DESKTOP computer (jenis komputer kecil di atas meja untuk
administrasi perkantoran) mulai ramai. Akhir bulan lalu PT Astra
Graphia terjun ke pasar melempar komputer kecil Xerox tipe 820
dan 860. Komputer yang berharga antara Rp 3-14 juta itu sudah
laku lima buah. "Yang berminat cukup banyak," kata Tigran T.
Adhiwiyogo, Wakil Dirut Astra Graphia.
Tahun depan anak perusahaan Astra Inc. itu merencanakan bisa
menjual 400 komputer kecil untuk administrasi perkantoran.
Sasaran pendatang baru tersebut cukup besar jika dibandingkan
angka penjualan sejumlah perusahaan pendahulunya. PT Info Data
Commodore yang memasarkan komputer kecil Commodore, misalnya,
rata-rata sebulan hanya laku 10 buah. "Keadaannya masih
menyedihkan," ujar Kusnadi Wibowo, Asisten Manajer Umum Info
Data. Menurut dia, angka penjualan agen Commodore di Eropa Barat
sebulan rata-rata 200.
Toh Commodore bersama Apple, dan Radio Shack (produksi Tandy
Corp.) -- semuanya komputer kecil buatan AS-tetap menguasai
pasaran komputer jenis itu. Komputer kecil buatan Jepang masih
belum terdengar kiprahnya.
Canon yang tahun lalu masuk ke Indonesia mencoba memasarkan
komputer kecil CX-1 dan BX-3, dengan harga masing-masing (tanpa
alat cetaknya) sekitar Rp 3 juta. "Komputer Canon boleh
dikatakan belum siap untuk dipasarkan sekarang," kata Caroline
Sutanto, asisten divisi komputer PT Datascrip, tanpa mau
mengungkapkan angka penjualan tiap bulan.
Persaingan antara komputer buatan AS dengan Jepang mulai terasa
di sini. Di pasaran dunia persaingan justru terjadi antara
Commodore, Apple dan Radio Shack. Tahun lalu untuk pasar di luar
AS, Commodore berhasil menempatkan 186 ribu komputer kecil
(dengan nilai US$ 132 juta), sedang Apple 62 ribu (US$ 80 juta),
dan Radio Shack 40.500 (US$ 53,4 juta). Tapi di AS, adalah Apple
dan Radio Shack yang menguasai pasaran. Commodore meraih sukses
berkat kebijaksanaan banting harga dalam penjualannya. Commodore
64, misalnya, dijual US$ 600, sedang Apple II ying sejenis US$
1.250 tiap unitnya.
Tinggi rendahnya harga komputer itu juga dipengaruhi oleh
sistem, dan jenis komputer yang dipakai. Semakin lengkap sistem
yang diterapkan -- antara lain memakai alat cetak -- maka harga
komputer dengan unit pendukungnya akan bertambah mahal. Karena
kapasitas (penyimpanan, dan jumlah terminal), serta
penggunaannya berbeda, maka keluarga komputer dibagi menjadi
tiga golongan: main frame computer (komputer besar), komputer
mini dan komputer mikro. Dua yang terakhir dikelompokkan dalam
komputer meja tadi.
Dan dalam usaha memikat calon pembeli, PT Info Data, misalnya,
menyelenggarakan kursus pendidikan komputer empat bulan untuk
para pemakai profesional. Sedang PT Astra Graphia (penyalur
tunggal Xerox), PT Metrodata (penyalur Wang), dan PT USI Jaya
(penyalur IBM) menawarkan sistem pembelian secara angsuran dan
sistem sewa. Untuk angsuran selama 24 bulan, Metrodata,
misalnya, mengharuskan pembeli menyerahkan uang muka 30% Untuk
sistem sewa diberinya tenggng penggunaan 24 bulan. Kurang dari
masa itu "kami bisa rugi," kata Andrianto Setiadi, manajer
penjualan Metrodata.
USI Jaya juga mengenakan tenggang waktu 24 bulan untuk sistem
sewa-US$ 2.000 (Rp 1,3 juta) per bulan. Sedangkan Astra Graphia
memungut biaya sewa setiap bulan Rp 200 ribu. Dengan upaya
menjual dari pintu ke pintu, lewat penyalur, dan kampanye
melalui iklan itulah USI Jaya yang memasarkan IBM sistem
komputer kecil (tipe 34, 38, dan 5120) berhasil memasang 150
instalasi. Sedang Metrodata memasang 240 instalasi -- 30 di
antaranya komputer kecil.
Karena harga komputer cenderung turun, dan bisa ditekan,
Andrianto menasihati agar konsumen tidak tergesa-gesa membeli.
Ia menganjurkan agar memperhatikan dulu penggunaan, dan
perawatannya, terutama pelayanan setelah penjualan. R.S. Robot,
Ketua Ikatan Pemakai Komputer Indonesia (Ipkin) menilai hampir
semua perusahaan penyalur telah melakukan pelayanan yang baik.
"Jika ada kerusakan, si pemakai tinggal angkat telepon, dan
paling lambat enam jam sudah diganti," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini