Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR Panggil Debitor BLBI
INI kabar buruk bagi para konglomerat pengutang dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Meski kasusnya sudah terjadi satu dekade lalu, Panitia Kerja BLBI di DPR tetap akan mengungkap kembali kasusnya. Para pengutang kakap itu akan diundang ke Senayan untuk dimintai keterangan.
Siapa saja mereka? Sjamsul Nursalim, Usman Admadjaja, Kaharuddin Ongko, Sudwikatmono, Soedono Salim, dan Bob Hasan masuk ke dalam daftar yang akan dipanggil. "Termasuk mereka yang menerima surat keterangan lunas dari Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional," kata Dradjad H. Wibowo, anggota Panitia Kerja BLBI, pekan lalu.
"Jadi, ya, siap-siap saja bakal berderet para bos besar itu di sini," kata Dradjad. Sebagai amunisi, Panitia Kerja BLBI telah mengundang bekas konsultan BPPN, di antaranya PT Bahana Pengembangan Usaha Indonesia dan Danareksa. Data aset pengutang yang diperoleh dari konsultan akan dibandingkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.
Kejaksaan Agung juga sudah membuat tim pemeriksaan dan penindakan bagi para penerima BLBI. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, I Gusti Agung Ray, mengatakan sudah membentuk mitra khusus untuk membantu tim BLBI Kejaksaan Agung itu. "Apa pun yang diminta Kejaksaan, kami siap membantunya," katanya.
Berebut Danai Tol Palimanan
SEPULUH bank nasional sepakat mendanai proyek jalan tol Cikampek-Palimanan, Jawa Barat, sepanjang 116 kilometer. Saking besarnya minat mereka, dana yang disodorkan perbankan kepada pemegang konsesi jalan tol PT Lintas Marga Sedaya mencapai Rp 6,75 triliun. Ini jauh melebihi target pinjaman berjangka waktu 12 tahun yang semula dipatok "cuma" Rp 5 triliun atau sekitar 70 persen dari proyek senilai Rp 7 triliun itu.
Proyek ini merupakan salah satu bagian dari proyek jalan tol Trans-Jawa. Sindikasi yang dikomandani Bank Mandiri dan BCA itu beranggotakan BNI, BRI, BII, Bank Panin, Bank Jabar, Bank Bukopin, Bank Jatim, dan Bank DKI. "Besarnya penawaran ini menunjukkan bank siap mendanai proyek tol," ujar Direktur Utama BCA, Djohan Emir Setijoso, pekan lalu.
Semula proyek tol jalur gemuk ini sempat berlarut-larut dan menjadi kontroversi terkait dengan masuknya PLUS Expressways Berhad (Malaysia) ke Lintas Marga Sedaya. Selain dianggap melanggar aturan, Jasa Marga, pemilik 15 persen juga dikabarkan keberatan. Namun, setelah dipastikan tak ada penyimpangan aturan dan saham Jasa Marga dijual, PLUS akhirnya mulus menyuntikkan modal US$ 165 juta atau Rp 1,5 triliun untuk 51 persen saham Lintas.
Setelah polemik jalan tol itu berhenti, para bankir menyatakan kesediaan mereka membiayai proyek tersebut. Menurut Direktur Lintas Marga, Sandiaga Uno, proyek ini mulai dibangun pada akhir 2007 dan ditargetkan selesai dalam dua tahun.
Lippo Bangun15 Hotel
EKSPANSI yang dilakukan Grup Lippo seperti tak pernah berakhir. Tak tanggung-tanggung, salah satu raja properti Tanah Air itu akan membangun 15 hotel Aryaduta hingga lima tahun ke depan. Dua kota yang telah dipilih menjadi lokasi berdirinya hotel adalah Medan, Sumatera Utara, dan Surabaya, Jawa Timur.
"Pembiayaan hotel akan bersumber dari kocek perusahaan dan dari pasar modal," kata James T. Riady, CEO Grup Lippo. Menurut James, kondisi uang di pasar modal kini lagi berlimpah. "Mereka akan mencari tempat untuk berinvestasi," katanya. Namun, ia menolak menyebutkan angka investasi yang akan digelontorkan.
Rencana ini semakin mengukuhkan taji Lippo di ranah properti. Di Korea Selatan, imperium bisnis ini bersama mitra lokal tengah membangun Unbuk Multi-leisure Complex di kawasan ekonomi bebas Yeongjong. "Lippo baru saja membeli lahan Juni lalu," kata Heekyung Jo Min, Direktur Jenderal Promosi Investasi Kawasan Ekonomi Khusus Incheon, kepada Tempo. Pembangunan kompleks multifungsi itu ditaksir membutuhkan fulus US$ 4,8 miliar (Rp 43,2 triliun).
Saham BNI Diminati Investor
MANAJEMEN PT Bank Negara Indonesia Tbk. mulai menjajaki sosialisasi rencana penjualan sebagian saham bank negara ini pada awal Agustus depan. Penjajakan bukan saja dilakukan di sejumlah kota di Indonesia, tetapi juga ke sejumlah pusat keuangan dunia seperti Singapura, Hong Kong, London, Frankfurt, New York, Boston, dan San Francisco.
"Kami targetkan bisa meraup dana Rp 8 triliun," ujar Direktur Utama BNI Sigit Pramono pekan lalu. Nilai penjualan 25,86 persen saham BNI ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah divestasi saham BUMN. Rencananya, separuh dari hasil privatisasi akan disetorkan ke negara. Separuhnya lagi untuk menambah modal bank yang bermimpi jadi bank berkelas regional itu. Setelah penjualan ini, pemerintah masih menguasai 73,26 persen saham di BNI.
Dari hasil penjajakan di 11 kota di Indonesia, menurut Direktur BNI Suroto Moehadji, animo masyarakat memborong saham bank dengan harga Rp 2.050-2.700 per lembar ini cukup tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo