PERUSAHAAN pelayaran Pelni menginjak usia ke-35 dalam suasana prihatin. Tak ada pesta semarak disiapkan melengkapi acara puncak ulang tahun pesero pemerintah itu, Selasa pekan ini. Di kantor pusat Pelni, di Jalan Angkasa, Jakarta Pusat, hari jadi perusahaan itu cuma dirayakan dengan tumpengan. "Soalnya, tahun 1987 tahun yang mengkhawatirkan buat Pelni. Tahun ini, kami diperkirakan mulai rugi lagi," kata Dirut PT Pelni Sudharno Mustafa. Wajah orang pertama Pelni itu tampak sedikit lesu ketika menyampaikan perkiraan muram tersebut. Helaan napasnya terdengar berat setiap kali menyinggung masalah yang membelit Pelni. Perusahaan ini berdiri dengan nama NV KPM sebelum diambil alih pemerintah dan diubah namanya menjadi PT Pelayaran Nasional pada 1952. Memiliki 90 cabang di seluruh Indonesia persero ini terus-menerus dilanda kerugian sejak berdiri. Malah, banyak pihak meragukan perusahaan ini bisa ditolong dari kebangkrutan setelah habis-habisa dicerca garagara kasus tenggelamnya kapal KM Tampomas - menewaskan lebih 600 orang penumpang - di perairan Masalembo, Sulawesi pada 1980. Suara pesimistis juga terdengar ketika Sudharno tiga tahun lalu ditunjuk memimpin perusahaan yang waktu itu dililit utang sekitar Rp 5,6 milyar. Tapi, siapa menduga dengan kerja kerasnya Sudharno ternyata menepis semua keraguan itu. Pernah memimpin perusahaan pelayaran PT Bahtera Adiguna, Sudharno. 58, pelan-pelan berhasil membangun kembali Pelni hingga bisa mencapai untung dua tahun setelah masuk kantor. Laki-laki kelahiran Garut, Jawa Barat, ini begitu masuh Pelni memang langsung menggebrak. Rasionalisasi diberlakukan - di antaranya dengar memberhentikan sekitar 4.000 karyawan dan melakukan pelbagai penertiban lainnya Hasilnya cukup mengejutkan. Tahun 1985 Pelni berlaba sebanyak Rp 166 juta keuntungan pertama selama tiga dekade terakhir. Tahun lalu, perusahaan itu berhasi meraup untung sekitar Rp 4 milyar. Tapi, itulah. Sejumlah problem kemudiar muncul. Sukses itu, menurut Sudharno, tak bisa dipertahankan tahun ini. Ia membe berkan pelbagai penyebabnya. Pertama, harga suku cadang kapal, yang sebagian besa diimpor, akibat devaluasi naik sampai 45% Kedua, asuransi kapal juga naik sekitar 40% dari tarif sebelumnya. Selain itu, yang jug ikut mendongkrak biaya operasional Pelni adalah kenaikan harga-harga di dalam negeri yang besarnya diperkirakan 20% sampai 25%. Sementara itu, "Tarif angkutan barang tak boleh dinaikkan, dan tarif penumpang hanya naik 8,7%," kata Sudharno. Faktor-faktor itu saja sebenarnya sudah membuat sulit Pelni. Kini, ada pemberat lain yang mau tak mau harus diterima. Dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 4/1985 -instruksi penertiban pelbagai kesemrawutan di pelabuhan - Pelni kehilangan tambahan pendapatan dari bongkar-muat dan angkutan bandar (terminal operation) di pelbagai pelabuhan. Pos ini, sebelumnya, termasuk salah satu pos pemasukan terbesar pesero pemerintah itu. "Sebagai contoh, selama tiga bulan sebelum diberlakukannya Inpres Nomor 4, kami sempat mendapatkan keuntungan Rp 3 milyar lebih," kata Sudharno. Pemasukan dari sektor ini merupakan penutup defisit Pelni dari sektor lainnya, seperti angkutan penumpang yang pada 1985 saja rugi Rp 3,2 milyar. Terakhir Pelni ditunjuk pula untuk menangani proyek pelayaran perintis, yang sebelumnya dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. "Kami senang saja menerima tugas negara. Pelni 'kan perusahaan yang juga harus melayani masyarakat," ujar Sudharno. Berapa kerugian yang bakal diterima Pelni? Sudharno menampik menggambarkan angka, baik dalam bentuk rupiah maupun persen. Tapi, dia toh sudah menyusun ancang-ancang. "Pertama, menggiatkan sistem angkutan. Misalnya dengan door to door service," kata Sudharno. Maksudnya, agar Pelni tak sekadar menunggu barang yang mau diangkutnya di pelabuhan. Tapi mulai menjemput dan mengantar barang angkutan ke tempat tujuan. "Kami juga akan mengefektifkan promosi kapal penumpang dan meningkatkan mutu pelayanan," ujar Dirut Pelni itu lagi. Sambil juga berusaha menekan biaya dengan cara memperketat pengawasan operasional. Pendeknya, "Nakoda" Sudharno kelihatannya masih harus bekerja lebih keras: memimpin sekitar 4.000 karyawan dengan 60 kapal yang kini dimiliki Pelni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini