Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahkamah Konstitusi Cabut Pasal Bredel
MAHKAMAH Konstitusi mengabulkan uji materi Undang-Undang Pemilu yang mengatur lembaga pers dan penyiaran dalam masa kampanye. Mahkamah menyatakan pasal yang antara lain memberikan wewenang kepada Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers untuk menjatuhkan sanksi kepada media massa yang dianggap melanggar itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Undang-undang itu mewajibkan media massa menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk wawancara, berita, serta iklan peserta pemilu. Pelanggaran atas pasal ini diancam dengan sanksi. Jika Komisi Penyiaran dan Dewan Pers tak menjatuhkan sanksi tujuh hari sejak pelanggaran, Komisi Pemilihan Umum bisa memberikan sanksi kepada penyelenggara kampanye.
”Pasal-pasal di atas menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud Md., Selasa pekan lalu. Misalnya, soal kewenangan memberikan sanksi, Dewan Pers tidak memilikinya. Keputusan ini disetujui semua hakim konstitusi.
Uji materi diajukan pemimpin redaksi Harian Terbit, Sinar Harapan, Suara Merdeka, Rakyat Merdeka, Media Bangsa, Koran Jakarta, Warta Kota, serta tabloid Cek dan Ricek.
Aturan Pengganti Undang-Undang Pemilu Diteken
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Pemilihan Umum Legislatif, Kamis pekan lalu. Aturan ini memuat dua hal: perbaikan rekapitulasi daftar pemilih tetap dan penandaan surat suara lebih dari satu kali.
”Amanat Presiden bahkan sudah dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Jumat pekan lalu. Sesuai dengan ketentuan, aturan itu harus segera diajukan ke Dewan untuk dimintakan persetujuan.
Aturan ini membuka peluang kepada Komisi Pemilihan Umum untuk memperbaiki daftar pemilih yang masih berantakan. Pemberian suara lebih dari satu kali, yang dianggap tak sah oleh Undang-Undang Pemilu, juga dimungkinkan. Namun aturan ini tidak memuat soal penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak seperti keputusan Mahkamah Konstitusi.
Pilot Marwoto Dituntut Empat Tahun
MANTAN pilot Garuda, Kapten Marwoto bin Komar, 46 tahun, dituntut pidana empat tahun penjara. Jaksa penuntut umum menyatakan ia mengabaikan prosedur pendaratan sehingga menyebabkan kecelakaan yang menewaskan 21 penumpang di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, 7 Maret 2007.
”Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pesawat udara celaka, hancur, dan rusak serta mengakibatkan korban jiwa,” kata jaksa Modim Aristo saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, Senin pekan lalu.
Menanggapi tuntutan itu, Marwoto akan menyampaikan pembelaan pada persidangan 10 Maret mendatang. ”Saya akan gigih untuk membuktikan upaya yang saya lakukan waktu itu,” ujarnya seusai sidang. M. Assegaf, penasihat hukum Marwoto, mengatakan tuntutan jaksa tidak mempertimbangkan keterangan para saksi dan ahli.
Ketua KPU Jawa Timur Batal Jadi Tersangka
BEGITU resmi menjadi Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam mencabut status tersangka atas Wahyudi Purnomo, ketua Komisi Pemilihan Umum provinsi itu. Status ini ditetapkan dua pekan lalu oleh Inspektur Jenderal Herman Sumawiredja, kepala kepolisian yang digantikan Anton.
Wahyudi dituding bertanggung jawab atas dugaan manipulasi daftar pemilih tetap untuk pemilihan ulang Gubernur Jawa Timur di Bangkalan dan Sampang. Menurut Anton, polisi masih dalam tahap penyelidikan dan belum penyidikan. ”Jadi belum ada tersangka,” katanya di markas Kepolisian Jawa Timur, Jumat pekan lalu.
Herman Sumawiredja menandatangani surat pemberitahuan dimulainya penyidikan pada 18 Februari lalu. Penetapan ini dilakukan menindaklanjuti laporan kubu Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono yang menemukan banyak kejanggalan dalam daftar pemilih. Di antaranya ratusan pemilih dengan nama sama, pemilih tanpa nomor induk kepegawaian, pemilih di bawah umur, juga nama-nama fiktif.
Bentrokan Dua Kubu KNPI
Dua kubu kepengurusan Komite Nasional Pemuda Indonesia baku hantam di kantor pusat organisasi itu di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu. Dua tokoh yang berseteru, Aziz Syamsudin dan Ahmad Doli Kurnia, sama-sama mengklaim berhak berkantor di tempat itu.
Polisi memeriksa 35 saksi dari kedua kubu. Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Firman Santyabudhi mengatakan akan menjerat para pelaku dengan pasal antipremanisme. ”Dari fakta, ada aksi kekerasan dan perusakan,” kata Firman.
Kedua kubu sama-sama melaporkan kasus ini ke polisi. Kubu Aziz melaporkan kubu Doli ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan dengan tuduhan menganiaya. ”Dua anggota saya luka kena sabetan badik dan parang,” kata Aziz, yang mengklaim sebagai ketua umum sah setelah pertemuan pemimpin daerah KNPI se-Indonesia pada 11 Februari di Bandung.
Adapun kubu Doli melaporkan kasus penyerangan kubu Aziz ke kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya. Doli menuding kepengurusan Aziz tidak sah dan menyalahi mekanisme partai. ”Pertemuan di Bandung itu hanya ajang silaturahmi. Bagaimana mungkin ada proses pemilihan kepengurusan?” kata Doli.
Komisi Antikorupsi Geledah Kimia Farma
KOMISI Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor PT Kimia Farma Trading, rekanan Departemen Kesehatan dalam pengadaan alat roentgen. Penggeledahan dilakukan sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di departemen itu.
Penggeledahan kantor di Gedung Gajah, Jalan Sahardjo, Jakarta Selatan, dan Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat, itu dilakukan Rabu pekan lalu. Satu hari sebelumnya, kantor rekanan Departemen Kesehatan yang lain, PT Bhineka Hudaya Raya, di kawasan Rawamangun, Jakarta, juga digeledah.
Komisi menetapkan pemimpin proyek Mardiono sebagai tersangka. Saat proyek dilaksanakan pada 2007, ia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen. Nilai proyek alat kesehatan ini ditaksir Rp 15,7 miliar, dengan kerugian negara diperkirakan Rp 4,8 miliar.
Wakil Ketua Bidang Penindakan Komisi, Chandra M. Hamzah, menduga rekanan swasta melibatkan dua subkontrak dari PT Kimia Farma Trading. Modus korupsi ini adalah penggelembungan anggaran belanja tambahan serta penunjukan langsung. ”Spesifikasi yang diajukan nilainya terlalu besar, bukan untuk rumah sakit terpencil, melainkan spesifikasi untuk rumah sakit besar,” ujar Chandra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo