Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belajar dari Kasus Rempang, Bangka Belitung Optimalkan Pengelolaan Tanah Adat

Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Suganda Pandapotan Pasaribu ingin optimalisasi pengelolaan tanah adat. Belajar dari kasus Pulau Rempang.

26 September 2023 | 19.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Suganda Pandapotan Pasaribu menginginkan optimalisasi pengelolaan tanah adat dan desa di Kepulauan Babel guna menghindari kasus tanah di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami tidak menginginkan kasus tanah adat di Pulau Rempang terjadi di Kepulauan Babel," kata Suganda Pandapotan Pasaribu saat membuka Seminar Nasional Perlindungan Hukum Negara Atas Hak Tanah Adat Masyarakat Melayu di Pangkalpinang, Selasa, 26 September 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan secara pribadi maupun seluruh elemen masyarakat adat Babel tentu menginginkan agar negara khususnya pemerintah baik pemerintah daerah, instansi vertikal terkait di daerah, masyarakat adat di daerah dan seluruh pemangku kepentingan dapat bersama-sama membantu agar peran governmentality dalam bidang pertanahan bisa terlaksana dengan baik. 

"Kami menginginkan agar tanah adat, tanah desa yang ada di Pulau Bangka dan Belitung dapat dikelola atau di-manage secara optimal, sehingga bisa dimanfaatkan kembali untuk kepentingan masyarakat maupun anak cucu nanti," katanya.

Menurut dia, Seminar Nasional Perlindungan Hukum Negara Atas Hak Tanah Adat Masyarakat Melayu yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung ini sangat penting dan krusial di tengah isu pengayoman negara terhadap hak tanah adat yang gencar jadi sorotan publik akhir-akhir ini. 

"Saya memandang negara maupun masyarakat tentunya berupaya memastikan agar masa depan bangsa ini berjalan dengan baik. Untuk itu, kita tidak boleh menutup mata terhadap konsep dan tatanan bangsa ini," katanya.

Ia menyatakan pada negara-negara demokrasi, idealnya negara justru memberi banyak ruang bagi hidup warganya, sebab merekalah puncak tertinggi dari rantai kekuasaan. Pantas bila disebut kedaulatan di tangan rakyat yang dijalankan melalui undang-undang.

"Kita tidak mau di Negeri Serumpun Sebalai ini, kepentingan masyarakat adat mengelola tanah-tanah mereka dibajak secara semena-mena oleh pihak manapun," katanya.

Ia menginginkan adanya kesamaan langkah baik yang dilakukan pemerintah untuk pembangunan maupun dengan upaya masyarakat adat melindungi hak-hak tanah mereka untuk keseimbangan lingkungan.

"Melalui seminar ini, semoga kita bisa memformulasikan rumusan-rumusan dan pandangan positif atas peran negara dalam pengayoman terhadap hak tanah adat masyarakat di daerah ini," katanya.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus