BAYER bukan hanya dikenal dengan "klap, secepat itu pula" dalam
membasmi serangga seperti bunyi iklan obat penyemprot nyamuk
Baygon. Perusahaan pembuat pestisida dan obat-obatan itu
ternyata memasyarakatkan sahamnya.
Sebanyak 2.324 ribu saham dengan nilai masing-masing Rp 1.000
(dengan penawaran Rp 1.325/lembar) akan dijual di pasar modal 28
Juni, hanya sebulan semenjak penggabungan tiga perusahaan Bayer
menjadi PT Bayer Indonesia bulan Mei lalu: PT Bayer Farma
Indonesia, produsen barang-barang farmasi, PT Bayer Agrochemical
yang menghasilkan pestisida, dan PT Bayer Anyar Chemical dengan
hasil utamanya bahan kimia industri. Langkah pertama setelah
ketiganya bersatu adalah menyedot dana dari masyarakat.
Anak perusahaan Bayer AG, Leverkusen, Jerman Barat itu jadi lega
setelah Badan Pelaksana Pemasaran Modal (Bapepam) menyetujui go
public pada acara dengar pendapat akhir. Jumlah saham yang bakal
dijual kepada umum itu meliputi 30% dari seluruh modal yang akan
dimilikinya sekitar Rp 7,7 milyar.
Saham yang dijual itu berupa saham preferensi. Pembeli jenis
saham yang pertama kali diperkenalkan kepada khalayak Indonesia
ini nantinya mendapat jaminan akan memperoleh deviden mendahului
pemegang saham biasa.
Selain itu, pemegang saham preferensi juga berhak mendapat
pembagian laba setelah pemilik saham biasa mendapat deviden.
"Cara ini merupakan usaha untuk memberikan keyakinan bagi
masyarakat pemodal dalam menanamkan dananya lewat pembelian
saham dari perusahaan yang sehat dan baik," kata Sutadi Sukarya,
Ketua Bapepam ketika mengadakan dengar pendapat dengan PT Bayer
Indonesia, pertengahan Juni.
Komposisi pemilikan saham PT Baver Indonesia -- perusahaan ke-13
yang go public -- setelah penjualan saham nanti akan berubah.
Bayer AG, Leverkusen memiliki 60% (Rp 4,6 milyar), partner
Indonesia 10% (Rp 774 juta) dan saham preferensi yang dijual
lewat pasar modal sebesar 30% (Rp 2,3 milyar).
Bayer di Indonesia sejak 1957 beroperasi lewat perusahaan
sendiri, dan 10 tahun kemudian baru bisa mendirikan pabrik PT
Bayer Farma Indonesia di Cibubur Jakarta. Bayer AG dari Jerman
Barat itu kemudian memperluas usahanya dengan mendirikan (1972)
PT Bayer Agrochemical yang memproduksi pestisida. Jangkauannya
semakin luas setelah perusahaan itu membeli (1981) PT Rohn &
Hass Indonesia, pabrik kimia di Gresik, Jawa Timur, dan kemudian
bernama PT Bayer Anyar Chemical.
Hasil produksi Bayer -- lewat iklannya yang agresif -- memang
berhasil merasuki hampir setiap rumahtangga. Uang hasil
penjualan yang diperoleh pada 1977 sebesar Rp 5,3 milyar dan
empat tahun kemudian membengkak menjadi Rp 37,4 milyar.
Keuntungan yang dinikmati juga naik pesat Rp 316 juta (1977),
dan empat tahun kemudian Rp 1,9 milyar. "Kami boleh dikata di
atas semuanya, karena masyarakat telah mengenal produk Bayer,"
kata S. Rijanto, manajer umum PT Bayer Indonesia.
Bayer memang sedang "di atas angin". Barang yang dibuatnya
gampang menembus pasaran, karena "produk kami tidak ada
saingannya," kata H.J. Klett, Direktur Utama PT Bayer Indonesia
kepada TEMPO. Karena itu pula, hampir 50% barang bermerk Bayer
dengan leluasa menyerbu pasaran di Jawa. "Selebihnya, untuk luar
Jawa dan juga diekspor ke Brunei, Malaysia dan Singapura,"
demikian Klett.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini