Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan motor, angkutan umum, dan mobil pribadi berjalan lambat saat melewati Desa Kebon Cau, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis siang pekan lalu. Kendaraan-kendaraan itu mengurangi lajunya lantaran ada jalan rusak sepanjang dua kilometer. Bopengan dan aspal berlubang menyebar di pinggir dan tengah jalan Ciasem-Blanakan ini. Untuk menghindarinya, pengemudi terpaksa zigzag mencari bagian jalan yang lebih mulus.
Sebagian ruas jalan Kalijati menuju Sukamandi juga rusak. Kerusakan telanjang tampak di sepanjang jalur Rancabango hingga Purwadadi. Perjalanan menjadi tak nyaman. Waktu tempuh pun menjadi lebih lama. Jarak Blanakan-Subang sepanjang 50 kilometer biasanya ditempuh 45 menit, tapi kini bisa dua kali lipatnya.
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang sebenarnya sudah berencana memperbaiki ruas-ruas jalan yang rusak itu. Sumber pembiaya annya berasal dari dana stimulus fis kal. Tapi, menurut Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Subang H. Umar, Bina Marga belum memperbaikinya lantar an belum melakukan tender untuk menunjuk pelaksana proyeknya. Tender awal tak bisa digelar lantaran daftar isian pelaksanaan anggarannya baru diterima Kamis pekan lalu. ”Bisa menimbulkan masalah jika tender lebih awal,” katanya kepada Tempo di Su bang pekan lalu.
Proyek pembangunan jalan tol Solo Karanganyar bernasib lebih baik. Pembebasan lahan masyarakat dengan sumber dana dari stimulus fiskal sudah mulai berjalan. Di Desa Karangturi, Gondangrejo, misalnya, pembebasan tanah masyarakat setempat sudah rampung. Tanah-tanah itu sedang diuruk dan diratakan. ”Baru sekitar 400 meter dari total 2,6 kilometer tanah yang akan diuruk,” kata Kepala Desa Karangturi Giyarto di Karanganyar, Jawa Tengah, pekan lalu.
Proyek infrastruktur di Subang dan Karanganyar hanyalah segelintir proyek Departemen Pekerjaan Umum yang dananya bersumber dari stimulus fiskal. Masih banyak proyek infrastruktur di departemen lain dengan sumber dana yang sama.
Stimulus fiskal merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi dampak resesi global terhadap perekonomian Indonesia. Akibat resesi global, pertumbuhan ekonomi 2009 diprediksi anjlok menjadi 4-5,5 persen dibanding 6,1 persen tahun lalu. Untuk merangsang pembangunan, pemerintah mengucurkan paket dana stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun. Sekitar Rp 12,2 triliun (15 persen) dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang menyerap jutaan tenaga kerja. Selebihnya untuk pemotongan pajak.
Departemen Pekerjaan Umum menerima kucuran dana stimulus fiskal terbesar, Rp 6,6 triliun. Departemen Perhubungan mendapat Rp 2,2 triliun. Selebihnya dialokasikan ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mine ral, Departemen Pertanian, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Departemen Perdagangan, serta beberapa departemen lain. Dari departemen di pusat, dana stimulus diserahkan juga ke dinas-dinas di semua provinsi di Indonesia (lihat ”Membuat Kinclong Pasar Tradisional”).
Sayangnya, realisasi penyerapan sti mulus fiskal itu masih rendah kendati Dewan Perwakilan Rakyat sudah menyetujuinya pada Februari 2009. Di Departemen Pekerjaan Umum, misalnya, realisasi penyerapan dana stimulus fiskal baru 20 persen, naik dibanding Mei lalu sebesar 2 persen. ”Itu penyerapan di pusat. Untuk penyerapan di daerah, saya belum tahu,” kata Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan Umum Agoes Widjanarko kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Di Departemen Perhubungan juga tak jauh berbeda. ”Baru delapan persen terserap,” ujar juru bicaranya, Bambang S. Ervan, di Jakarta pekan lalu.
Deputi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Widianto mengungkapkan, sampai akhir Juni lalu, penyerapan dana stimulus fiskal secara nasional pusat dan daerah baru sekitar lima persen. Alhasil, pelaksanaan puluhan proyek infrastruktur masih terkatung-katung. Rendahnya penyerapan itu antara lain terjadi karena kesimpangsiuran admi nistrasi dan kewenangan pusat dan daerah. Lokasi proyeknya ada di daerah sehingga wewenang diklaim ada di sana. Tapi daftar isian pelaksanaan proyeknya didrop dari pusat. ”Baru sekarang clear,” ujar Bambang. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menargetkan penyerapan dana stimu lus fiskal dan pekerjaan fisiknya bisa terserap seluruhnya pada September-Oktober mendatang.
Ternyata bukan hanya penyerapan dana stimulus fiskal yang rendah. Penyerapan belanja (anggaran) modal di departemen, kementerian, dan instansi negara juga masih minim. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009, belanja modal pemerintah dipatok Rp 685 triliun. Sampai akhir semester pertama, belanja modal—pengeluaran atau investasi negara yang dialokasikan lewat departemen dan kemen terian—baru terealisasi sekitar 33,4 persen atau Rp 228,9 triliun.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Harry Azhar Azis, geleng-geleng kepala melihat rendah nya penyerapan stimulus fiskal. ”Saya kecewa sekali. Kami sudah beri izinnya, pemerintah malah berleha-leha,” katanya. Jika penyerapan stimulus lebih lancar, tekanan pada ekonomi Indonesia sudah berkurang. Anggota Dewan dari Fraksi Partai Golkar ini juga tak habis pikir dengan masih rendahnya penye rapan anggaran—kejadian yang berulang dalam tiga tahun terakhir. Dengan persetujuan APBN pada Oktober 2008, seharusnya tender proyek bisa digelar pada Maret 2009. Pelaksanaan pekerjaan bisa dilaksanakan pada April dan rampung pada Agustus-September.
Rendahnya penyerapan realisasi sti mulus fiskal dan belanja modal rutin tak bisa dipandang remeh. Itu bisa menjadi bumerang buat pemerintah. Investasi pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur menjadi sedikit dan rendah. Pembangunan pun melambat dan ujungnya menekan pertumbuhan ekonomi. ”Jumlah orang miskin bisa bertambah lagi,” kata Harry.
Pada triwulan pertama 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih bagus, 4,4 persen, di tengah pertumbuhan ekonomi global minus 1,8 persen. Pertumbuhan itu lebih banyak disumbang oleh tingginya pertumbuhan konsumsi masyarakat dan pemerintah. Sebaliknya, pertumbuhan investasi masih minim. Ekspor dan impor malah negatif. Pertumbuhan ekonomi triwulan kedua juga masih lumayan, sekitar 3,7 persen. Lagi-lagi laju konsumsi menopangnya. ”Tekanan resesi global masih berat di triwulan kedua,” kata Kepala Ekonom Bank Danamon Indonesia Anton Gunawan di Jakarta pekan lalu.
Pelaksanaan pemilihan umum legislatif 9 April dan pemilihan umum presiden 8 Juli tampaknya menjadi berkah bagi perekonomian kita. Pesta demokrasi ini turut memicu pertumbuhan konsumsi pada semester pertama 2009. ”Pengaruhnya sangat positif,” kata Deputi Neraca dan Analisa Statistik Badan Pusat Statistik Slamet Sutomo kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Berdasarkan perhitungan peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, total pengeluaran pemilu mencapai Rp 35,5 triliun. Itu berasal dari pe ngeluaran pemerintah pusat dan daerah, para calon anggo ta le gislatif dan Dewan Perwa kilan Daerah, serta para calon presiden dan wakil presiden. Dengan simulasi Tabel Input-Output 2000, pemilu legislatif memicu pertumbuhan ekonomi triwulan pertama sebesar 0,65-0,7 persen, dan pemilu presiden mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan kedua sekitar 0,22-0,27 persen. ”Secara keseluruhan, perputaran dana pemilu mendorong pertumbuhan ekonomi semester pertama sebesar 1,08 persen,” ujarnya kepada Tempo pekan lalu.
Berkah yang tersamar (blessing in disguise) pemilu sudah habis pada semester pertama lalu. Karena itu, kata Teguh, pemerintah mesti bekerja keras lagi menggenjot mesin pertumbuhan ekonomi lainnya. Dia mengingatkan, kombinasi rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi stimulus fiskal, sedikitnya tambahan injeksi belanja pemerintah, melemahnya perekonomian global, serta adanya bom Mega Kuning an jilid II membuat target pertumbuhan ekonomi 2009 sebesar 4-5,5 persen berat sekali tercapai.
Seperti biasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani tetap optimistis. Pemerintah, menurut dia, bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 4,3 persen pada ak hir 2009. Pemerintah juga tak akan merevisi target kendati bom meledak di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, dua pekan lalu. Indonesia telah mendapat komitmen dari pelaku bisnis dalam dan luar negeri yang akan terus berinvestasi di Tanah Air. Kegiatan ekonomi, kata dia, masih akan bergairah, terutama ditopang oleh bulan puasa dan hari raya Lebaran. ”Roda ekonomi akan meningkat dan konsumsi dalam negeri masih akan terus terjaga.”
Tingginya konsumsi, menurut Anton, memberikan kontribusi terbesar, sekitar 65 persen, pada pertumbuhan ekonomi. Tapi, dia mengingatkan, akan lebih baik jika pemerintah mempercepat realisasi belanja modal dan stimulus fiskal untuk sektor infrastruktur. Jika keduanya terealisasi dengan cepat, pertumbuhan investasi pemerintah di sektor infrastruktur akan melonjak dan menjadi katalisator (memicu) investasi swasta. ”Pembangunan infrastruktur ini menjadi kunci pemulihan ekonomi Indonesia,” ujar Anton.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa sependapat dengan Anton. Dalam jangka panjang, kata dia, mengandalkan konsumsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kurang sehat dan tidak berkelanjutan. Agar seimbang, pemerintah harus menggenjot belanja modalnya. Dengan begitu, duit segar akan masuk ke sistem perekonomian dan membantu likuiditas perbankan. Lantaran dana melimpah, perbankan pun akan menurunkan bunga kredit dan memicu investasi baru.
Skenario itu, kata Yudhi, bisa berjalan baik jika Bank Indonesia membantu pemerintah dengan rezim bunga rendah nya. Selain mempertahankan tingkat bunga kredit murah, bank sentral harus mengurangi outstanding penyerapan dana Sertifikat Bank Indonesia. Triliunan duit segar pun bisa me ngucur ke sektor riil dan memicu pertumbuh an ekonomi.
Padjar Iswara, Ismi Wahid, Agung Sedayu, Nanang Sutisna (Subang), Ukky Primartantyo (Karanganyar)
Pertumbuhan Ekonomi 2009 (%)
Triwulan I | Triwulan II | 2009 | |
Total Konsumsi | 7,2 | 4,9-5,6 | 4-5,3 |
Konsumsi Rumah Tangga | 5,8 | 3,8-4,5 | 4-4,3 |
Konsumsi pemerintah | 19,2 | 12,9-13,5 | 9,8-10,3 |
Total Investasi | 3,5 | 1,9-2,4 | 3,9-4,3 |
Ekspor | (19,1) | (17,4)- (16,5) | (13,7)-(12,0) |
Impor | (4,1) | (21,3)-(19,9) | (16,3)-(15,3) |
Pertumbuhan | 4,4 | 3,7-4,0 | 3,5-4,5 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo