Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anteve: Dari Bakrie ke Bakrie
KELOMPOK Usaha Ba-krie, yang sebelumnya mengantongi 60 persen saham stasiun televisi Anteve lewat PT Bakrie Investindo, sekarang menjadi pemilik tunggal. Itu ter jadi setelah Capital Management Asia (CMA) mengambil alih kepemilikan saham PT Hasmuda Internusa sebesar 40 persen. Ternyata CMA merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fund management berbendera Singapura dan dimiliki oleh Anindya Novian Bakrie, anak Aburizal Bakrie. Berapa nilai penjualan itu? Manajer Humas Anteve, Soraya Perucha, mengelak untuk mengungkapkannya.
Yang pasti, perusahaan yang didukung beberapa teman Anindya saat masih bersekolah di SMU Pangudi Luhur dan saat kuliah di Amerika Serikat itu telah sukses membantu Bakrie & Brothers dalam restrukturisasi utangnya senilai US$ 1,086 miliar. "Tidak ada kaitan antara CMA dan Bakrie & Brothers. Tapi semangatnya ya," ucap Soraya.
Dengan masuknya CMA, Anteve mampu mendanai program-programnya, sehingga tampil lebih menawan, kendati tanpa acara musik MTV, yang selama ini menjadi program andalannya. Sebelum "pecah kongsi" dengan MTV, stasiun Anteve bisa bertahan hidup dari persaingan dan impitan utang US$ 56 juta karena setiap bulan memetik keuntungan iklan dari MTV sebesar Rp 2 miliar.
Sri Lanka Mengincar Suzuki Indonesia
MEMINDAHKAN pabrik bukanlah perkara mudah, apalagi pabrik otomotif. Tapi, entah mengapa, Menteri Perdagangan dan Hubungan Konsumen Sri Lanka, Ravi Karunanayake, dengan sangat percaya diri menyatakan bahwa Suzuki Motor Corp., produsen otomotif di Jepang, akan memindahkan pabriknya yang berada di Indonesia ke Sri Lanka.
Berita itu dibantah oleh Direktur Utama PT Indomobil Sukses Internasional, Subronto Laras. Katanya, tentang rencana relokasi itu, ia langsung meminta penjelasan kepada Suzuki Motor Corp. "Menteri Perdagangan Sri Lanka memang menyatakan keinginannya agar Suzuki mau membangun pabrik di Sri Lanka. Oleh pihak Suzuki, mereka disuruh mengimpor saja dari Indonesia karena jenis kendaraannya sama," Subronto menjelaskan. Apalagi, menurut Subronto, pasar otomotif di Sri Lanka jauh lebih kecil dibandingkan dengan di Indonesia. Subronto juga membantah adanya berkas information memorandum tertanggal 27 November 2001 yang dibuat Deloitte & Touche (konsultan BPPN). Di situ disebutkan bahwa kerja sama Indomobil dan Suzuki akan bubar bila Salim tak lagi menjadi pengendali. Seperti diketahui, setelah divestasi, kepemilikan Indomobil dipegang oleh Trimegah Securitas melalui tender penjualan 72,63 persen saham PT Holdiko Perkasa di PT Indomobil.
Menunggu Kejutan Obligasi
DPR belum juga meloloskan UU tentang Obligasi. Akibatnya, keinginan pemerintah menerbitkan treasury bills (T-bills) untuk menalangi obligasi jatuh tempo pada tahun ini senilai Rp 3,9 triliun terantuk-antuk. Bila RUU Obligasi ditelantarkan, tabungan pemerintah yang berupa pos sisa anggaran lebih bisa saja "dibobol" untuk menutupi tagihan itu. Tapi, "Kalau DPR menyetujui undang-undangnya, langsung kita terbitkan T-bills," kata Ketua Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON), Fuad Rahmany.
T-bills ini akan digunakan untuk menyemarakkan perdagangan obligasi di pasar sekunder karena jatuh temponya lebih pendek. Kalau pasar sekunder sudah ramai, diskon yang dibayarkan kepada pembeli obligasi makin rendah. Malah bukan mustahil T-bills juga akan digunakan sebagai penyeimbang obligasi yang jangka pengembaliannya lama. Obligasi yang nilainya Rp 434 triliun dan jatuh temponya menumpuk di tahun 2004 sampai 2010 itu akan diundurkan sampai 2021. Tentu saja pengunduran jatuh tempo itu tidak gratis. Pemerintah bisa memberikan iming-iming bahwa pembeli mendapat opsi pertama untuk membeli saham perusahaan milik pemerintah. Benarkah? "Tunggu saja. Ada kejutan dari kami sebulan lagi," kata Fuad.
Devon: Akuisisi dan Bonus Transisi
Perusahaan pertambangan Devon dirundung musibah beruntun. Kini, ketika lapangan minyak Salawati dan Kepala Burung di Papua belum kembali berproduksi—akibat pemogokan buruh—sumur minyak di Desa Rahayu, Tuban, diblokade warga. Dalam peristiwa itu, 20 warga luka tertembak peluru karet. Warga setempat kecewa terhadap Devon, yang operasi penambangannya menyebabkan pencemaran udara. Mereka menuntut ganti rugi sebanyak Rp 20 ribu per hari per jiwa karena menghirup gas asam sulfida (H2S) beracun yang berasal dari pengeboran minyak. Mereka juga minta agar sebuah Puskesmas didirikan dan Devon memberi kontribusi pada kas desa sebesar Rp 100 juta sebulan.
Karena pemogokan di Devon juga, Pertamina terpaksa memasok bahan bakar minyak dari depo Balikpapan, Kalimantan Timur, dan Bitung, Sulawesi Utara. Seperti banyak diberitakan, lapangan minyak Salawati dan Kepala Burung milik Devon Energy berhenti berproduksi sejak 23 April lalu akibat aksi mogok karyawan yang menuntut bonus "transisi" atas pengalihan kepemilikan dari Devon kepada PetroChina Company Limited. Kompensasi masa transisi ini, menurut Manajer Hubungan Pemerintah dan Masyarakat Devon, Erwin Lebe, masih akan dinegosiasikan.
Lapangan minyak Salawati dan Kepala Burung selama ini memasok minyak mentah ke kilang Kasim di Sorong untuk menghasilkan 22 ribu barel BBM. Sebagian besar kebutuhan BBM di Papua memang dipasok dari kilang Kasim. Tapi, pada 15 April 2002, perusahaan minyak Cina, PetroChina, telah mengakuisisi seluruh lapangan minyak milik Devon Energy di Indonesia senilai US$ 262 juta. Pertamina sendiri mengajukan tawaran US$ 225 juta, dan kalah.
Menurut penjelasan Asisten Manajer dan Humas Manajemen Bagi Hasil Pertamina, L. Harijanto, Pertamina tengah mengusahakan agar ada pasokan minyak mentah dari sumber minyak di Papua untuk memenuhi kebutuhan kilang Kasim. Antisipasi ini diperlukan bila aksi mogok 200 pekerja di Devon terus berkepanjangan. Harijanto menambahkan, saat ini Pertamina telah menyiapkan lapangan Kartez di Pulau Ambon, yang mampu memproduksi minyak 6.000 barel per hari, untuk memasok kilang Kasim. "Selain itu, Pertamina daerah operasi Hulu Sorong juga telah siap memasok minyak mentah ke Kasim," ujarnya.
Tapi sampai kini pasokan minyak mentah ke kilang Kasim ini belum dapat dilakukan, akibat aksi mogok karyawan. "Kami hanya berkewajiban memasok minyak mentah ke kilang Kasim. Soal kebutuhan BBM, itu tanggung jawab Pertamina, bukan Devon," katanya. Ditambahkannya, Devon Energy juga telah meminta wakil-wakil karyawan sebanyak lima orang agar datang ke Jakarta untuk bernegosiasi. Kelima wakil tersebut akan berunding dengan manajemen Devon seputar kelanjutan produksi di Salawati dan Kepala Burung.
Samudra, Sebuah Antiklimaks?
Mereka yang percaya menjadi saudara kandung menteri itu selalu enak, silakan bertanya pada Samudra Sukardi. Mungkin ia akan berkata sebaliknya.
Nama kakak kandung Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi ini memang berkibar sebagai calon kuat Direktur Utama Garuda. Proses panjang dan alot uji kelayakan dan kepantasan sudah bisa ia lalui. Tapi nasib Samudra seolah digantung. Ia tak kunjung dilantik, setidaknya hingga tulisan ini diturunkan akhir pekan lalu. Padahal, Senin lalu Samudra menyatakan ia sudah diberi tahu akan dilantik pada Selasa, 30 April lalu.
Tak ada yang meragukan kemampuan Samudra, yang sudah 27 tahun berkarir di Garuda. Sebagaimana diakui Deputi Menteri Negara BUMN, Ferdinand Nainggolan, dalam fit and proper test pun namanya selalu berada di urutan teratas. Jelaslah, satu-satunya ganjalan hanyalah statusmya sebagai kakak kandung Laksamana.
Laksamana sendiri saat ini seolah berada di simpang jalan. Dukungan Serikat Pekerja Garuda dan hasil tes di satu sisi, serta tuduhan mempraktekkan KKN di sisi lain, betul-betul harus dipertimbangkannya matang-matang sebelum menentukan kata akhir. Itulah mungkin yang membuatnya seolah lamban, sebelum membuat keputusan yang biasanya mengejutkan.
Danareksa: Zas Menggantikan Dian
Perlu waktu tak kurang dari enam bulan sebelum isu pergantian Dian Wiryawan sebagai Presiden Direktur Danareksa menjadi kenyataan. Penggantinya, Zas Ureawan, sebelumnya menjabat direktur keuangan pada BUMN tersebut.
"Ia akan mampu menjaga kontinuitas kepemimpinan saat ini," kata Deputi Menteri Negara BUMN Suad Husnan, mengomentari pengangkatan Zas. Sebelum tongkat kepemimpinan diterima Zas, Selasa pekan lalu, kabar pergantian itu memang telah lama terdengar. Bahkan saat terpilih sebagai Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi berkali-kali ditengarai memberikan isyarat terbuka untuk segera mengganti Dian. Ia bahkan sempat memasukkan nama-nama dari kalangan luar Danareksa. Mantan Dirut BEJ, Cyril Nurhadi, termasuk salah seorang yang sempat menjadi perbincangan ketika itu. Namun, rencana itu segera saja berubah begitu mendapatkan tentangan keras dari dalam perusahaan.
Lalu, apa yang menjadi prioritas direksi baru, yang saat ini juga diperkuat Jos Parengkuan, Desimon, Raden Pardede, dan Evi Firmansyah, ke depan? "Hal yang penting adalah membicarakan kemungkinan restrukturisasi utang dengan kreditor," kata Zas, sesaat setelah serah-terima. Memang, saat ini Danareksa menanggung utang tak kurang dari US$ 174 juta dan Rp 875 miliar. Untuk itu, Zas telah mempersiapkan tiga opsi, meliputi perpanjangan jatuh tempo, buyback utang, serta pemberian insentif pada kreditor bila mereka mendapatkan keuntungan dari penjualan aset Danareksa.
Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo