Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bermuara di Gedung Bundar

Auditor independen menemukan berbagai penyimpangan penggunaan dana. Kejaksaan Agung mulai turun tangan.

12 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH kabar penting tersiar dalam rapat pemegang obligasi PT Great River International Tbk. yang digelar pertengahan bulan lalu. Hasil audit investigatif kantor akuntan publik Aryanto Amir Jusuf & Mawar menyimpulkan, sejumlah kejanggalan ditemukan dalam pembukuan keuangan perusahaan produsen tekstil itu.

Audit dilakukan selama enam bulan. Dari hasil pemeriksaan, auditor menemukan berbagai penyimpangan dalam transaksi penjualan, piutang, dan penambahan aset Great River. Transaksi itu pun tanpa dilengkapi bukti-bukti yang memadai.

Atas berbagai temuan itu, rapat menyepakati hasil audit bakal dilaporkan ke Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) untuk ditindaklanjuti dan diproses secara hukum. Namun, sayang, para pemegang obligasi tak mendapat penjelasan lebih terperinci seputar kasus ini dari pihak auditor.

Mereka hanya dijanjikan bakal mendapat salinan dokumen audit seminggu setelah rapat. ”Untuk memperolehnya pun tidak boleh diwakilkan. Harus datang sendiri,” kata salah satu pemegang obligasi.

Ketatnya ”pengamanan” dokumen audit, kabarnya atas permintaan Ketua Bapepam Darmin Nasution. Bos pengawas pasar modal ini meminta agar dokumen hasil audit tidak dibagikan ke pemegang obligasi dan kreditor Great River.

Selain Bapepam, hanya Bank Mega sebagai wali amanat obligasi dan kuasa direksi Great River yang boleh memegang dokumen itu. ”Agar kasus ini tidak menggelinding ke mana-mana,” kata Darmin.

Dalam siaran pers yang dikeluarkannya pada 23 November lalu, Darmin hanya menyatakan, penyimpangan yang terjadi seputar rekayasa laporan keuangan 2003. Rekayasa itu berupa penggelembungan nilai penjualan dan piutang, serta tidak adanya bukti penambahan aktiva tetap dari hasil penjualan obligasi.

Namun, jika menilik dokumen audit, persoalannya ternyata jauh lebih gawat. Dalam dokumen audit setebal 135 halaman, yang salinannya diperoleh Tempo, itu disebutkan minimal ada 10 kasus penyimpangan penggunaan dana pinjaman dan biaya operasional di tubuh perusahaan pemegang lisensi 30-an merek pakaian terkenal dunia itu.

Kesimpulan didapat setelah auditor menelisik pembukuan dan arus keluar-masuk uang ke kas Great River dalam kurun waktu 1 Januari 2003 hingga 31 Maret 2005. Ditengarai, dana obligasi Rp 300 miliar yang diterbitkan Great River pada 2003 telah ditebar ke mana-mana, antara lain untuk membayar utang kepada Bank Danamon dan Bank CIC, serta disuntikkan ke anak perusahaan Great River.

Padahal, seharusnya dana itu digunakan untuk membeli aset dan menambah modal kerja perusahaan. Karena itu, tak aneh bila sejak akhir tahun lalu, Great River tak lagi bisa membayar cicilan bunga kepada pemegang obligasinya hingga akhirnya dikenakan status default alias gagal bayar.

Kejanggalan lain menyangkut penggunaan dana pinjaman dari Bank Mandiri dalam bentuk kredit investasi dan modal kerja, yang diperoleh pada 2004. Dana ini ternyata telah digunakan untuk kepentingan yang tak sesuai dengan peruntukannya.

Uang sekitar Rp 200 miliar dari bank milik pemerintah itu juga telah digunakan untuk membayar utang ke Bank Danamon, Bank CIC, serta ditransfer ke rekening PT Rifan Financindo Sekuritas, dan Asuransi Jiwasraya. Belakangan, Bank Mandiri mencatatkan utang Great River itu berstatus kredit macet.

Juru bicara Bank Mandiri, Ekoputro Adijayanto, menyatakan, pihaknya tengah mempelajari temuan itu dari aspek komersial dan hukum. ”Ada tim kami yang tengah mengkajinya,” katanya.

Selain penyalahgunaan pinjaman, hasil audit juga mencatat adanya penjualan Great River sebesar Rp 305 miliar pada 2003 dan 2004 yang tidak memiliki bukti transaksi. Piutang usaha Rp 116,1 miliar selama dua tahun terakhir pun tak dilengkapi bukti-bukti (lihat Utang Berbuah Penyimpangan).

Untuk menindaklanjuti berbagai temuan itu, Bapepam telah meningkatkan pemeriksaan kasus Great River ke tahap penyidikan dan berkoordinasi dengan penegak hukum. ”Kami menuju penyelesaian akhir,” kata Darmin.

Karena itu, Direktur Utama Bursa Efek Jakarta Erry Firmansyah, ketika ditanyai perihal kasus ini, memilih untuk menunggu hasil akhir pemeriksaan. ”Sekarang bolanya ada di Bapepam,” ujarnya.

Terhadap berbagai temuan audit investigatif tersebut, J. Pieter Nazar selaku kuasa hukum bos Great River, Sunjoto Tanudjaja, mengaku tidak bisa mengomentarinya. Alasannya, kliennya itu sudah tidak memiliki bukti dan dokumen perusahaan. ”Sunjoto sudah setahun tidak bisa masuk kantor,” kata Pieter.

Dia malah menengarai ada pihak-pihak tertentu yang ngebet untuk menguasai Great River dengan cara memunculkan isu negatif dan membocorkan dokumen hasil audit. Indikasinya, kata sumber Tempo, ada upaya-upaya untuk menghancurkan nilai perusahaan agar investor baru dapat membeli Great River dengan harga murah. ”Ada skenario hostile take over,” ungkapnya.

Melihat adanya indikasi itu, Bapepam pun memilih sikap berhati-hati, khususnya dalam merespons temuan hasil audit. Bapepam juga menginginkan agar pertanggungjawaban direksi lama Great River tidak mengganggu kelangsungan operasional dan nasib 11 ribu karyawannya. ”Ini seperti menarik rambut, tapi tepungnya tak boleh terserak,” kata sumber tersebut.

Masalahnya, bola sudah telanjur bergulir. Kejaksaan Agung, dua pekan lalu, bahkan sudah memanggil direksi lama Great River ke Gedung Bundar. ”Pemeriksaan ini terkait dengan penyimpangan kredit dari Bank Mandiri,” kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Suwandi.

Yura Syahrul, Tito Sianipar


Noda Hitam Pembukuan

Kantor akuntan publik Aryanto Amir Jusuf & Mawar telah merampungkan proses audit investigatif atas PT Great River International Tbk. pada 28 Oktober lalu. Audit atas transaksi umum, piutang usaha, penjualan, pembelian, serta mutasi kas dan bank selama periode 1 Januari 2003 hingga 31 Maret lalu itu menemukan sejumlah penyimpangan penggunaan dana.

  • Penggunaan dana obligasi Rp 300 miliar menyimpang dari tujuan dalam prospektus. Seharusnya 26 persen dari hasil obligasi digunakan untuk pembelian aset dan pengembangan usaha. Pada prakteknya, sebagian besar digunakan untuk melunasi utang ke berbagai pihak.

  • Dana pinjaman dari Bank Mandiri sekitar Rp 200 miliar yang sesungguhnya untuk investasi dan modal kerja, malah sebagian besar digunakan untuk membayar utang kepada beberapa bank dan pihak lainnya.

  • Beberapa transaksi keuangan dengan PT Centrapermata Karya (perusahaan induk) bermasalah dan tidak dicatatkan dalam laporan keuangan Great River.

  • Ada piutang usaha senilai Rp 116,1 miliar yang tidak didukung bukti transaksi dalam pembukuan Great River 2003-2005.

  • Utang jatuh tempo Bali Company sebesar US$ 1,1 juta yang telah dibayarkan kepada Great River tidak dicatatkan dalam pembukuan perusahaan.

  • Kerja sama dengan Inter Fashion Marketing untuk memasarkan produk Great River ke luar negeri malah merugikan dan membukukan saldo negatif.

  • Sebagian penjualan pada 2003 dan 2004 sebesar Rp 305 miliar tidak memiliki bukti transaksi.

Penambahan aktiva senilai total Rp 70 miliar pada 2003 dan 2004 tidak memiliki bukti dan dokumen yang lengkap.

YS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus