Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berpacu di Jalur Bebas

Negara-negara ASEAN berharap ekonomi regional tumbuh hingga 3,8 persen. Oposisi India khawatir petani lokal kehilangan pasar.

24 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di India, sepanjang pekan lalu pemerintah tak henti mendapat kritik pedas. Pokok soalnya perjanjian perdagangan bebas dengan perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang baru ditandatangani di Bangkok, Kamis pekan sebelumnya.

Menurut para pengkritik, perjanjian itu bakal menyengsarakan petani India. ”Petani, tulang punggung perekonomian kita, telah dikhianati,” kata Sekretaris General Samajwadi Party Amar Singh, dalam surat protesnya kepada Perdana Menteri Manmohan Singh. Petinggi partai oposisi ini kesal lantaran pemerintah berjanji membebaskan lebih dari 4.000 bea masuk atau 85 persen dari seluruh tarif mereka sebelum 2020.

Sebenarnya, dalam daftar 489 ”produk sensitif” yang bea masuknya akan dipertahankan, pemerintah India sudah menyertakan kopi, merica, karet, teh, ka pulaga, dan bumbu-bumbuan lain. Tapi beras dan minyak sawit mentah atawa crude palm oil alias CPO tidak. Ini yang membuat oposisi marah. ”Negara-negara Asia memiliki keunggulan dalam memproduksi beras, minyak sawit, dan hasil kebun lain,” tulis Amar. ”Ini akan membuat petani kita menderita.”

Toh, itu tidak menggoyahkan peme rintah. Sejak mencanangkan ”look east” awal 1991, industri negara itu amat membutuhkan pasar baru. Kerja sama dengan ASEAN membuka sekitar 550 juta pasar baru. Ditambah pasar India yang mencapai 1,1 miliar, mereka mendapatkan potensi yang jauh lebih banyak dari pasar Cina, meski digabung dengan Jepang dan Korea Selatan. Apalagi ini terjadi manakala pembicaraan mengenai pasar bebas di bawah World Trade Organization mandek antara lain karena negara maju berkeras tak mau menghilangkan subsidi pada industri agrikultur.

Peluang pasar 1,65 miliar ini pula yang dengan gembira dilirik para pemimpin ASEAN. Saat ini perdagangan India-ASEAN baru US$ 40 miliar. Dengan perjanjian ini, nilai perdagangan direncanakan meningkat menjadi US$ 50 miliar tahun depan, dan bakal terus naik. Jika itu berjalan mulus, pemerintah ASEAN berharap perekonomian regional bisa tumbuh hingga 3,6 persen.

Indonesia, khususnya, bakal diuntungkan karena India akhirnya rela memotong tarif CPO yang merupakan komoditas ekspor utama ke negeri itu. Menurut perjanjian, bea masuk CPO akan turun bertahap dari 80-an persen menjadi 37,5 persen pada 2019. Lainnya, tarif batu bara dijanjikan nol persen pada 2013. Total jenderal Indonesia akan menikmati bebas bea masuk untuk sekitar 85 persen produk, tapi hanya menghapus 46,17 persen pos ta rif hingga 2018.

”Mudah-mudahan ini bisa meningkatkan ekspor kita ke India,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Selain CPO dan batu bara, selama ini Indonesia mengekspor tembaga, produk turunan minyak mentah, buah, kacang, dan karet ke India. Mari Pangestu berharap perjanjian ini membuka peluang ekspor untuk produk lain seperti daging, mete, ikan, susu, mentega, tekstil, bahkan otomotif.

Tapi India, yang tahun ini neraca perdagangannya dengan Indonesia masih minus US$ 4 miliar dari total perdagangan bilateral US$ 10 miliar, tampaknya juga akan memaksimalkan keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas. Pada 7-10 Agustus lalu, kedutaan India di Jakarta memprakarsai pameran yang melibatkan 70 pengusaha asal negara itu.

Selama ini mereka berkonsentrasi mengekspor makanan binatang, hidrokarbon, baja, kapas, serta bahan bakar dan gas. Kini mereka mulai mengincar pasar otomotif dan komponen otomotif, perbankan, pertanian, rumah sakit, serta pariwisata. ”Bahkan kami juga melihat peluang besar di obat-obatan,” kata Duta Besar India untuk Indonesia Biren Nanda. ”Obat di India jauh lebih murah.” Nanda optimistis dalam lima tahun perdagangan kedua negara akan mencapai US$ 20 miliar.

Philipus Parera (The Economic Times, AWSJ, Bloomberg)

Perdagangan Bilateral India-Indonesia (miliar)

Ekspor IndiaEkspor IndonesiaTotal Perdagangan
2003 665,6 juta1,74 2,40
2004 1,10 2,17 3,27
2005 1,05 2,88 3,93
2006 1,40 3,39 4,79
2007 1,61 4,94 6,55
2008 2,90 7,16 10,06

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus