EKSPORTIR tekstil dan produk tekstil bakal tak bisa lagi berlaku culas. Pekan silam, sebuah SK dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) dilayangkan pada mereka: Dua tahun sejak mendapat izin ekspor, mereka harus mampu menjual dagangannya senilai US$ 400 ribu, atau izinnya dicabut. "Kejutan. Saya baru tahu dari koran" ujar Frans Seda, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, menanggapi SK yang berlaku sejak 13 Juni silam. Itu pun mereka juga harus menjalani uji coba. Dalam enam bulan pertama, mereka harus bisa menggaet US$ 100 ribu dari pasar nonkuota, sebelum mendapat pengakuan resmi dari pemerintah. Di samping itu, sebuah sanksi juga siap dijatuhkan setiap saat, bagi mereka yang tak sanggup memenuhi jatah kuotanya. Pada periode berikutnya, jatah mereka akan dipangkas 200% dari sisa kuota yang tak termanfaatkan. "Ini merupakan suatu dorongan," tambah Frans. Tiada jalan lain, mereka juga harus menjual sisa kuota itu lewat Bursa Komoditi Indonesia (BKI). "Yang nakal itu jangan main-main lagi, lah." ujar Dirjen Daglu Kumhal Djamil, kepada Suara Karya. Sebuah pengaman juga dibangun untuk mereka yang masih ingin coba-coba. Dalam seminggu, semua Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan harus sudah menandatangani Surat Keterangan Asal dari setiap kuota yang sudah dilepas. Dan harus langsung dikirim kepada nirektur Ekspor, sedangkan salinannya kepada BKI. Sebaliknya, BKI juga harus melakukan hal yang sama pada setiap transaksi. "Ini memang perlu, karena banyak ekportir yang suka menyunat atau menambah jatah kuotanya," ujar Sinaa, Direktur PT Unilon Textile Industries. Praktek-praktek gelap yang dilakukan selama ini, menurut Sinaga, adalah dengan membeli dokumen aspal untuk menambah kuota. Atau membiarkan kuota yang mubazir sampai mendekati batas waktu terakhir, lalu menjual di bawah tangan dengan harga tinggi. Itu semua bisa terjadi berkat dukungan dari orang dalam, tentunya. Suara sumbang belum muncul. Hanya saja, Musa, Presiden Direktur PT Tiga Manunggal Synthetic Industry, merasa lebih cocok kalau target minimal yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan tiap-tiap pengusaha. "Saya kira ada yang mampu US$S 2,5 juta atau US$ 10 juta," ujarnya. Dia sendiri mengaku, tahun ini nilai ekspor perusahaannya bisa mencapai US$ 25 juta. Para pengusaha yang ikut ambil bagian di pasar ekspor memang bakal tambah bervariasi. SK itu tak lagi mengharuskan pengusaha memiliki 100 mesin utama untuk menjadi Eksportir Terdaftar Tekstil dan Produk Tekstil, yang selama ini dianggap memberatkan para pengusaha. Bahkan eksportir yang bukan produsen pun berhak menjadi ETTPT. Praginanto & Riya Sesana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini