Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM mitologi Yunani kuno, ada kisah tentang kotak Pandora. Ketika kotak itu dibuka, segala yang buruk pun berlompatan menghantui dunia. Mirip sedikit dengan ini adalah "kado" saham dari Masyarakat Perkayuan Indonesia (MPI), yang nyaris membuat Koperasi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (Kopma UGM) kalang-kabut. Segalanya berawal di Universitas Sebelas Maret, ketika pengusaha Bob Hasan dan MPI yang dipimpinnya mengobral 1,8 juta saham kepada koperasi mahasiswa dengan harga nominal yang cuma Rp 1.000. Maka, disaksikan oleh Menteri Koperasi, Menteri Kehutanan, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, serta Menteri Perindustrian, 49 ketua Kopma menandatangani kontrak pembelian. Namun, "Penandatanganan yang dilakukan oleh Ketua Kopma UGM belum dikonsultasikan dengan Badan Pemeriksa," ujar M. Thoriq, anggota Badan Pemeriksa. Padahal, menurut prosedur, segala yang menyangkut lebih dari Rp 10 juta harus diputuskan rapat pengurus dan Badan Pemeriksa Kopma UGM. Adapun saham yang telanjur disetujui untuk dibeli ada 20 ribu lembar, senilai Rp 20 juta. Ketua Kopma UGM Bambang Seto memberi alasan bahwa undangan MPI baru diterimanya dua hari sebelum acara penandatanganan. Akibatnya, ia tak menempuh prosedur biasa. Nyatanya, Seto bertindak atas mandat Pembantu Rektor III UGM dan kantor Departemen Koperasi Kabupaten Sleman. "Bob Hasan dan kawan-kawannya sedang melebarkan sayap untuk mencengkeram mahasiswa lewat jaringan bisnis," Thoriq menandaskan. Ia melihat unsur politis dalam soal pengalihan saham itu. Akhirnya, kontroversi diselesaikan secara mufakat, pekan lalu. Rapat lengkap pengurus memutuskan, Kopma UGM mengembalikan seluruh saham MPI. Segera saja Prof. Dr. Ir. Moch. Adnan, Rektor UGM, bereaksi. "Keputusan untuk mengembalikan saham seharusnya dikonsultasikan dulu dengan kami karena koperasi itu membawa nama Universitas," katanya. "Justru pemegang saham ikut menanggung risiko," kata M. Ja'far, Kepala Bidang Keanggotaan Kopma UGM. "Jika masyarakat tidak lagi mentolerir penebangan hutan, maka Kopma ikut disalahkan juga. Sedang dengan melibatkan kami dalam bisnis perkayuan, Bob Hasan bisa mengatakan bahwa masyarakat perguruan tinggi mendukungnya." Tidak kurang dari Dr. Dibyo Prabowo, Dekan Fakultas Ekonomi UGM, menganggap pengalihan saham itu tidak mendidik. "Jelas, ada unsur politiknya," ujarnya. "Seharusnya Kopma membeli langsung di bursa saham dengan duit hasil keringat sendiri." Dan Kopma UGM, yang sejak tahun 1985 meraih gelar "Koperasi Teladan Nasional", sebetulnya mampu. Tahun lalu, laba mereka Rp 18 juta dengan aset Rp 141 juta. Kopma Universitas Padjadjaran, kendati membeli saham, juga waswas. Pasalnya, Menteri Hasjrul Harahap mengatakan bahwa para pengusaha yang menjual saham kepada Kopma, "Insya Allah, hak pengusahaan hutannya diperpanjang." Apa komentar Bob Hasan, yang "kotak Pandora"nya dibungkam anak-anak nakal yang masih "ingusan" itu? "Terserah merekalah," ujarnya, gusar. A.R. Rohadian, Kastoyo Ramelan, dan R. Fadjri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo