Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tommy adalah sebuah fenomena. Di mata kawan-kawannya, ia menjadi bintang baru yang "dibesarkan" keadaan. Menurut seorang sumber TEMPO di redaksi Kompas, awak redaksi terpecah menjadi tiga kubu: August Parengkuan, Ninok Leksono, dan St. Sularto. Tentu saja, masing-masing punya barisan pendukung yang cukup setia. "Jakob Oetama memilih Tommy demi keutuhan Kompas," kata sumber itu.
Bagi laki-laki kelahiran Bandung 39 tahun yang lalu itu, dunia jurnalistik merupakan pilihan hidup yang menarik. Setelah lulus dari Institut Pertanian Bogor tahun 1987, ia mulai bergabung dengan Kompas sebagai reporter di desk luar negeri. Setahun kemudian, ia ditempatkan di desk olahraga. Sejak itulah, ayah dua anak ini lebih dikenal sebagai wartawan olahraga.
Seperti anak panah yang lepas dari busurnya, karir Tommy melesat dengan cepat. Posisi reporter, wakil redaktur, redaktur, wakil redaktur pelaksana, dan redaktur pelaksana ia lalui dengan cepat dan mulus. Agaknya, sang nasib tetap berpihak pada laki-laki yang pada 1996 meraih master dari Jurusan Peternakan IPB itu. Tanpa diduga sebelumnya, ia dipercaya oleh Jakob Oetama untuk menempati posisi puncak di jajaran redaksi Kompas. "Sebagai wartawan, tentu saya berharap bisa menjadi pemimpin redaksi. Tapi, saya tidak menyangka akan secepat ini," ujar Tommy.
Di tengah pertarungan bisnis media yang makin tajam, tugas berat telah menunggu Tommy. "Dengan optimisme dan kerja keras, saya berharap Kompas tetap menjadi market leader," ujar laki-laki yang telah menunaikan ibadah haji ke tanah suci itu.
Setiyardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo