Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Bambang Brodjonegoro menargetkan biaya logistik pengiriman barang di Indonesia pada 2024 turun menjadi 20 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Saat ini, biaya logistik Indonesia masih menyentuh 24 persen dari PDB.
"Kalau sekarang mungkin biaya logistik kita di atas 20 persen. Kita harap 2024 udah di bawah 20 persen dan 2045 itu harus di bawah 10 persen," kata Bambang dalam Workshop OECD Advancing Indonesia's Structural Priorities for RPJMN the 2020-2045 di kantor Bappenas, Jakarta, Rabu, 9 Omtober 2019.
Bambang mengatakan biaya logistik Indonesia yang masih tergolong tinggi berdampak pada logistic performance index atau indeks performa logistik. Berdasarkan pemeringkatan indeks performa logistik skala global, Indonesia masih menempati posisi ke-46. Indonesia kalah lima tingkat dengan Malaysia yang menempati peringkat ke-41.
Indonesia juga kalah jauh dengan Singapura yang telah menempati posisi ketujuh dalam pemeringkatan indeks performa logistik skala global. Sedangkan Cina menempati posisi ke-26, Thailand ke-32, dan Vietnam ke-39.
Bambang mengatakan biaya logistik bisa ditekan dengan dua cara. Pertama, pemerintah mesti terus membangun infrastruktur untuk mempercepat konektivitas barang dan jasa. Kedua, pemerintah harus memperbaiki jaringan distribusi.
Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, beberapa waktu lalu menilai biaya logistik menjadi masalah serius dalam bidang transportasi. Sebab, tingginya biaya logistik menyebabkan harga komoditas turut melonjak tajam.
"Contohnya harga jeruk. Mengapa harga jeruk Cina lebih murah dibanding jeruk Medan di pasar? Ini karena ongkos antar yang tinggi. Jeruk asli Medan kalah murah dengan jeruk Cina," katanya, Juni lalu.
Ellen mengatakan penyebab mahalnya biaya logistik bukan hanya karena terbelit faktor infrastruktur, tapi juga manajemen pengiriman barang. Ia menilai, saat ini waktu angkut barang di Indonesia masih tidak efisien karena buruknya manajemen.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini