Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Biaya Proyek Kereta Cepat Membengkak, Indef: Ada Perencanaan yang Salah

"Ini jangan sampai mega proyek seperti kereta cepat bernasib seperti Kertajati, sudah habis triliunan rupiah," kata Dzulfian peneliti Indef.

25 Maret 2021 | 03.09 WIB

Suasana pengerjaan struktur pier proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di ramp gerbang tol Cikunir 2, Bekasi Selatan, Jawa Barat, Senin, 22 Maret 2021. TEMPO/Tony Hartawan
material-symbols:fullscreenPerbesar
Suasana pengerjaan struktur pier proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di ramp gerbang tol Cikunir 2, Bekasi Selatan, Jawa Barat, Senin, 22 Maret 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Dzulfian Syafrian, menyoroti banyaknya proyek infrastruktur yang dinilai kurang direncanakan dengan matang, padahal dibiayai utang. Salah satu proyek yang ia soroti adalah pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasalnya, biaya proyek sepur kilat itu dikabarkan membengkak dan pengerjaannya lebih lambat dari rencana awal. "Nah ini kan masa iya proyek sebesar kereta cepat Bandung-Jakarta bisa mis-anggaran. Itu kan harus selesai di awal. Ada perencanaan yang salah," ujar dia dalam webinar, Rabu, 24 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Nantinya, kalau proyek itu telah selesai pun, kata peneliti Indef ini, kereta cepat Jakarta-Bandung akan menghadapi perkara lain kalau harganya tidak kompetitif dibanding moda transportasi yang sudah ada, seperti jasa travel antar kota.

Belum lagi, menurut dia, masyarakat yang bepergian Bandung-Jakarta lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. "Apakah ini sudah melalui perencanaan matang? saya meragukan itu."

Dzulfian lantas mengingatkan bahwa sebelumnya sudah ada megaproyek yang memakan anggaran besar namun akhirnya malah mangkrak, misalnya Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat. Ia mengatakan bandara yang harusnya menjadi hub penerbangan bagi masyarakat Jawa Barat saat ini malah sepi penerbangan.

Perkara akses, ujar Dzulfian, menjadi masalah utama yang menjadi musabab sepinya bandara tersebut. Pasalnya, masyarakat Bandung saat ini merasa lebih mudah dan murah untuk terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, ketimbang dari Kertajati. Menurut dia, permasalahan Bandara Kertajati adalah refleksi dari pembangunan tanpa perencanaan yang matang.

"Ini jangan sampai mega proyek seperti kereta cepat bernasib seperti Kertajati, sudah habis triliunan rupiah dan itu pendanaannya melalui utang tapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, bahkan akan mangkrak," ujar dia. "Padahal utang sudah menjadi beban negara, baik saat ini, maupun akan datang."

Sumber Tempo yang mengetahui perencanaan proyek itu mengatakan dalam evaluasi atas seluruh aspek proyek tersebut ditemukan pembengkakan biaya alias cost overrun yang mencapai 23 persen dari nilai awal yang besarnya mencapai 23 persen dari nilai awal yang besarnya US$ 6,071 miliar.

"Hitungan ini masih bergerak karena harus dikonfirmasi lagi," kata dia kepada Tempo, Senin, 22 Maret 2021. Cost overrun muncul, menurut dia, salah satunya karena ada beberapa perhitungan dalam studi kelayakan kereta cepat yang tidak akurat.

CAESAR AKBAR

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus