SIAPA bilang pasa modal melempem? Di akhir tahun 1983. agak di luar dugaan, lima perusahaan secara serentak telah mencatatkan diri untuk mencari rupiah sebesar Rp 74,2 milyar melalui lembaga itu. Penjualan surat saham dan obligasi kelima perusahaan itu dilakukan awal Januari ini. Dengan demikian, mereka masih bisa menikmati pengurangan pajak perseroan, suatu hal yang kelak, menurut UU Pajak Penghasilan 1984, tak bakal lagi dinikmati oleh perusahaan yang go public (memasyarakat). Tapi, pada saat deposito berjangka berani memberikan bunga 16%-18% setahun, sulit dipastikan penjualan surat saham dan obligasi itu masih akan menarik minat para pemilik uang. Karena alasan itulah, maka PT Jakarta International Hotel - pengelola Hotel Borobudur, yang akan menjual 6.618.600 surat saham dengan harga Rp 1.500 selembar - menjanjikan dividen 20% untuk tahun ini. "Ini merupakan permintaan dari penjamin utama emisi," ujar Yusuf Indradewa, direktur Jakarta International. PT Hotel Prapatan, pengelola Hotel Aryaduta Hyatt, juga berjanji akan memberikan dividen 1% di atas tingkat bunga depo sito, atau antara 19% dan 20% pada semester pertama tahun ini. Sedangkan PT Pfizer Indonesia, penghasil obat-obatan, menawarkan dividen 18,9%. Persentase pemberian dividen itu tentu akan berubah jika pada tahun berikutnya pendapatan perusahaan menurun. Nah, kalau tidak ingin menanggung risiko seperti itu, kata Yuwono Kolopaking, direktur PT Jasa Marga, "mungkin obligasilah yang palig aman." Pengelola jalan dan Jembatan tol lni menawarkan bunga tetap 16,5% setahun untuk surat obligasi berjangka lima tahun yang diterbitkannya. Di hari-hari ini sudah bisa dibayangkan ketatnya persaingan di antara lima perusahaan itu memperebutkan calon pembeli. PT Mutual International Finance Corp. (MIFC), yang menjadi penjamin utama emisi Hotel Aryaduta, kata Hari M. Suharnoko, direktur pelaksananya, akan melakukan kampanye aktif mendatangi para pemilik uang. Dengan tingkat pengisian kamar rata-rata 70%, dia cukup optimistis bisa menjual 1.460.000 surat saham hotel yang kini sedang berusaha meraih predikat bintang lima itu. Dan, jangan lupa, "kami merupakan PMDN pertama di bidang perhotelan yang menjual saham ke masyarakat," ujar B.M. Diah, presiden direktur Hotel Aryaduta. Kewajiban seperti itu ditetapkan Bapepam sejak 10 Oktober, bersamaan dengan pembebasan fluktuasi kurs surat saham, sebesar 4% naik-turun, tanpa dibatasi nilai nominal lagi. Sejak itulah, kata K. Komala, asisten direktur PT Indovest, risiko yang dipikul lembaga keuangan nonbank sebagai penjamin emisi bertambah berat. Secara terus terang pula, dia menyebut pasar modal cukup terpukul sesudah Juni 1983 lalu,- ketika bank-bank pemerintah dibebaskan menetapkan sendiri tingkat bunga deposito mereka. Kerja berat pun harus dilakukannya untuk menjual surat saham Hotel Borobudur dengan menawarkannya ke pelbagai yayasan dana pensiun perusahaan swasta. Keadaan kini memang jauh berbeda dengan situasi sebelum Juni tahun lalu. Banyaknya minat orang untuk membeli surat saham ketika itu sering menyebabkan terjadi kelebihan permintaan. Tapi kini "istilah kelebihan permintaan (oversubscribe) itu dilupakan saja dulu," ujar V.Nanda Leimena, direktur pelaksana PT Aseam, penjamin utama emisi PT Pfizcr. "Bisa menjual habis saja kini sudah baik." Selain deposito, Nanda Leimena menganggap obligasi Jasa Marga yang menawarkan bunga 16,5% sebagai saingan berat. Pernyataan beberapa pemimpin lembaga keuangan nonbank itu menunjukkan bahwa sudah setengah tahun ini bursa efek mendapat tekanan. Pada tahun 1983 itu, kurs saham Goodyear dan Sucaco, yang penjualannya sedang tertekan, anjlok di bawah harga nominal. Tapi, tanpa terasa. sejak enam tahun aktif sampai Desember lalu, tercatat 24 perusahaan yang sudah menjual saham dan obligasi lewat bursa efek. Surat saham dan obligasi yang dijual berjumlah 236 juta lembar lebih dengan nilai penjualan perdana yang akan mencapai Rp 190 milyar lebih. PT Jasa Marga, yang sudah tiga kali menerbitkan obligasi, paling besar dalam menyerap dana: Rp 123,7 milyar. Tak bisa dipungkiri pula, para pembeli surat saham dan obligasi itu pada umumnya masih mengejar pada besarnya perolehan dividen. Belum pada peningkatan nilai surat saham itu (capital gain). Berlakunya pajak penghasilan yang hanya mengenakan tarif maksimum 35% (semula 45%), menurut ketua Bapepam Sutadi Sukarya, akan menyebabkan laba bersih yang diperoleh setiap perusahaan kelak meningkat. Dan itu berarti "pendapatan per saham akan meningkat pula," tuturnya lagi. Apakah hal baru ini akan menarik pemilik uang, masih harus ditunggu. Yang pasti, jual beli saham memang tak selaris dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini