Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pekerja atau buruh yang bekerja pada hari pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 atau 14 Februari 2024, berhak menerima upah kerja lembur. Kebijakan ini disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melalui Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Hari Libur Bagi Pekerja/Buruh pada Hari dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur nasional atau hari yang diliburkan secara nasional. Ida menegaskan, pengusaha harus memberikan kesempatan bagi pekerja atau buruh untuk menggunakan hak pilihnya. Jika pada hari tersebut mereka harus bekerja, maka pengusaha wajib mengatur waktu agar mereka tetap dapat menggunakan hak pilihnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian, pekerja atau buruh yang bekerja pada hari pemungutan suara berhak atas upah kerja lembur beserta hak-hak lainnya sebagaimana yang diatur oleh peraturan perundang-undangan untuk hari libur resmi. Surat tersebut diterbitkan pada 26 Januari 2024 lalu dan disampaikan kepada seluruh gubernur di Indonesia.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, pekerja atau buruh memang berhak atas upah lembur jika harus tetap bekerja pada 14 Februari. "Jadi sebenarnya bukan soal hari pencoblosan atau tidak, tetapi sepanjang ada dilakukan di tanggal merah, maka pengusaha wajib memberikan upah lembur kepada pekerja yang pada saat itu bekerja di tanggal merah atau tanggal libur," katanya kepada Tempo, dikutip pada Rabu, 7 Februari 2024.
Dia menambahkan, pengusaha harus membayarkan upah lembur sebesar dua kali lipat kepada pekerja yang masuk kerja di hari libur. "Besarannya itu dua kali lipat kalau tidak salah. Jadi, kebetulan Pemilu itu libur nasional maka pengusaha wajib memberikan upah lembur ketika si pekerja tersebut melakukan pekerjaan di hari itu."
Selama ini, berdasarkan laporan yang diterima Aspek Indonesia, umumnya pengusaha patuh terhadap peraturan tersebut. "Selama ini dibayar sih. Ini untuk anggota saya ya, saya gak tau di yang lain-lain. Saya komunikasi dengan federasi dan organisasi yang lain, selama ini sih dibayar," ujarnya.
Mirah menambahkan, persentase perusahaan yang patuh terhadap peraturan tersebut sekitar 90 persen. Dia memperkirakan ada 10 persen pengusaha yang nakal atau tidak patuh.
"Jumlah perusahaan yang membayar itu sekitar 90 persen, selebihnya hanya 10 persen mungkin (yang tidak membayar). Itu pun perusahaan-perusahaan yang dalam tanda kutip, perusahaan-perusahaan yang kecil-kecil atau menengah. Kalau perusahaan sudah besar dan punya nama, 100 persen dibayar."
Bagaimana Ketentuannya?
Menurut akun X resmi @KemenakerRI, dasar penghitungan upah kerja lembur berdasarkan pada upah bulanan. Upah lembur per jam dihitung dengan cara 1/173 dikalikan dengan upah per bulan. Apabila komponen upah terdiri dari upah pokok plus tunjangan tetap, maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 persen.
Bila pekerja dibayar per hari, maka perhitungan upah lembur ada dua skema. Pertama, upah sehari dikalikan dengan 25 jika bekerja 6 hari dalam sepekan. Jika bekerja selama 5 hari dalam sepekan, maka perhitungannya adalah upah sehari dikalikan dengan 21.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja mengatur tiga hak yang mesti diterima pekerja. Selain upah kerja lembur, ada kesempatan untuk istirahat secukupnya dan pemberian makanan serta minuman minimal 1.400 kilokalori jika bekerja lembur selama 4 jam atau lebih. Dengan catatan, tidak dapat diganti dengan uang.