Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) masih mengerjakan berbagai penelitian terkait pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Staf Ahli Bappenas sekaligus Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota, Imron Bulkin, mengatakan perencanaan besar baru akan rampung paling cepat akhir tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Setelah kajian awal, ada penekanan yang lebih lebih teknis dan mendetil," ujarnya kepada Tempo, Rabu 28 Agustus 2019.
Bila merujuk kerangka waktu penggeseran ibu kota yang disusun
Bappenas hingga 21 Agustus lalu, penyusunan kajian dimulai sejak 2017. Tahun depan, prosesnya berlanjut ke tahap penyiapan regulasi hingga perencanaan kawasan.
Imron membenarkan lembaganya sempat mengalokasikan Rp 24 miliar untuk paket studi tatanan kota, yang masuk dalam rencana anggaran Bappenas 2019. "Masih banyak studi perencanaan, misalnya soal detail engineering design (DED), juga master plan," ujarnya, tanpa merincikan besaran alokasi untuk perencanaan lanjutan.
Presiden Joko Widodo menunjuk Kalimantan Timur sebagai calon lokasi ibu kota negara yang baru. Meski koordinatnya belum dipublikasi, pusat pemerintahan akan berdiri di wilayah yang mengiris dua kabupaten, yaitu Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Pemindahan ibu kota diyakini bisa membawa dampak ekonomi ke kawasan sekitarnya, termasuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,1- 0,2 persen.
Deputi Pengembangan Regional Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata, memastikan pemilihan lokasi dipertimbangkan secara matang. Dari kajian unitnya, terdapat 9 kriteria penilaian, mulai dari ketersediaan lahan, hingga aspek pertahanan. Hasilnya, terdapat 7 poin yang membuat pilihan negara mengerucut ke Kalimantan Timur.
"Kami punya berbagai variabel. Bagaimana dampaknya ke wilayah setempat dan kepada nasional," tuturnya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan lembaganya membutuhkan sekitar Rp 865 miliar untuk mengawali pembangunan infrastruktur dasar ibu kota anyar. Namun, nilainya itu belum dimasukkan dalam pagu kebutuhan Kementerian PUPR hingga 2020.
"Itu 'uang muka' yang kami hitung untuk prasarana dasar. Belum ditambah dalam pagu sekarang karena akan dioptimalisasi lagi," ujar Basuki dalam rapat kerja Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, kemarin.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Danis Hidayat Sumadilaga, mengatakan anggaran studi perencanaan infrastruktur dasar sedang diajukan. Jumlahnya belum dipastikan. Namun, sudah ditentukan kebutuhan Rp 90 miliar untuk sejumlah studi terkait pemukiman, salah satunya soal tata bangun lingkungan seluas 40 ribu Hektare. "Kami sedang menyiapkan desain. Masih berproses."
Anggota Komisi Infrastruktur dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, justru bereaksi karena belum ada alokasi menyangkut ibu kota baru dalam rencana keuangan Kementerian PUPR tahun depan. Padahal, nilainya menembus Rp 120,2 triliun. "Pembangunan kota baru ini jadi seperti wacana saja. Harusnya mulai serius," tuturnya kepada Tempo.