Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji Materi UU Pajak
DEBAT boleh-tidaknya Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data wajib pajak, berbuntut panjang. Lembaga tinggi negara itu, Rabu pekan lalu, mengajukan permohonan uji materi (judicial review) atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan ke Mahkamah Konstitusi.
Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Keuangan Negara BPK, Hendar Ristriawan, mengatakan, Pasal 34 UU itu tidak memberi ruang gerak yang luas bagi auditor untuk memeriksa. Alasannya, di situ diatur bahwa yang boleh memberi keterangan dalam pemeriksaan hanya pejabat yang ditetapkan Menteri Keuangan. "Informasi yang disampaikan pun hanya yang bersifat umum tentang perpajakan," katanya.
Menurut kuasa hukum BPK Bambang Widjojanto, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 23-E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa BPK adalah lembaga negara yang bebas dan mandiri. Selain itu, kekhawatiran perihal bocornya data wajib pajak tidak beralasan. "Para auditor BPK itu terikat kode etik yang sangat ketat," kata Bambang. n
Tarif Telepon Turun
KABAR gembira bagi konsumen telepon datang dari Kantor Menteri Komunikasi dan Informatika. Akhir bulan ini, pemerintah akan menurunkan tarif percakapan telepon 10-30 persen. "Sekarang tinggal finalisasi," kata Menteri Muhamad Nuh di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Menurut Nuh, keputusan itu sudah dikaji empat bulan. Hasilnya, seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, tarif seharusnya makin murah. Dengan tarif yang lebih murah, ia yakin volume pengguna telepon akan makin meningkat. Meski begitu, pemerintah tetap memperhatikan operator agar tidak dirugikan.
Presiden Direktur PT Excelcomindo Pratama, Hasnul Suhaimi, meminta penerapan peraturan itu diimbangi dengan penurunan biaya sarana lainnya. Salah satu contohnya, biaya tower dan biaya frekuensi yang masih tinggi. Permintaan serupa diungkapkan Sekretaris Perusahaan PT Indosat Wahyu Wijayadi. "Sehingga industri akan tetap tumbuh dan masyarakat mendapatkan manfaat," katanya.
Pencapaian Target Inflasi
GUBERNUR Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengingatkan target inflasi tahun ini yang dipatok lima persen (plus-minus satu persen) bisa meleset. Alasannya, pengaruh komponen permanen pembentuk inflasi masih tinggi. Sejumlah faktor itu, antara lain pergerakan harga makanan yang cenderung meningkat, pasar keuangan yang belum stabil, dan ekses likuiditas yang masih besar. Sementara itu, kapasitas dan produktivitas perekonomian belum me-ningkat signifikan.
Meski begitu, Burhanuddin menyatakan tingkat pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai 6,3 persen, di tengah tekanan gejolak ekonomi global akibat krisis kredit perumahan di Amerika dan lonjakan harga minyak dunia, sangat positif buat perekonomian Indonesia. "Angka pertumbuhan itu sangat menggembirakan," katanya.
Sejak krisis ekonomi meledak 10 tahun silam, inilah angka pertumbuhan ekonomi tertinggi yang bisa dicapai. Sektor konsumsi, ekspor, dan membaiknya investasi swasta menjadi penopang utama.
Pencapaian target inflasi juga melegakan. Dalam dua tahun terakhir, inflasi lebih rendah dari target semula. Pada 2006, inflasi hanya 6,6 persen, lebih rendah dari target awal delapan persen. Sedangkan tahun lalu inflasi 6,59 persen dengan target awal enam persen (plus-minus satu persen). "Ini karena pemerintah dan BI mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujarnya.
Lion Terbang di Australia
KEPAK sayap Lion Air semakin membentang. Setelah memesan 122 pesawat Boeing 737-900 ER hingga 2012, maskapai penerbangan ini akan melakukan ekspansi ke Australia dengan membentuk perusahaan patungan bersama Sky Air World, maskapai penerbangan setempat.
Perusahaan patungan itu bernama Lion Air Australia. Komposisi kepemilikannya, Lion Air 49 persen, Sky World sisanya. Meski bukan mayoritas-aturan di Australia hanya memperbolehkan investor asing memiliki maksimal 49 persen saham-Presiden Direktur Lion Air, Rusdi Kirana, menyatakan Lion akan menjadi operator dan mengendalikan bisnis.
Perusahaan patungan itu akan melayani rute domestik di Negeri Kanguru akhir tahun ini. Selain itu, Lion Air Australia berencana melayani rute ke Indonesia dan Thailand. "Kami akan menjadi titik penghubung yang tidak sekadar melayani, tapi juga menciptakan penawaran baru bagi konsumen," ujar David Charlton, Chief Executive Sky Air, Jumat lalu.
Rencana ekspansi itu sebenarnya di luar target, karena semula Lion hendak melebarkan sayap ke Thailand, Bangladesh, Vietnam, dan Malaysia, dengan biaya US$ 50-100 juta. "Tapi Australia mengajak terlebih dulu," kata Manajer Hubungan Massa Lion, Hasyim Arshal al-Habsyi.
Obligasi RI Laris Manis
MESKI kondisi pasar keuangan global sedang terguncang, minat investor asing memburu surat utang Indonesia lumayan tinggi. Kamis pekan lalu, obligasi valuta asing US$ 2 miliar yang diterbitkan pemerintah Indonesia diserbu pemodal asing di New York, Amerika Serikat. Akibatnya, pesanan melonjak hingga US$ 3 miliar atau kelebihan permintaan 1,5 kali.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto, sumringah melihat antusiasme pasar. Apalagi, situasi pasar keuangan dunia sedang dilanda ketidakpastian akibat krisis kredit macet perumahan di Amerika, melemahnya nilai tukar dolar AS, dan tingginya harga minyak dunia.
Penjualan ini bukan saja transaksi terbesar obligasi negara dalam valas sepanjang sejarah Indonesia, tetapi juga yang terbesar di Asia sejak krisis 1998. Surat utang diterbitkan dalam dua jenis, masing-masing US$ 1 miliar. Pertama, Indo-18 yang jatuh tempo pada 18 Januari 2018 dengan imbal hasil atau yield 6,95 persen. Yang kedua, Indo-38 berjangka waktu 30 tahun dengan yield 7,74 persen.
Menurut ekonom Citigroup Anton Gunawan, larisnya obligasi sangat wajar karena tingkat yield-nya tinggi dan diterbitkan saat negara lain tak melakukannya. "Apalagi, peringkatnya juga bagus," katanya kepada Eko Nopiansyah dari Tempo. Standard & Poor's memberi peringkat BB- untuk kedua obligasi itu.
Yang mengejutkan, menurut Rahmat, untuk pertama kalinya investor asal Amerika Serikat mendominasi transaksi ini. Indo-38 bahkan lebih dari separuhnya diborong oleh mereka. "Ini bukti investor institusi AS yang berpengaruh di dunia percaya pada ekonomi Indonesia," ujarnya.
Investor juga datang dari Eropa dan Asia. Mereka umumnya manajer investasi, perbankan, dan asuransi. Penjajakan dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama pejabat Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. Mereka road show ke Singapura, Hong Kong, London, Boston, dan New York.
Nalco Bangun Peleburan Aluminium
NATIONAL Aluminium Co. Ltd., perusahaan pelat merah asal India, menandatangani kesepakatan awal dengan pemerintah Indonesia, Jumat lalu. Keduanya sepakat membangun peleburan aluminium dan pembangkit listrik di Sumatera Utara senilai US$ 3,2 miliar atau Rp 30,1 triliun.
Pada tahap pertama, Nalco berencana membangun peleburan aluminium berkapasitas 250 ribu ton dan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara 750 megawatt. Tahap kedua, perusahaan itu akan melipatgandakan kapasitas peleburannya menjadi 500 ribu ton dan membangun pembangkit listrik lain berkapasitas 500 megawatt. "Proyek ini akan mulai beroperasi lima tahun mendatang," kata B.L. Bagra, Direktur Keuangan Nalco.
Pabrik peleburan itu nantinya membutuhkan pasokan satu juta ton aluminium per tahun, yang akan dipasok langsung dari India. Mengenai pasokan batu bara, pemerintah Sumatera Utara mengizinkan Nalco untuk melakukan kemungkinan eksplorasi batu bara di sana.
Bila tidak ditemukan cadangan, pemerintah daerah setempat akan mengatur pasokan batu bara dari Tanjung Enim, yang dioperasikan PT Tambang Batubara Bukit Asam. "Akan ada kontrak jangka panjang dengan Bukit Asam, karena kesepakatan ini berlangsung hingga 30 tahun," kata Bagra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo