GULA Jawa atau gula merah, yang dikenal juga sebagai gula aren di Indonesia, mulai dijajakan ke pasaran internasional. Ronnie Kiagoes, salah seorang pengusaha yang ikut misi dagang ke Selandia Baru, pekan lalu, memperkenalkan komoditi unik itu kepada pengusaha makanan di Negeri Kiwi itu. Importir makanan terkemuka di negara itu, James Crips Ltd., terpikat: membeli gula Jawa yang bermerk dagang Java Sugar. Bukan hanya gula merah yang dijajakan misi yang diketuai Djukardi Odang dari Pantja Niaga ke negara di halaman belakang Indonesia itu. Perusahaan Odang sendiri, misalnya, menawarkan berbagai macam jenis komoditi, seperti tekstil, pakaian jadi, mebel dari rotan, bahkan produk kimia, ke negara yang dihuni 70 juta domba dan 3 juta manusia itu. Sementara itu, Ronnie, dari PT Crystal Mandiri Indonesia, juga menawarkan buah-buahan - seperti mangga, rambutan, bahkan durian - yang ternyata disukai penduduk sana. Selama ini Selandia Baru belanja dari Taiwan, Korea, atau Singapura. Selama dua pekan, misi dagang yang terdiri dari 12 pengusaha itu memang menjajakan macam-macam. Sebagian, yang tergabung di Indonesia-New Zealand Business Club itu, juga berniat memperbesar impor dari negara penghasil wol itu. Steve Sondakh dari Hero Supermarket, misalnya, berniat membeli lebih banyak barang dari Selandia Baru, seperti susu, keju, dan daging, untuk dipasarkan. Kecuali urusan makanan, pihak Indonesia juga berharap dapat membeli keahlian dan teknologi tinggi negara maju itu. Pengusaha galangan kapal, Wim G. Gobel dari Marspec, misalnya, membeli desain kapal dari aluminium, karet, dari fiberglass dari negara yang penduduknya memang menyukai olah raga bahari itu. "Jika saya berhasil, berarti kebutuhan akan kapal-kapal pesiar atau perahu-perahu olah raga yang selama ini diimpor bisa dipahami," kata Gobel. Selain memproduksi kapal untuk pesiar, Gobel juga menyuplai kapal patroli untuk instansi pemerintah, seperti Bea Cukai, Polisi, dan Hankam. Berhasil atau tidaknya misi swasta itu memang belum bisa diramalkan. Tapi sambutan yang diberikan pengusaha di negara - yang kini berpenghasilan US$ 12.000 per kapita itu meriah juga. Puluhan pengusaha menghadiri dua buah seminar yang diselenggarakan sponsor, Arthur Young, di Auckland dan Wellington. Belasan pengusaha lainnya kontak langsung dengan anggota-anggota misi. Sambutan pemerintah Selandia Baru tidak kalah ramahnya. Di setiap acara resmi, pejabat Departemen Perdagangan Selandia Baru mengambil peran penting. Bahkan, dalam sebuah cocktail, Perdana Menteri David Lange menyempatkan hadir. "Misi dagang Indonesia itu saya nilai sangat penting. Sebab, dengan pertemuan itu, pengusaha kedua negara tahu produk-produk apa saja yang saling diperjualbelikan," kata David Lange kepada TEMPO. David Lange, yang akhir bulan lalu mengunjungi Indonesia, merasa mendapat kejutan. Kemajuan di Indonesia, katanya, jauh dari yang semula dibayangkannya. "Saya kira kedua negara bisa saling mengisi," ujar Lange, yang sangat berminat menjual teknologi tingginya ke Indonesia. "Tapi, jangan salah kira, untuk bidang-bidang tertentu, seperti industri pesawat terbang, Indonesia lebih maju dari kami," tambahnya. Pekan ini tim dari PT Industri Pesawat Terbang Nusantara, yang dipimpin Menteri B.J.Habibie sendiri - atas undangan pemerintah Selandia Baru - memang berkunjung ke negara itu untuk menjajakan pesawat terbang kepada petani-petani di negara itu. Bukan hanya Lange yang menilai kunjungan misi Indonesia itu sangat penting. Pengusaha serta pejabat-pejabat perdagangan juga beranggapan demikian. "Saya optimistis perdagangan antara kedua negara bisa ditingkatkan - misi ini telah meletakkan landasan yang paling berharga untuk itu," kata Kepala Wilayah Departemen Perdagangan Selandia Baru di Auckland, Ian Landon Lane, kepada TEMPO. Selama ini volume dagang kedua negara memang terhitung kecih Indonesla, tahun lalu, mengimpor barang-barang dari sana senilai sekitar Rp 50 milyar. Sedangkan ekspor, yang sebagian besar minyak, bernilai sekitar Rp 200-an milyar. Kalau Selandia Baru mempunyai prospek besar dalam menggalakkan hubungan dagangnya dengan Indonesia, apa yang bisa didapat Indonesia dari negara yang berpenduduk hanya 3 juta lebih itu? "Kalau kita berdagang ke situ, ibaratnya berdagang di Pasar Boplo - bukan di Pasar Senen apalagi di Pasar Pagi," ujar seorang anggota misi. Tapi Djukardi Odang, yang merasa pernah berhasil memimpin misi ke Iran dan Vietnam, menganggap penting Selandia Baru. "Jangan lihat penduduknya, tapi lihatlah sebagai negara terkemuka di kawasan Pasifik," ujar Odang. Pengusaha kawakan itu berpendapat bahwa meningkatnya hubungan dagang dengan Selandia Baru berarti membuka hubungan ke kawasan Pasifik. "Kalau negara-negara Asia lainnya bisa, kenapa kita tidak?" ujar Odang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini