagai obat kuat, terbukti positif mengandung sildenafil. Sedangkan jamu serupa bermerek Benpasti dinyatakan negatif mengandung sildenafil. Hasil uji jamu Ben Pasti ini berbeda dengan hasil pengujian BPOM pada 2010, yang menyebutkan jamu ini positif mengandung sildenafil.
Adapun jamu pegal linu-asam urat bermerek Akar Dewa dan jamu pegal linu merek Wang Tong terbukti positif mengandung parasetamol. Sebagai pembanding, jamu komplet pegal linu Sido Muncul dinyatakan negatif mengandung parasetamol. Pada pengujian yang sama, jamu galian singset produk Nyonya Meneer tidak mengandung sibrutamin, sedangkan jamu langsing ayu merek Arma positif mengandung sibrutamin.
Sejatinya, BPOM sudah melarang peredaran jamu yang positif mengandung bahan kimia obat, seperti merek Akar Dewa, Arma, dan Cobra. Namun larangan itu tak bertaji. Buktinya, sampai kini produk itu masih gampang diperoleh di berbagai tempat.
"Kalau minum obat tradisional efeknya langsung terasa, berarti mengandung bahan kimia obat," begitu Bahdar Johan Hamid, Deputi Bidang Obat Tradisional BPOM, secara gampang membedakan jamu tradisional yang seratus persen herbal dengan jamu yang diduga mengandung bahan kimia obat. Bahdar menyampaikan hal itu dalam temu media tentang pengawasan obat tradisional di kantornya beberapa waktu lalu.
Ia mengingatkan pada dasarnya bahan kimia adalah racun. Mengkonsumsi bahan kimia tanpa kejelasan dosis, misalnya yang dicampur dalam jamu, akan sangat membahayakan tubuh. Bisa dibilang, minum jamu yang bercampur bahan kimia obat merupakan tindakan meracuni tubuh sendiri.
Menurut temuan BPOM, pada 2001-2007, tren yang muncul adalah jamu dicampur obat rematik dan penghilang rasa sakit. Bahan kimia yang lazim dipakai adalah fenilbutason, metampiron, parasetamol, dan asam mefenamat. Sedangkan pada 2008-2011, mayoritas jamu pelangsing dicampur bahan kimia sibrutamin. Adapun jamu penambah stamina pria dioplos dengan sildenafil sitrat atau tadalafil—bahan kimia yang dipakai untuk pengobatan disfungsi ereksi. Pada 2012, tren jamu kembali dicampur dengan obat rematik dan penghilang rasa sakit.
Penggunaan obat penghilang rasa sakit, seperti parasetamol, yang tidak terukur, Bahdar mengingatkan, bisa menyebabkan kerusakan hati. Adapun penggunaan fenilbutason, yang lazim dipakai sebagai obat antirematik, bisa menyebabkan mual, muntah, dan perdarahan lambung. Efek yang lebih berat, zat kimia obat ini bisa menyebabkan gagal ginjal.
"Mual, muntah, kenaikan tekanan darah, gangguan mood, hingga depresi bisa terjadi setelah mengkonsumsi sibrutamin," ucap dokter Rizki Sari, pengelola Atha Beaty Care, Karawaci, Tangerang, yang kerap menangani pasien yang ingin langsing. Sebagian pasiennya itu mengkonsumsi jamu yang terbukti positif mengandung bahan kimia obat, termasuk jamu bermerek Arma.
Tak hanya itu, sibrutamin juga bisa mengganggu saluran cerna dan fungsi lever. Jika liver terganggu, otomatis kerjanya mendetoksifikasi racun dalam tubuh berkurang. Bahan kimia ini juga punya efek samping berupa meningkatnya denyut jantung, sulit tidur, kejang, penglihatan kabur, dan gangguan ginjal.
Penggunaan sibrutamin dengan dosis terukur saja memiliki efek samping, apalagi yang serampangan seperti yang dicampurkan pada jamu itu. "Soalnya, kita tidak pernah tahu berapa banyak dosis sibrutamin yang dimasukkan ke jamu pelangsing itu," kata Rizki.
Bagaimana dengan efek samping sildenafil sitrat, yang banyak dioplos dalam jamu vitalitas pria? BPOM dengan gamblang menyebut sederet efek samping yang mungkin terjadi, antara lain sakit kepala, muka merah, pusing, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, gangguan jantung, jantung berdebar-debar, hingga kematian.
Nur Rasyid, dokter spesialis urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, yang rutin menangani kasus disfungsi seksual pria, tegas mewanti-wanti penggunaan sildenafil sitrat. Efek samping yang dikhawatirkan, menurut dia, bukan karena interaksi antara obat kimia dan bahan herbal. Obat itu sendiri, misalnya sildenafil, punya kontraindikasi, yakni bagi penderita jantung yang sedang menggunakan obat golongan nitrat.
Penjelasannya begini, sildenafil dan obat golongan nitrat sama-sama bekerja dengan melebarkan pembuluh darah: satu di daerah penis, satu lagi di jantung. Jika dipakai secara bersamaan, bisa terjadi pelebaran pembuluh darah yang tak terkontrol. Aliran darah menuju jantung bisa tidak cukup sehingga terjadi gangguan jantung.
Untuk pasien disfungsi ereksi, kata dokter Nur, dosis sildenafil dimulai dari yang terkecil, baru dinaikkan jika dinilai kurang. Nah, pada jamu yang dicampur sildenafil, dosisnya tidak jelas sehingga risiko munculnya efek samping lebih besar.
Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen BPOM Hary Wahyu menegaskan lembaganya tidak pernah memberikan izin jamu berlabel obat kuat. Sebab, istilah obat kuat tidak dikenal dalam kamus kedokteran. Yang ada adalah persetujuan obat untuk indikasi disfungsi ereksi, seperti sildenafil atau tadalafil. Alhasil, jamu yang diklaim sebagai obat kuat, seperti yang dijual Poniman, bisa dipastikan jamu ilegal.
Dwi Wiyana, Amirullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo