BOCAH Belgia itu nampak bosan juga membuat serdadu-serdaduan
dari lilin mainannya. Setelah terbang sekitar 15 jam lebih dari
Jakarta, bacaan yang disediakan ibunya juga tidak menarik
minatnya lagi. Ia pun turun dari tempat duduk dan berlarian di
celah kursi-kursi yang kosong. Itulah sebagian pemandangan di
pesawat berperut lebar DC-10 Garuda dalam penerbangan menuju
Brussels, ibukota Belgia, baru-baru ini. Wartawan TEMPO Ed
Zoelverdi sekembalinya dari sana melaporkan:
Pesawat ini berkapasitas 269 penumpang dan hari itu hanya
mengangkut sekitar 60 orang. Lebih dari separoh adalah penumpang
yang ditraktir Garuda: terdiri dari nyonya pejabat, janda para
awak Garuda serta para wartawan.
Tapi tentu bukan lantaran penumpang yang kebanyakan gratis itu
yang membuat pramugari Garuda nampak jadi mahal senyum. Sikap
begitu agaknya sudah "pakaian" pramugari Garuda pada umumnya.
Para penumpang Melayu sering menjuluki mereka sebagai kaku.
Sebaliknya mungkin ini cerita baru seorang penulis-wisata dari
Perancis malah mengagumi pramugari Garuda. Bahkan ia
mengharapkan agar sikap mereka itu jangan sampai berubah, karena
gerak-gerik yang masih polos, masih bisa jengkel segala itu
misalnya, menandakan "mereka masih manusia biasa dan bukan
mesin."
Mana yang paling baik urusannya tentu terpulang pada Garuda
juga. Sama halnya dengan musik yang disajikan lewat earphone di
tangan kursi. Dari 12 saluran yang tersedia (satu untuk film)
semua berkisar mulai pop ringan, vokal dan instrumental, musik
keras, jazz sampai klasik. Kalangan Garuda sendiri sedang
mengatur agar ada lagu-lagu Indonesia mengisi salah satu saluran
tersebut. "Bulan Agustus nanti mudah-mudahan dapat dinikmati
lagu-lagu Indonesia," kata sekretaris perusahaan Garuda, RAJ
Lumenta.
Kabar Baru
Itu boleh jadi satu kabar baru, seperti halnya jaringan
penerbangan Jakarta-Brussels baru saja dibuka bulan April yang
berlangsung sekali seminggu, melalui rute Karachi, Jeddah dan
Zurich. Dengan demikian penerbangan Garuda ke Eropah kini
menjadi 5 kali seminggu. Sebelumnya ada 4 kali penerbangan ke
Amsterdam melalui Bombay, Jeddah, Rorna, Frankfurt dan Paris.
Sampai saat ini Garuda mempunyai 4 pesawat DC-10 dan tahun depan
akan ditambah dua lagi untuk melayani jaringan Tokyo, Timur
Tengah dan Australia. Armada DC-10 ini dibangun sekitar dua
tahun belakangan berkenaan dengan langkah peningkatan peranan
Indonesia di dunia internasional.
Amsterdam - Brussels memang bisa ditempuh 3 jam dengan bus
antarkota. Sehingga pilihan mematok Brussels niscaya mempunyai
alasan yang menarik. Tahun lalu perusahaan penerbangan Belgia,
Sabena, sudah keburu diberi hak terbang ke Indonesia. Dua kali
seminggu. Dengan begitu Garuda sebagai perusahaan penerbangan
pembawa bendera Indonesia pun mempunyai hak terbangnya pula ke
sana. Saat ini baru sekali dalam seminggu. Untuk mengimbangi
dengan hak terbang yang sama, kata Lumenta, "banyak tergantung
dari penelitian nilai komersiilnya."
Hingga dewasa ini rata-rata penunn pang yang langsung
Jakarta-Brussels, PP sekitar 5 orang. Sehingga, kata Lumenta
pula, "masih terlalu pagi bicara soal untung-rugi." Ia menyedot
kretek Djarum sejenak, lalu menambahkan: "Tapi untuk jangka
panjang, kita yakin Belgia mempunyai potensi pariwisata ke
Indonesia."
Itu sebabnya jaringan penerbangan ke Brussels ini juga
menyinggahi Zurich di Swiss. Dari sana mungkin akan mengalir
kaum pelancong yang terkenal berduit. Tapi sebelum sampai pada
"jangka panjang" yang diidamkan itu, adalah perusahaan Sabena
yang sudah menikmati keuntungan ketimbang Garuda. Diageni oleh
penerbangan Mandala, Sabena ternyata membawa penumpang jauh
lebih banyak ke Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini