Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Proyek infrastruktur warisan Presiden Jokowi membebani negara.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan ibu kota baru tak seharusnya dikerjakan.
Pemerintah mengabaikan satu prinsip penting dalam pembangunan infrastruktur.
MASA pemilihan presiden sudah tiba. Saatnya kita mencermati apa saja warisan masalah ekonomi yang akan menjadi beban presiden baru kelak. Mari kita mulai dari proyek infrastruktur yang menjadi prioritas utama Presiden Joko Widodo hampir sepuluh tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua ekonom ataupun analis tentu sepakat, memprioritaskan pembangunan infrastruktur adalah strategi yang rasional. Namun sebenarnya itu belum lengkap. Tak cuma memprioritaskan, pemerintah juga harus memilih dengan cermat proyek macam apa yang akan dibangun sehingga benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Jika pemerintah salah pilih, alih-alih memberi manfaat, proyek itu hanya akan menjadi warisan beban berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu proyek yang berpotensi menjadi contoh salah pilih adalah kereta cepat Jakarta-Bandung. Saat ini masyarakat memang masih terpapar euforia melihat barang baru yang menakjubkan seperti kereta berteknologi tinggi yang bisa melaju secepat 350 kilometer per jam itu. Padahal yang lebih pantas bangga semestinya adalah pemerintah ataupun insinyur Cina yang berhasil mengekspor teknologi mahal itu ke Indonesia. Amat mahal bahkan karena proyek itu memakan ongkos US$ 7,2 miliar atau sekitar Rp 111,4 triliun dalam kurs sekarang.
Kebutuhan dana yang begitu besar semestinya membuat pemerintah sejak awal tak membangun proyek ini. Ada satu prinsip penting yang diabaikan: proyek infrastruktur hanya dapat memberikan keuntungan sosial dan ekonomi optimal kepada masyarakat jika secara finansial mampu hidup mandiri secara berkelanjutan.
Idealnya, proyek itu bisa beroperasi dari penghasilannya sendiri tanpa menimbulkan beban bagi keuangan negara. Selama bertahun-tahun ke depan, ekonom Faisal Basri bahkan menyebutnya sampai kiamat, operasi kereta cepat berpotensi merugi dan menimbulkan beban finansial bagi negara.
Sarana transportasi mewah ini tak akan mampu beroperasi secara komersial. Tanpa subsidi pemerintah, harga karcisnya tak akan terjangkau. Jumlah penumpangnya tak mencukupi untuk menghasilkan pendapatan yang memadai bagi operatornya.
Selain membebani keuangan negara, subsidi bagi kereta cepat akan menimbulkan pertanyaan serius tentang kepantasan penggunaan uang pembayar pajak. Pantaskah penumpang kereta cepat, yang notabene bukan warga miskin, mendapat subsidi untuk menikmati fasilitas semewah itu?
Ongkos yang terlalu besar juga berpotensi menyeret pemerintah Indonesia ke dalam jebakan utang. Mulanya pemerintah mengklaim proyek ini tak bakal memakai anggaran negara sama sekali. Namun terjadi pembengkakan biaya US$ 1,2 miliar yang memaksa PT Kereta Cepat Indonesia China menarik utang baru dari China Development Bank. Syaratnya, US$ 550 juta dari total utang itu, yang merupakan bagian pihak Indonesia, harus mendapat jaminan pemerintah.
Pertengahan September lalu, terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 yang memberikan jaminan pemerintah atas utang proyek kereta cepat. Jaminan ini menandai suatu tahap penting: mulai saat itu, negara secara finansial terlibat dalam proyek yang pada awalnya dinyatakan 100 persen urusan bisnis antarkorporasi tersebut.
Ada satu catatan lagi. Proyek kereta cepat di Indonesia merupakan bagian dari program One Belt One Road (OBOR), inisiatif ambisius pemerintah Cina yang mengklaim akan membangun infrastruktur di 250 negara. Dalam perjalanannya, sejak program itu dicanangkan pada 2013, banyak negara mitra OBOR terbelit utang kepada Cina untuk mengongkosi proyek-proyek mereka. Celakanya, banyak proyek dalam skema OBOR yang juga menimbulkan keraguan: apakah itu benar-benar bermanfaat bagi ekonomi negara penerima?
Persoalan semacam ini sebaiknya menjadi perdebatan serius di antara calon-calon presiden dalam kampanye bulan depan. Selain proyek kereta cepat, ada lagi proyek infrastruktur warisan Jokowi yang berpotensi menjadi masalah serius di masa depan. Misalnya pembangunan ibu kota baru. Investor tentu ingin tahu bagaimana para calon presiden akan mengatasinya jika terpilih kelak.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Warisan Beban Proyek Jokowi"