SEORANG berasal dari pinggir Danau Toba membuka bengkel kecil di
Cempaka Putih, Jakarta, khusus untuk memperbaiki accu tua.
Ongkosnya cukup murah. "Kalau kerusakannya cuma dua sel, accu
saudara bisa diperbaiki di sini. Kalau lebih dari itu, lebih
baik saudara beli baru saja," kata T.H. Manulung. Beli baru?
Harga accu baru, walaupun produksi lokal, masih tinggi. Meskipun
begitu, permintaan pasar di Indonesia akan accu makin meningkat.
Pertama, karena ada peraturan pemerintah yang mendorong
perakitan kendaraan bermotor supaya secara berangsur menggunakan
bahan lokal. Berdasarkan peraturan itu, kendaraan yang diimpor
secara CKD tidak boleh disertai accu. Kedua, karena makin besar
jumlah orang yang memakai pesawat televisi dengan tenaga accu
bila belum ada listrik masuk di rumahnya.
Sudah ada 26 pabrik accu di negeri ini. Tapi karena sebagian
besar adalah kecil-kecilan, maka ongkos produksinya tinggi.
Karena itu pula harga penjualannya tinggi.
Pabrik accu Tornado di Cempaka Putih, misalnya, menjual Rp
15.000. Accu impor dengan merek dan tipe sama cuma Rp 10.500.
Impornya masih diizinkan, yang mencapai hampir 500.000 unit pada
tahun 1977. Di antara 21 negara pengekspor accu ke Indonesia,
Jepang terbesar: 377.000 lebih dari keseluruhan impor accu tahun
1977. Ini tentu karena merek Jepang menguasai sekitar 80% dari
pasaran kendaraan bermotor di Indonesia.
Pemerintah menetapkan bea masuk 60% dan PPn impor 10% bagi accu
dari luar negeri. Dengan beban bea setinggi itu, produksi lokal
semustinya bisa bersaing. Nyatanya banyak accu buatan luar
negeri yang masuk secara gelap. Misalnya dalam dokumen impor
disebut bahan baku seperti bak kosong untuk keperluan pabrik
accu, tapi nyatanya accu komplit yang masuk.
Jepang-Inggeris-Australia
PT GS Battery Inc. dengan pabriknya yang tergolong besar di
bilangan Jakarta bypass sama sekali tidak terpukul oleh adanya
accu impor. Ia menjual GS (singkatan dari Genso Shimatsu) dengan
harga Rp 15.500, misalnya, sedang harga impornya untuk jenis
sama Rp 13.750. Memang harga impor lebih rendah, tapi pasarannya
di Jawa dan Sumatera Utara memang sudah terjamin. Sebagian besar
kendaraan bermotor merek Jepang yang dirakit di negeri ini
memakai produk GS.
"Kalau ada yang mengatakan pasaran accu lesu, itu tidak benar
bagi kami," kata direktur Sofian Harun dari PT GS Battery Inc.
itu pada Bachrun Suwatdi dari TEMPO. Bahkan GS, katanya, sedang
mengajukan permohonan untuk memperbesar pabriknya, yang kini
baru mampu melayani pasaran accu 30% untuk kendaraan roda-4 dan
40% untuk sepeda motor.
Pabrik GS ini berstatus PMA, sama halnya dengan Yuasa di
Tangerang. Selain dua ini, ada tiga lagi pabrik accu nonPMA yang
terbilang besar. Bagi mereka yang besar ini memang pasaran tidak
lesu. Malah ada dua lagi pabrik besar PMA, yaitu Century yang
patungan Australia-lndonesia di Pulo Gadung dan Lucas,
perusahaan patungan Inggeris-lndonesia di Tangerang, sedang
dibangun. Jika dua yang terakhir ini sudah berproduksi, diduga
Gabungan Pabrik Accu Indonesia akan mulai merasakan bahwa
impornya perlu dibatasi.
Kini GAPAI menaksir Indonesia membutuhkan accu untuk kendaraan
roda-4 sekitar 700.000 dan untuk motor 1,3 juta setahun. Buat
sementara jumlah itu masih belum bisa dipenuhi oleh produksi
dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini