Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Banzai di lantai 20

Pertamina menandatangani kontrak penjualan tambahan 2,12 juta ton lng kepada chubu electric, bekerja sama dengan nisho iwai. saingan datang dari australia. pertamina menerobos pasar spot di amerika.

5 September 1987 | 00.00 WIB

Banzai di lantai 20
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BANZAI, kata orang Jepang, di lantai 20 Kantor Pusat Pertamina di Jalan Perwira, Jakarta. Kontrak diteken, Jumat pekan lalu, uang sudah boleh mulai dihitung untuk penjualan LNG selama tiga tahun. Itulah hasil buka mata dan pasang kuping. Begitu mendengar proyek LNG milik Mobil Oil di Kanada berantakan karena cadangannya tak mungkin diharapkan, Ramly langsung melakukan operasi ketok pintu sana ketok pintu sini. Direktur Utama Pertamina itu terbang ke Jepang menemui Kamezaburo Matsunaga, Presiden Chubu Electric, yang lagi kelabakan lantaran sudah telanjur teken kontrak dengan proyek itu. LNG yang masih melimpah di bumi Bontang, Kalimantan Timur, langsung disodorkan. "Semula sedikit pesimistis, karena Pertamina sudah memasok 51% dari kebutuhan LNG Jepang," ujar Ramly. MITI, Departemen Perindustrian dan Perdagangan Internasional Jepang, memang tak tinggal diam. Strateginya -- Jepang tak boleh terlalu bergantung pada sumber energi sebuah negara -- sulit ditembus. Ramly terpaksa berkali-kali terbang ke Tokyo untuk melobi para birokrat di sana, sembari mengatur siasat dengan para eksekutif perusahaan pembangkit listrik nomor tiga di Jepang itu. Hasilnya, ditandatangani kontrak penjualan tambahan 2,12 juta ton LNG kepada Chubu Electric, yang harus diselesaikan dalam waktu tiga tahun. Pengapalan pertama akan dilakukan awal bulan depan, oleh kapal tanker Asake Maru, 80.000 m3 LNG dari Bontang. Selama ini, berdasarkan kontrak yang sudah ditandatangani sebelumnya, Pertamina setiap tahun memasok 3,65 juta ton selama 20 tahun. Berapa persisnya nilai kontrak itu? Masih jadi rahasia perusahaan. Yang pasti, penandatanganan dilakukan di saat yang tepat: harga lagi pasang naik. Menurut laporan departemen keuangan Jepang, Juni lalu harga tercatat US$ 176 per ton, sedangkan di awal tahun baru US$ 162. Penambahan permintaan ini erat berkaitan dengan rencana besar Chubu. "Keluar dari minyak," ujar Ogata, juru bicara Chubu. Itu bisa dibuktikan. Bulan depan, tiga stasiun pembangkit listriknya di Pawague, kota di barat daya Nagoya, yang sudah dimodifikasikan dan bahan bakar minyak ke LNG, siap diuji coba. Di saat yang sama, sebuah stasiun baru bertenaga LNG dan pangkalan bunker LNG di Yokaichi diresmikan. Anehnya, kontrak jangka pendek itu membuat Pertamina tak bisa berhubungan langsung dengan Chubu, tapi lewat perusahaan perantara Nusantara Gas Services (NGS). Perusahaan itulah yang membeli dari Pertamina dengan harga FOB (ongkos angkut dan asuransi ditanggung pembeli), dan menjual kepada Chubu dengan harga CIF (ongkos angkut dan asuransi ditanggung penjual). Sedangkan pengangkutannya dikontrakkan kepada Asia Gas Transport, perusahaan patungan antara Nisho Iwai, Mitsui OSK Lines, Japan Lines, dan K Lines. Dalam skenario Pertamina, munculnya perusahaan itu ternyata disengaja, untuk menggenjot pasoknya ke Jepang. "Kita perlu rekanan berpengalaman di pasar Jepang," ujar Ramly. Posisi Pertamina di perusahaan itu memang kuat dengan menguasai 60% saham. Sisanya dimiliki oleh Nisho Iwai, yang sudah 15 tahun jadi sekondan Pertamina dalam membuka pasar Jepang. Salah satu lubang pasar yang tengah diincar Pertamina adalah para konsumen kecil, yang sering luput dari perhatian saingan. Maklum, di Jepang kini tengah menjamur stasiun-stasiun pompa gas independen, yang menurut MITI jumlahnya diperkirakan mencapai 59 ribu buah. Tapi bayangan penurunan saham pasar LNG Pertamina di Jepang sudah tampak di mata Menteri Pertambangan dan Energ Subroto. "Munculnya Australia sebagai ek sportir LNG akan mengurangi peranar Indonesia," ujarnya. Chubu sendiri, sejak Oktober 1989, bakal mendapat pasokan 900 ribu ton LNG per tahun dari Negeri Kanguru itu. Tapi Subroto yakin, penurunan itu akan bisa diimbangi oleh kontrak-kontrak dengan negara lain. Belakangan, Pertamina memang tampa bergairah memburu pasar. Bahkan di awa tahun ini, ketika AS dilanda musim yan kelewat dingin, Pertamina mencoba menerobos pasar spot di sana. Tak tanggung-tanggung pula, dua tanker penuh LNC ditugasi menelusuri Pantai Timur. Sebuah langkah yang belum pernah dilakukan oleh para pendahulu Ramly. Hasilnya lumayan laku 40.325 kilo liter di Boston. Menurut Sarwar Hobohm dari The Eco nomist Intelligence Unit, usaha semacam ini akan memacu pertumbuhan sektor perminyakan dan gas Indonesia sampai 12,5% pada 1990, sebelum turun kembali ke 5,5% di tahun berikutnya. Pertamina akan menghadapi pasar-pasar yang ditinggalkan oleh negara-negara non-OPEC yang mengalami penurunan produksi. Selama ini, Pertamina setiap tahun memasok 14,7 juta ton LNG ke Jepang, yang sudah dilakukan sejak sepuluh tahun silam. Dengan nilai kontrak, berdasarkan pada harga tahun 1986, total berjumlah US$ 3,4 milyar. Sedangkan ke Korea Selatan, yang baru dimulai Oktober tahun lalu, hanya 2 juta ton per tahun selama 20 tahun. Sementara itu, kontraknya dengan Taiwan China Petroleum Corp., yang bernilai US$ 250 juta untuk memasok 1,5 juta ton LNG per tahun selama 20 tahun, baru bisa dilaksanakan pada 1990 -- menunggu Train E di Bontang selesai dibangun. Sayangnya, soal keuangan masih membayangi proyek US$ 400 juta itu, meski pemenang tendernya sudah jelas: Chyoda dan Mistubishi dari Jepang yang berhasil menggusur Kellog dan Lurgi dari AS. Perundingan antara kedua perusahaan itu dan Industrial Bank of Japan, yang diharapkan menjadi sumber dana utama, belum juga usai. Menurut koran Financial Times, hanya Chyoda yang sudah mulai bekerja dengan merogoh koceknya sendiri. Sedangkan Mitsubishi masih ngambek. Kini, dengan kapasitas 17,3 juta ton per tahun, Indonesia sudah menjadi pemasok 40% kebutuhan LNG dunia. Praginanto & Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus