Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Penurunan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate sebanyak 100 basis point dalam empat bulan terakhir dikhawatirkan dapat mengurangi daya tarik pasar keuangan dalam negeri. Sebab, kata ekonom Bank Permata, Josua Pardede, pemangkasan suku bunga acuan juga akan berdampak menurunnya imbal hasil atau yield instrumen investasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Josua mengatakan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi kunci utama untuk memastikan aliran modal asing (capital inflow) tetap deras. "Sebab, dalam jangka pendek ini, isu perlambatan ekonomi global juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional," kata dia, akhir pekan lalu. "Jadi, selain upaya mengelola stabilitas kurs rupiah dan mendorong surplus neraca pembayaran, Bank Indonesia perlu berkoordinasi mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, khususnya dari sisi permintaan, agar tetap solid," kata Josua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan untuk memastikan investor tetap betah menyimpan dananya di dalam negeri, pemerintah juga perlu memperhitungkan risiko-risiko yang berpotensi menimbulkan kekhawatiran investor. "Yang harus dijaga adalah return after risk instrument keuangan kita, khususnya Surat Berharga Negara (SBN), dibandingkan dengan negara-negara lain," ucapnya. Meski demikian, menurut Piter, setelah penurunan bunga acuan menjadi 5 persen pekan lalu, pasar keuangan Indonesia masih menarik jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga sejumlah negara di Asia Tenggara.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, berujar pemerintah di satu sisi juga harus menjaga tingkat kepercayaan investor pada prospek perekonomian Indonesia. "Pemerintah perlu mengadakan pertemuan rutin dengan para manajer investasi global untuk terus mempromosikan keunggulan Indonesia dan peluang berinvestasi di pasar modal Indonesia," katanya.
Bhima juga mengatakan pendalaman instrumen pasar keuangan domestik juga harus menjadi perhatian pemerintah, bank sentral, serta otoritas terkait. "Misalnya mendorong perusahaan-perusahaan lokal masuk bursa efek. Semakin banyak emiten yang terdaftar, pilihan berinvestasi akan lebih banyak," ujar Bhima. Dengan cara ini, kata dia, investor asing akan memiliki banyak pilihan instrumen untuk menempatkan dananya. "Mereka tinggal menentukan porto folio berdasarkan risiko dan return yang diharapkan."
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, tetap optimistis capital inflow akan terus membanjiri pasar keuangan dalam negeri. Terlebih, hingga 24 Oktober 2019, total dana asing yang masuk telah mencapai Rp 210 triliun. "Ini terdiri dari SBN sebesar Rp 157,6 triliun dan saham Rp 50,3 triliun," katanya. Perry mengatakan aliran modal asing yang masuk itu meningkatkan kepercayaan para pelaku pasar untuk berinvestasi di Indonesia. "Ini memberikan persepsi bahwa prospek ekonomi Indonesia itu baik." Bukan hanya itu, Perry berujar bank sentral bersama pemerintah juga berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong momentum pertumbuhan. GHOIDA RAHMAH
BI Rate Turun, Pasar Keuangan Terancam Lesu
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo