Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Baru Sekadar Terapi Psikologis

Dana cadangan bersama sebesar US$ 120 miliar diharapkan mampu menahan badai krisis global. Belum memberikan dampak signifikan.

2 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAN putih bercampur krem membalut Menteri Ke­uangan Sri Mulyani Indrawati, Ahad dua pekan lalu. Warna cerah itu membuatnya paling mencolok di antara pejabat ASEAN beserta Jepang, Cina, dan Korea Selatan yang berseragam gelap. Senyum-senyum mengembang tatkala kamera mengabadikan mereka di depan Hotel Beach, salah satu resor di Phuket, Thailand bagian selatan.

Sesi foto tadi mengakhiri pertemuan multilateral tersebut. Menurut Sri Mulyani, sejumlah kabar gembira diputuskan. Salah satunya kesepakatan penghimpunan dana cadangan bersama hingga US$ 120 miliar. Uang sebesar ini diperoleh dari patungan. Anggota ASEAN hanya diwajibkan menyumbangkan 20 persen, sedangkan selebihnya ditanggung Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Setiap penyumbang berhak mencairkan dana melalui pertukaran mata uang secara bilateral (bilateral swap arrangement).

Dari dana sebesar itu, Indonesia dipastikan mendapat US$ 12 miliar dari Jepang. Sedangkan Cina dan Korea tengah mempertimbangkan menggelon­torkan US$ 4 miliar dan US$ 2 miliar. Gubernur Bank Indonesia Boediono menyampaikan, pemerintah juga sedang bernegosiasi dengan negara lain untuk mendapat fasilitas serupa. ”Masih dibicarakan,” kata Boediono.

Konsep dana cadangan bersama ini sebenarnya sudah lama bergulir. Setelah krisis ekonomi menerjang Asia pada 1998, pemangku kekuasaan di sektor keuangan membahas soal ini. Dari beberapa pertemuan, akhirnya digelar Chiang Mai Initiative pada 2003. Saat itu, dana yang disepakati baru US$ 20 miliar. Oktober tahun lalu, jumlahnya ditingkatkan menjadi US$ 80 miliar.

Dua bulan kemudian, saat pemberla­kuan secara efektif Piagam ASEAN, brankas bersama ini diusulkan kembali dikembangkan hingga US$ 120 miliar. Tujuannya untuk menanggulangi dampak krisis global. Dalam pembicaraan tingkat kepala pemerintahan tadi, besaran dan bagaimana mekanismenya diserahkan kepada menteri-menteri ke­uangan. Nah, pada pertemu­an spesial menteri-menteri keuangan dua minggu lalu itulah secara sah ditetapkan angkanya. Sedangkan mekanisme dan detail aturan yang lain akan ditetapkan Mei mendatang.

Menurut Pande Radja Sila­lahi, ekonom Center for Strategic and International Studies, sumbangan terbesar kesepakatan itu bukanlah pada berapa nilai uang yang dapat dipergunakan, melainkan pada terciptanya rasa percaya diri. ”Jadi, bisa saja dana itu tak digunakan,” kata Pande. Dalam impitan krisis yang berembus dari Amerika, dia melanjutkan, keyakinan bahwa ekonomi suatu negara tetap sehat adalah faktor utama.

Pertemuan Phuket juga membawa angin segar bahwa ada cara pandang bersama dalam menahan badai krisis. ASEAN plus Jepang, Cina, dan Korea memiliki hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi. Penduduk ASEAN yang membeludak merupakan pasar potensial bagi para pemilik modal di tiga negara tersebut.

Ikhsan Modjo, ekonom Institute for Development of Economics and Finance sepakat. Pengumuman adanya dana hingga US$ 120 miliar yang siap digunakan sekadar terapi psikologis di saat krisis. Bila melihat cadangan devisa Indonesia yang mencapai US$ 50,8 miliar, menurut dia, angka itu masih aman setidaknya hingga empat bulan ke depan guna menutup likuiditas impor.

Selain itu, penambahan uang miliar­an dolar itu memberikan sentimen positif terhadap nilai rupiah untuk kembali menguat. Hanya, ia menyayangkan mengapa keputusan itu baru diambil saat ini. ”Kalau Oktober sudah ditetapkan, mungkin rupiah tidak seloyo ini,” kata Ikhsan.

Walau sentimen positif tercipta, Ketua Komite Bidang Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bambang Soesatyo melihat belum ada dampak signifikan terhadap dunia usaha. Menurut dia, ketidakpastian eksternal dan lemahnya daya beli masyarakat lebih menentukan laju perekonomian.

Salah satu indikatornya adalah kegiatan ekspor-im­por masih lesu. Hingga minggu ketiga bulan lalu, nilai impor bahan baku hanya US$ 3,5 miliar, jauh dari Januari 2008 yang mencapai US$ 9,5 miliar. Ini merupakan indikasi ekspor bakal turun lagi dalam beberapa bulan ke depan. Jika ditarik mundur, kegiatan industri juga bakal melemah. Soal ini juga penting untuk dibicarakan dalam forum ASEAN plus itu.

Muchamad Nafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus