Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH tak terhitung berapa kali Jannah mentransfer duit setiap bulan. Terakhir, pada awal Juli lalu, ibu rumah tangga di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, ini mengirim duit Rp 5 juta ke Flores lewat rekening BRI miliknya.
Meski sering mengirim banyak uang, Jannah bukan seorang juragan. Di kampungnya, ibu dua anak ini kerap diminta mentransfer duit milik para tetangganya. "Mereka minta tolong karena tidak punya rekening," kata perempuan 35 tahun ini, Kamis pekan lalu. Terkadang rekeningnya dipakai pula untuk menerima uang kiriman para kerabat tetangganya dari Pulau Jawa.
Setahun belakangan ini, Jannah memang membantu sejumlah warga di sekitar tempat tinggalnya melakukan transaksi keuangan melalui rekeningnya. Meski ada layanan perbankan di desanya, para tetangga tak berminat membuka akun sendiri karena penghasilan mereka yang minim. "Mereka enggak selalu punya uang. Jadi, sewaktu-waktu ada duit, mereka lebih baik nitip atau kadang kirim pakai wesel," ujarnya.
Partini di Yogyakarta punya kisah yang tak jauh berbeda. Asisten rumah tangga yang khusus menjaga bayi ini tak memiliki rekening pribadi meski setiap bulan mesti menerima kiriman uang dari suaminya yang bertugas di luar kota. "Faktor ekonomi saja, sih. Wong, ndak punya uang kok mau nabung," ujar perempuan 44 tahun ini. Dia mengaku lebih suka meminjam rekening tetangganya.
Sebagai asisten rumah tangga tak tetap, dalam sebulan Partini menerima bayaran tak lebih dari Rp 500 ribu. Upah sekecil itu, menurut dia, selalu habis untuk membeli kebutuhan sehari-hari bersama ketiga anaknya. "Lha, kalau punya ATM tapi tidak diisi, ya, lama-lama mati karena kena potongan bank setiap bulan," katanya dalam bahasa Jawa.
Jannah dan Partini semestinya tak perlu lagi pusing soal mengirim atau menabung jika layanan tabungan di PT Pos Indonesia terealisasi. Pada pertengahan 2016 ini, pemerintah punya rencana meluncurkan produk Tabungan Pos, yang menjadi sarana menghimpun dana masyarakat. Lewat proyek ini, masyarakat dapat menyimpan uangnya tanpa dikenai biaya administrasi tapi tidak berbunga.
Persoalannya, sampai kini revisi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos belum rampung. Padahal PT Pos membutuhkan peraturan tersebut sebagai dasar hukum untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Potensi pengumpulan dananya cukup fantastis, mencapai Rp 400 triliun per tahun.
Seorang pejabat yang sejak awal mengikuti proses pembahasan program Tabungan Pos ini mengatakan revisi peraturan itu tertunda karena ada perbedaan suara di kalangan internal pemerintah. Menurut dia, di tengah upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai regulator Pos memperbaiki Peraturan Pemerintah tentang Pos, Kementerian Badan Usaha Milik Negara malah menghalangi. "Sebagai pemegang saham PT Pos, Kementerian BUMN tak setuju karena khawatir ada persaingan dengan bank," kata pejabat tersebut.
Tapi Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membantah. Menurut dia, pembahasan draf revisi terus berjalan. "Saya sih enggak merasa begitu (berbeda pendapat). Diskusi dengan Kementerian BUMN jalan terus," ujarnya Kamis pekan lalu.
Rudiantara mengatakan Kementerian Komunikasi pada dasarnya hanya menjalankan fungsi sebagai regulator PT Pos. "Kami memberi ruang kalau PT Pos mau melakukan layanan tabungan," katanya. Tapi jadi atau tidaknya pelaksanaan program Tabungan Pos ini, menurut dia, tergantung keputusan pemegang saham, yakni Kementerian BUMN, yang beralamat di Jalan Merdeka Selatan Nomor 13.
"Saya sampaikan ke Bu Rini, PT Pos very powerful dengan jaringan kantornya yang tersebar di mana-mana untuk mendukung financial inclusion. Tapi Bu Rini punya konsiderasi yang harus dihormati," ujarnya.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan mereka bukannya tak mendukung PT Pos untuk mengembangkan bisnis jasa keuangan. Cuma, menurut Edwin, Kementerian BUMN menginginkan saat ini Pos Indonesia berfokus pada bisnis jasa logistik saja. "Sebab, kita punya permasalahan besar di jasa logistik yang belum efisien. Ini dulu yang mau kami fokuskan," katanya pada Kamis pekan lalu.
Dalam Paket Kebijakan Ekonomi XI yang diluncurkan pada akhir Maret lalu, pemerintah mendorong layanan akses perbankan atau keuangan formal sampai ke wilayah terpencil. Salah satu caranya dengan menugasi PT Pos untuk menghadirkan produk tabungan. Harapannya, dengan memanfaatkan 4.500 jaringan Kantor Pos dan 28 ribu agen jasa keuangan, layanan menabung bisa merata di seluruh pelosok negeri.
Mendahului peluncuran paket ekonomi itu, Otoritas Jasa Keuangan telah mengumumkan rencana penyelenggaraan layanan tabungan melalui kantor PT Pos tersebut. Selain mendorong keuangan inklusif, simpanan Tabungan Pos nantinya antara lain akan dipakai untuk membeli surat utang (obligasi) pemerintah. "Insya Allah, pada 2016 ini, bersama pemerintah, kami akan melahirkan Tabungan Pos," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Firdaus Djaelani di Jakarta, 8 Maret lalu.
Pos nantinya diizinkan membuka layanan mirip perbankan, seperti pembukaan tabungan untuk pengelolaan dana masyarakat. Syaratnya, layanan perbankan "sebagian" ini hanya boleh menghimpun dana, bukan memberikan pinjaman ke masyarakat. Dana tersebut bakal dikelola oleh PT Pos untuk program pembangunan jangka panjang.
Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono setuju dengan ide pemerintah itu. Apalagi, menurut dia, masih ada banyak penduduk yang belum mendapat layanan perbankan. Ia mencatat sekitar 64 persen orang dewasa dari total penduduk Indonesia belum tersentuh perbankan. "Orang-orang yang menyimpan uang di bumbung, di bawah bantal, itu yang ditargetkan menabung ke Pos," ujarnya Kamis pekan lalu.
Meski ada potensi meraup banyak nasabah, PT Pos tak mau gegabah. Gilarsi mengatakan perusahaan tetap menunggu dasar hukum yang jelas agar tak terjadi saling tindih dengan sistem perbankan yang sudah ada. "Kami hanya operator. Selama regulasi clear, kami akan mengeksekusinya sebaik mungkin," ujarnya.
Sambil menunggu penugasan baru dari pemerintah, Gilarsi memastikan PT Pos terus mengembangkan tiga bisnis intinya, yakni kurir, jasa layanan keuangan, dan logistik. Selain menjalin kerja sama jasa antar barang dengan sejumlah gerai e-commerce, PT Pos kembali menggiatkan penggunaan wesel untuk pengiriman uang. Agar pengguna wesel menerima kabar lebih cepat, kini berita pengiriman disampaikan pula melalui pesan pendek atawa SMS.
PT Pos juga berusaha menggandeng jaringan pos internasional. Gilarsi mengatakan dalam semester pertama bakal rampung perjanjian kerja sama dengan Malaysia, Singapura, dan Hong Kong. Ia memperkirakan, dalam empat bulan mendatang, warga Indonesia di luar negeri yang memiliki kartu keanggotaan pos internasional sudah bisa menggunakan jaringan ini untuk mengirim dan menerima kiriman uang. "Tidak lagi perlu visa atau paspor, petugas di sana sudah tahu kita bagian dari postal global network," ujarnya.
Jika nanti pemerintah jadi menugasi PT Pos untuk turut mengelola tabungan, Gilarsi optimistis para pegawainya siap. Soalnya, saat ini mereka bekerja sama mengelola produk E-Batara Pos dengan Bank Tabungan Negara. Menurut dia, kerja sama tersebut merupakan sarana bagi para pegawai Pos untuk melatih keandalan mengelola program Tabungan Pos kelak. "Dulu sih Pos jagoan di produk Tabanas, tapi sekarang harus belajar lagi," ujarnya.
Ayu Prima Sandi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo