Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Biar Seret, No I Didunia

PT Pupuk Kal-Tim masuk usia ke-10. Pabrik pupuk Kal-Tim III akan rampung th 1988. Pembangunan pabrik pupuk Kal-Tim I pernah direncanakan dibuat terapung, namun batal hingga menghamburkan biaya investasi.

12 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang terbesar di dunia dan di Kalimantan Timur? Jawab: pabrik pupuk. Perusahaan negara PT Pupuk Kalimantan Timur tak lama lagi akan punya satu pabrik lagi, hingga produksinya akan mencapai 1,3 juta ton amoniak dan 1,7 juta ton urea per tahun. Ini berita terselip awal pekan ini, di hari ulang tahun ke-10 perusahaan itu. Memang tak ada upacara meriah. Karena masih rugi? "Tidak juga," ujar Zaenal Sudjais, direktur finansial dan ekonomi perusahaan berbentuk persero itu. Zaenal sebaliknya hanya menyebut angka aset yang "di atas satu trilyun". Buat perusahaan negara yang baru berekspansi seperti ini rupanya tak mudah bicara soal untung dan rugi. Seorang staf misalnya hanya mengatakan bahwa "rasanya perusahaan tak rugi". Soalnya, tiap rapat, katanya, selalu dikabarkan untung. Sementara itu, dikatakan juga bahwa banyak hambatan di mesin pabrik Pupuk Kal-Tim I, salah satu dari dua (sebentar lagi tiga) pabrik besar yang terletak di utara Bontang, di pantai Kalimantan Timur itu. Sejarah pabrik yang satu ini unik -- malah ada yang menyebutnya "cacat sejak lahir". Maklum, rencananya unit pertama pabrik pupuk itu semula akan dibuat terapung, di atas kapal. Waktu itu, proyek ini dibawahkan Pertamina -- menjelang perusahaan minyak milik negara ini menderita salah urus dalam dasawarsa yang lalu. Kemudian Pertamina dirapikan, dan proyek ini dialihkan ke Departemen Perindustrian. Juga diputuskan untuk dibangun di darat saja. Akibatnya, biaya investasi 35 juta dolar lebih mahal dari rencana semula. Mesin dan peralatan lainnya sudah telanjur dibeli dari tujuh negara di Eropa pemberi kredit bagi pabrik itu. Pengadaan peralatan untuk memproduksi amoniak sudah mencapai 75%. Mesin dan peralatan untuk bikin urea sudah ada 95%. Bahkan dua kapal hampir siap sebagai "lahan" pabriknya. Ketika pada 1979 peralatan pabrik pupuk itu dialihkan ke darat, banyak yang harus disesuaikan. Prosesnya amat lama, hina, seperti kata Kotan Pasaman, direktur utamanya, Pupuk Kal-Tim I baru dinilai laik komersial 9 tahun kemudian, yakni April 1987. Meskipun mulai didayagunakan Juli 1982, toh pabrik itu baru menghasilkan amoniak 17 bulan kemudian, dan ureanya empat bulan setelah itu. Ini beda dengan pabrik Pupuk Kal-Tim II: mulai didayagunakan April 1984, lima bulan kemudian sudah menghasilkan amoniak, dan seminggu lagi urea. Pupuk Kal-Tim I pun sementara itu pernah ditimpa musibah, terbakar di bulan Mei 1986. Seperti dikatakan Edi Madnawidjaja, direktur produksi Pupuk Kal-Tim, kerusakan cukup besar, hingga rehabilitasinya butuh biaya 12 juta dolar. Perbaikan tak cuma mesin. Menurut Direktur Agro Kimia, Departemen Perindustrian, Sri Ambar Suryosunarko, ada sekitar Rp 157 milyar modal yang dikurangkan, mungkin dalam usaha meringankan penghitungan "titik impas" pabrik itu. Dari semua itu tersirat pelajaran mahal bagaimana sebaiknya pemerintah bikin proyek. Dalam soal pemasarannya, sejak Pupuk Kal-Tim I dan II diresmikan Presiden Soeharto, akhir 1984, tampaknya tak ada ganjalan lagi. Jatah memasok urea di dalam negeri, yang penyalurannya dilakukan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) itu, akhir-akhir ini selalu bisa dipenuhi. Agustus lalu, misalnya pengadaan 500 ribu ton sukses, dan Oktober lalu, Pupuk Kal-Tim bahkan bisa memenuhi kenaikan permintaan yang mencapai 733 ribu ton urea -- dengan harga jual yang sudah diatur pemerintah: naik. Pasaran amoniak sebagian besar buat ekspor, misalnya ke Filipina, Taiwan, India, Jepang. Tahun lalu mencapai 264 ribu ton. Jika pasar memang cerah, dan manajemen rapi, pintu terbuka juga buat pabrik Pupuk Kal-Tim III, yang baru akan berproduksi akhir 1988, setelah menelan investasi kurang lebih 30 milyar yen dan Rp 112 milyar itu. Suhardjo Hs., Wahyu Muryadi (Surabaya), Syafiq Basri dan Bachtiar Abdullah (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus