Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pendapatan bisnis restoran melorot tajam sejak pandemi Covid-19 terdeteksi di Tanah Air. Hal ini terjadi karena masyarakat diminta tidak meninggalkan rumah. Pemerintah pun membatasi kunjungan ke restoran dan melarang makan di tempat. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bidang Restoran, Emil Arifin, mengatakan banyak restoran tutup karena tidak bisa melayani konsumen secara langsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Emil, peluang pendapatan dari konsumen yang membeli makanan untuk dibawa pulang tipis sekali. Ia mengimbuhkan, perusahaan restoran kini mencoba peruntungan dengan menyediakan makanan beku, setengah matang, atau siap masak. “Meski tak untung, setidaknya perusahaan bisa memperkecil kerugian daripada tutup sama sekali,” ujar Emil kepada Tempo, kemarin.
Tidak semua jenis makanan bisa disajikan dalam bentuk beku atau setengah matang, seperti steik, sushi, atau mi. Hal tersebut, kata Emil, membuat pengusaha beralih menjual produk baru, meskipun berbeda dari produk unggulan mereka. “Mereka mempertahankan merek dengan rasa. Ketimbang mengirim makanan (makanan beku produk sendiri) tidak enak, lebih baik menjual produk lain.”
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah, menuturkan layanan makan di tempat berkontribusi sekitar 80 persen terhadap penjualan penyewa gerai makanan dan minuman. Menu makanan beku, setengah matang, hingga siap masak pun dijajal agar masyarakat tetap bisa menyantap makanan yang biasa tersaji di restoran.
“Strategi itu sedikit menaikkan kontribusi penjualan take away (dibawa pulang) yang semula sekitar 10 persen menjadi 20 persen,” ujar Budihardjo kepada Tempo, kemarin. Makanan tersebut dipasarkan melalui marketplace hingga layanan pesan-antar ojek daring.
Meski begitu, Budihardjo menyebutkan, nilai penjualannya masih jauh dari kondisi normal. Ia berharap pemerintah tidak memperberat kondisi pelaku usaha dengan mewajibkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan bagi restoran yang tengah membuka peluang lewat makanan beku. “Kami berharap diberi kelonggaran dulu,” kata dia.
Sebelumnya, Co-Chief Executive Officer Gojek Andre Soelistyo mengatakan perusahaannya juga mulai beradaptasi terhadap pandemi dengan menyiapkan fitur baru pada Gofood, yaitu paket siap masak atau ready to cook. Dengan begitu, ujar dia, konsumen bisa menyantap makanan khas restoran tapi tetap berada di rumah.
“Layanan ini sangat besar dampaknya buat mitra dan UMKM, serta bisnis kami juga,” ujar Andre, beberapa waktu lalu.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim berujar, permintaan makanan olahan perikanan dari sektor hotel, restoran, katering turun hingga 70-80 persen pada awal pandemi. Sementara itu, permintaan produk olahan daging turun 30-40 persen. Hal ini, kata dia, mendorong pelaku industri makanan dan minuman melakukan inovasi dan diversifikasi produknya.
“Pertumbuhan penjualan produk makanan beku untuk pasar dalam negeri pada triwulan II tahun ini meningkat 25 persen dibanding pada triwulan II 2019,” tutur Rochim.
Selain restoran atau kafe, Rochim mengatakan, sudah mulai banyak bermunculan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang berjualan makanan beku. Peningkatan penjualan cukup tinggi terjadi pada saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan ketika awal pandemi terjadi. Ketika PSBB mulai dilonggarkan, terjadi perlambatan pertumbuhan penjualan karena aktivitas ekonomi mulai dibuka.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo